Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Di tengah permainan, Ance tiba-tiba terdiam. Ia membiarkan bola pingpong masuk ke bidang daerahnya. Dari kejauhan, ia melihat puluhan sepeda motor menuju ke arahnya.
Malam itu, Ance dan beberapa orang lain tengah bermain tenis meja di Balai Warga Villa Nusa Indah 1, Bojong Kulur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sang Ketua RW segera sadar sesuatu yang tak beres sedang terjadi.
“Meja tenis langsung kami lipat. Warga sudah panik,” kata Ance bercerita kepada kumparan di kediamannya, Kamis (16/1).
Waktu ketika itu menunjukan pukul 21.00 WIB, Rabu (31/1), tiga jam menjelang malam pergantian tahun. Warga Villa Nusa Indah 1 mendapat kabar dari Komunitas Peduli Cileungsi-Cikeas (KP2C) bahwa ketinggian muka air sungai terus naik.
Lokasi Villa Nusa Indah 1 diapit dua sungai: Cikeas dan Cileungsi. Bila kedua sungai meluap, perumahan itu sudah pasti terendam air. Terlebih hujan tidak berhenti sejak sore.
Balai Warga merupakan salah satu titik tertinggi di Villa Nusa Indah 1. Lokasinya sudah menjadi langganan warga mengungsikan sepeda motor tiap kali tanda-tanda banjir datang mulai tampak.
Ance mengatakan, warga sudah memperkirakan air akan tiba di permukiman mereka empat jam kemudian. Air sempat masuk ke rumah warga pukul 10 malam. Akan tetapi, bencana yang sebenarnya baru datang belakangan.
Pagi keesokan harinya, pesan bersahutan di grup warga VIlla Nusa Indah 1. KP2C menginformasikan ketinggian muka air di Sungai Cileungsi mencapai 560 cm dari batas normal 200 cm. Sementara di pos pantau sungai Cikeas air sudah setinggi 600 cm dari batas normal 100 cm.
Pukul 11.00 WIB siang, kekhawatiran warga menjadi kenyataan. Air seperti bah tiba di Villa Nusa Indah 1. Tanggul dua meter di bibir sungai Cikeas sudah tidak lagi mampu menampung debit air yang datang.
Di sisi timur, sungai Cileungsi juga sudah tidak lagi sanggup menampung air. Tanggul-tanggul di pinggir sungai akhirnya jebol.
Dalam hitungan menit kedua sungai meluber hingga ke perumahan. Warga yang saat kejadian berada di luar rumah, kata Ance, lari menyelamatkan diri ke perkampungan yang lebih tinggi.
Mereka yang masih berada di dalam rumah terjebak. Egi, salah satu warga, harus menjebol plafon dan genteng rumahnya untuk mengevakuasi istri dan kedua anaknya.
"Air di bawah sudah tinggi dan tidak mungkin kita ke bawah. Arusnya juga deras," katanya mengenang detik-detik mencekam itu.
Tingginya air sampai menjangkau Balai Warga Villa Nusa Indah 1, tempat ratusan sepeda motor dievakuasi. Menurut Ance, semua kendaraan itu terendam.
Dalam dua jam air sudah setinggi tiga meter. Bantuan evakuasi baru jam 11 malam. Menurut Ance, derasnya arus air membuat regu penyelamat tidak mau mengambil risiko.
"Kita kan menghubungi BPBD, mereka nggak ada yang berani," ujar Ance.
Kondisi serupa terjadi di Perumahan Pondok Gede Permai, Kota Bekasi. Tanggul di titik pertemuan sungai Cikeas dan sungai Cileungsi yang mengalir ke kali Bekasi juga jebol.
Fatimah, warga Perumahan Pondok Gede Permai, mendengar dentuman sesaat sebelum derasnya air meruntuhkan tanggul. Baginya, awal Januari lalu merupakan banjir terparah di perumahan tersebut.
"Biasanya 3-4 meter. Kemarin sekitar 6-7 meter di sini. Ini kelelep rumahnya, di lantai dua saja sampai sepinggang," katanya seraya menunjuk garis bekas batas ketinggian air di rumahnya.
Berdasarkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sejumlah daerah tergenang banjir di awal tahun 2020. Kota Bekasi merupakan wilayah dengan titik banjir terbanyak awal tahun 2020 terbanyak berada di Kota Bekasi.
Sementara di tingkat provinsi, Jawa Barat berada di posisi teratas dengan 97 titik banjir. Di Perumahan Villa Nusa Indah 1 yang berada di Desa Bojongkulur, Gunung Putri, Kabupaten Bogor, saja 26.900 jiwa di 26 RW terdampak langsung banjir.
Ketika musim hujan tiba, warga sekitar Sungai Cileungsi-Cikeas bergantung pada KP2C. Komunitas yang didirikan pada 2016 ini membangun sistem peringatan dini ancaman banjir secara mandiri.
Inisiator KP2C, Puarman, mengatakan kawasan daerah yang dilintasi Sungai Cileungsi-Cikeas berkontur cekungan sehingga rawan banjir. Masalahnya, kedua sungai tidak mempunyai pintu kontrol air.
Itu sebabnya, warga di sekitar daerah yang dilintasi sungai kesulitan mendeteksi kenaikan air. KP2C secara swadaya memasang CCTV di hulu sungai untuk memonitor ketinggian muka air.
KP2C kini punya 7.200 anggota yang saling berkoordinasi lewat 14 grup aplikasi pesan dan media sosial. Tanpa peringatan dini dari KP2C, niscaya kerugian dan korban banjir sepanjang Sungai Cikeas dan cileungsi awal Januari lalu akan lebih besar.
Bagaimana pun, kedua sungai itu merupakan biang banjir di Kabupaten Bogor dan Kota Bekasi--dua daerah yang menjadi lintasannya. Data KP2C enam tahun terakhir menunjukkan, sungai Cileungsi paling sering berkontribusi menyebabkan banjir di wilayah perbatasan Kabupaten Bogor dan Kota Bekasi.
Puarman mencatat 31 kasus banjir disebabkan sungai Cileungsi. Sementara Sungai Cikeas menyumbang empat kali banjir. Dua kejadian banjir lain dipicu kombinasi antara sungai Cileungsi dan Cikeas.
Dengan Daerah Aliran Sungai (DAS) seluas 26.500 hektare, sungai Cileungsi mampu menampung air dua kali lebih besar dibanding sungai Cikeas yang hanya memiliki penampang 11.300 hektare.
Sedimentasi di hilir Sungai Cileungsi, menurut Puarman, menjadi faktor utama banjir . Masifnya pembangunan permukiman di area-area resapan air pinggir sungai memperparah kondisi sungai.
Pertumbuhan industri juga punya andil terhadap memburuknya kualitas sungai. Sebagian wilayah resapan sungai kini menjelma menjadi bangunan-bangunan industri.
Sepanjang 5,6 kilometer dari titik pos pantau air KP2C di Jembatan Wika, Kecamatan Cileungsi, hingga Jembatan Cikuda, Kecamatan Klapanunggal, berdiri kurang lebih 92 industri.
"Itu (bangunan industri) di kiri-kanannya (DAS Cileungsi) dan banyak yang melanggar garis sempadan sungai," ujar Puarman.
Berbeda dengan sungai Cileungsi, masalah sedimentasi sungai Cikeas disebabkan sedimentasi sampah. Yang paling sering dijumpai adalah sampah batang pohon bambu.
Dalam setahun, sampah bambu tercatat menutupi aliran Sungai Cikeas sebanyak 14 kali. Yang terparah, kata Puarman, batang bambu pernah menutupi sepanjang 160 meter aliran sungai Cikeas, dengan lebar tumpukan 8 meter dan ketinggian 1 meter.
"Sungai ini sekarang sudah sangat kritis. Kalau sungai sudah dangkal daya tampunya berkurang," kata Puarman kepada kumparan, di Kantor Desa Bojongkulur, Kamis (16/1).
Ia menambahkan, terakhir kali pengerukan sedimentasi di dua Sungai Cikeas dan Cileungsi dilakukan pada tahun 1973. Selain permasalahan di hilir, Puarman juga menyoroti perubahan alih fungsi lahan di kawasan hulu sungai Cileungsi dan Cikeas.
Berdasarkan peta, aliran sungai Cileungsi memiliki hulu di kawasan Gunung Pancar, Babakan Madang, dan Bukit Hambalang. Sementara sungai Cikeas memiliki aliran dari Gunung Geulis, Bukit Pelangi, dan melewati kawasan Sentul.
Kawasan Sentul, Bogor, di ketinggian 215-500 Mdpl merupakan salah satu daerah penyangga aliran hulu dan hilir sungai Cileungsi dan Cikeas. Idealnya, Sentul menjadi daerah tangkapan agar air tidak langsung masuk ke sungai utama.
Kini, 3.000 hektare daerah Sentul yang dikelola PT Sentul City Tbk menjelma kota modern. Meski areal itu tampak hijau dan banyak pepohonan, masih ada masalah pemanfaatan lahan.
Yang paling mencolok adalah keberadaan Pasar Ah Poong di garis sempadan sungai Cikeas. Padahal, mengacu Permen PUPR No. 28 Tahun 2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau, bangunan harus berjarak paling sedikit 10 meter dari tepi kiri dan kanan palung bila kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan tiga meter.
"Semakin dalam sungai, maka jaraknya semakin jauh," bunyi aturan tersebut. Pada tahun 2014, Pasar Ah Poong pernah disegel Satpol PP karena tidak mengindahkan teguran atas pelanggaran garis sempadan sungai. Akan tetapi kini, restoran tersebut kembali beroperasi.
Bagi, Ahli Tata Kelola Lahan Institut Pertanian Bogor, Ernan Rustiadi, masalah tutupan lahan di Kabupaten Bogor sudah sangat serius. Menurutnya, ketika ruang terbuka hijau semakin tipis akibat tutupan lahan, maka air akan mengalir deras menuju kawasan hilir.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bogor, Syarifah Sofiah, mengklaim pembukaan lahan di kawasan Sentul City tidak melanggar aturan tata ruang. Ia menjamin izin pembukaan lahan sudah sesuai prosedur.
Pemkab Bogor, menurut dia, dihadapkan pada dilema seiring meningkatnya kebutuhan hunian. Di sisi lain, pembukaan permukiman akan menggenjot perekonomian daerah.
Syarifah menjelaskan, pembangunan Kawasan Sentul City meringankan beban infrastruktur Pemkab Bogor. Jadi, Pemkab harus bersimbiosis dengan pengembang.
"Kalau ekonomi tumbuh kita dapat income dalam bentuk pajak. Kalau kita menarik pajak, itu kita gunakan untuk pembangunan infrastruktur,” imbuhnya.
Tapi Syarifah tidak menyangkal ada beberapa pengembang yang bandel. Mereka, misalnya, tidak membangun sistem drainase yang benar. Syarifah mengakui jajarannya kesulitan melakukan pengawasan. "Kita akui kelemahan itu," katanya.
Masalah lainnya, perubahan tutupan lahan kini juga mulai merembet ke kawasan lain yang masih bagian kawasan hulu sungai Cileungsi dan Cikeas. Areal Babakan Madang yang berbatasan langsung dengan Gunung Pancar, misalnya, sudah banyak dibangun rumah-rumah warga.
Selain itu, penggunaan lahan untuk pertanian warga yang menanam sayuran dan tanaman semusim di lereng pegunungan juga mempengaruhi kualitas resapan air. Padahal, kontur tanah lereng idealnya ditanami jenis tanaman keras, atau tanaman tahunan.
Kondisi demikian terjadi di kawasan Hambalang, Gunung Geulis, dan Bukit Pelangi. Tiga kawasan yang areal hijau kini sudah banyak dibuka untuk pembangunan hunian atau villa rekreasi. Hanya kawasan inti Gunung Pancar yang sejauh ini bisa dibilang masih terjaga resapan airnya.
Banjir dahsyat di hilir Sungai Cileungsi dan Cikeas awal tahun ini mendapat perhatian pemerintah pusat. Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC), Bambang Hidayah, menyiapkan strategi normalisasi.
Caranya dengan mengeruk sedimentasi di dua sungai tersebut. Di kawasan hulu, BBWSCC juga berencana membuat tanggul penghambat atau cek dam untuk menahan sedimen turun ke hilir.
Dua tahun belakangan, BBWSCC juga menyiapkan desain waduk seluas 400 hektare di kawasan Narogong, atau Ci Beet, Bogor. Waduk tersebut diharapkan bisa menjadi tempat retensi air dan bisa mereduksi 24 persen banjir di hilir sungai Cileungsi dan Cikeas.
Bambang menargetkan pembangunan waduk Narogong dimulai tahun 2021. Realisasinya, kata dia, masih terkendala pembebasan lahan. Pemkab Bogor juga punya rencana membangun waduk di sekitar Sentul. "Titik (pastinya) di mana kan kita kajian dulu dan itu belum," ungkap Syarifah.
Pemkab Bogor pun sudah meminta kepada Kementerian PUPR dibuatkan waduk di Cijurey, Bogor. Waduk itu diharapkan bisa membantu pengendalian banjir. "Jadi intinya untuk menangani masalah dari hulu itu ada beberapa waduk (yang disiapkan)," pungkasnya.
Tak Beda dengan Ciliwung
Kondisi aliran air di hulu sungai Cileungsi dan Cikeas sebenarnya setali tiga uang dengan di hulu sungai Ciliwung maupun sungai Cisadane. Dua Sungai itu turut berperan menyebabkan banjir di Jakarta awal tahun lalu.
Kawasan Puncak, Bogor, yang menjadi hulu sungai Ciliwung misalnya sejak tahun 1990 sudah kehilangan 14.820 hektare karena alih fungsi lahan. Data Forest Watch Indonesia (FWI) menyebut medio tahun 2.000-2016, hulu sungai Ciliwung ini kehilangan 5,7 ribu hektare hutan alam hilang di kawasan Puncak.
Di Barat Jakarta, sungai Cisadane juga memberikan petaka lain untuk banjir Jakarta. Kawasan hulu sungai Cisadane di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS) dalam beberapa tahun terakhir mengalami kerusakan serius.
Lonjakan pergerakan air yang kian cepat disebabkan oleh deforestasi dan alih fungsi lahan hijau menjadi permukiman. Kawasan pertanian di sisi barat Gunung Halimun Salak mengalami penyusutan dari 54.997 hektare di tahun 2009 menjadi 18.903 hektare di tahun 2017.
Sementara itu, sebanyak 9,26 hektare hutan primer di kawasan TNHGS juga hilang pada tahun 2017. Kerusakan alam juga terjadi akibat menjamurnya tambang emas ilegal di kawasan TNGHS.