Terlilit Utang, 200 PMI Pemetik Buah di Inggris Minta Bantuan Diplomatik

2 Desember 2022 19:22 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Strawberry. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Strawberry. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Lebih dari 200 pekerja migran Indonesia (PMI) yang bekerja sebagai pemetik buah di Inggris telah meminta bantuan diplomatik sejak Juli lalu. Mereka mengeluhkan permasalahan terkait minimnya pekerjaan selama musim dingin hingga utang yang melilit mereka.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari The Guardian, dua PMI di Skotlandia untuk memasok buah beri ke M&S, Waitrose, Tesco, dan Lidl menjabarkan ketidakadilan yang mereka rasakan. Perusahaan yang mempekerjakan mereka kerap kali menyuruh untuk kembali ke karavan ketika mereka tidak bekerja dengan cepat. Padahal kedua PMI tersebut membutuhkan pekerjaan untuk melunasi utang mereka.
Ilustrasi Kota London Foto: Shutterstock
Kondisi serupa dialami pemetik buah yang bekerja di perkebunan Castleton di Aberdeenshire, Skotlandia. Sejak Juli, pria tersebut kerap kali dikirim kembali ke karavan ketika tidak memenuhi target. Sedangkan ia butuh pekerjaan untuk melunasi utangnya.
Sebelum berangkat ke Inggris, ia meminjam uang kepada agen PMI di Pulau Jawa dengan total Rp 75 juta. Namun sesampainya di Inggris, ia hanya membawa pulang Rp 3 juta per minggunya. Kini ia pun tidak memiliki pekerjaan setelah dipecat dua bulan lalu dari salah satu perkebunan di Kent. Total hutang yang ia miliki saat ini masih berkisar Rp 28 juta.
ADVERTISEMENT
Kedutaan besar Indonesia di Inggris menilai jumlah aduan kemungkinan jauh lebih tinggi karena banyaknya aduan kolektif dan adanya ketidakpercayaan PMI kepada pihak kedutaan. Masalah paling umum yang ditemukan adalah minimnya pekerjaan di peternakan dan perkebunan ketika mereka memasuki musim dingin atau belum memasuki masa panennya.
Kesulitan ini menyebabkan mereka tidak bisa melunasi utang kepada broker untuk bekerja di Inggris. Menurut aturan, visa pekerja musiman memungkinkan seseorang untuk bekerja di Inggris selama enam bulan. Namun, pada rentang tersebut tidak ada jaminan pekerjaan bagi PMI.
Konsorsium Ritel Inggris merespons aduan PMI tersebut dengan prihatin dan berjanji akan melakukan penyelidikan menyeluruh. Menurutnya, visa pekerja musiman membuat migran lebih berisiko untuk dieksploitasi.
Direktur pelaksana Castleton Fruit Ross Mitchell menjelaskan bahwa ia tidak dapat berkomentar lebih lanjut mengenai kasus ini. Namun, Mitchell menjelaskan Castleton memiliki aturan disipliner terkait kinerja. Namun di satu sisi, Castleton tetap mengutamakan kesejahteraan pekerjanya.
ADVERTISEMENT
Dari 1.000 pekerja di Castleton, 70 persen dari mereka memutuskan untuk kembali bekerja. Hal ini menunjukkan komitmen Castleton untuk mempertahankan pekerjanya.
Terkait dengan PMI, Mitchell mengatakan Castleton itu memiliki 106 pekerja dari Indonesia pada 2022. Tercatat 70 di antaranya masih bekerja sampai saat ini. Lebih lanjut, Mitchell menjelaskan mereka bekerja rata-rata 41,81 jam, dengan gaji kotor mingguan rata-rata Rp 7 juta.
Menurut Mitchell, akar permasalah dalam kasus ini adalah pembayaran kepada pihak ketiga. Pihaknya mengaku bahwa mereka baru mengetahui jika pekerjanya membayar kepada agen ketiga untuk dapat bekerja di Inggris.
"Kami berharap badan yang terkait dapat menangani masalah ini," kata Mitchell seperti dikutip dari The Guardian.
Kedubes Indonesia di Inggris mengatakan lebih dari 1.450 orang Indonesia datang dan bekerja di Inggris dengan visa pekerja musiman. Mereka dipasok oleh salah satu dari empat agensi Inggris yang memiliki lisensi untuk merekrut menggunakan skema Rekrutmen AG.
ADVERTISEMENT
Gangmasters and Labour Abuse Authority (GLAA) telah menyelidiki perekrutan AG di Indonesia sejak kasus ini mencuat pada Agustus lalu. Namun AG membantah melakukan kesalahan dan mengatakan tidak tahu apa-apa tentang broker Indonesia yang menagih uang.
Direktur AG Douglas Amesz mengatakan hukum di Inggris menetapkan bahwa pekerja migran tidak membayar biaya kepada siapa pun untuk mendapatkan pekerjaan. Imbauan dan pembelajaran pun terus dilakukan oleh AG kepada pekerja migran dari luar negeri mengenai aturan ini.