Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Sebelum mantan ketua pemenangan Prabowo-Hatta pada 2014 itu menyatakan secara terbuka dukungannya terhadap Jokowi, sudah ada beberapa tokoh lain yang lebih dulu berpindah haluan.
Sebut saja Idrus Marham yang kini menjabat sebagai Menteri Sosial. Ia sebelumnya adalah koordinator Koalisi Merah Putih. Lalu Ali Mochtar Ngabalin, anggota Tim Sukses Prabowo-Hatta yang lantang bersuara sebagai Tenaga Ahli Utama Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Presiden.
Ada pula Ketua PPP M. Romahurmuziy yang dulu menjabat Wakil Ketua Bidang Strategi Tim Pemenangan Prabowo-Hatta pada Pemilu 2014, kini malah berkoalisi dengan Jokowi dan sempat disebut sebagai salah satu kandidat cawapres sang petahana.
Politik itu cair. Tak ada lawan atau kawan yang abadi kecuali kepentingan. Dan hal itu, menurut pengamat politik LIPI Wasisto Raharjo Jati, dipahami betul oleh Jokowi yang telah mencecap pahit manis berbagai kontestasi politik—dari Solo, DKI Jakarta, hingga nasional.
ADVERTISEMENT
“Dia (Jokowi) merangkul semua kalangan dengan tujuan agar tidak ada konflik, tidak ada intrik, yang menganggu pemerintahannya,” ujar lulusan Ilmu Politik UGM itu kepada kumparan, Rabu (11/7).
Yang terbaru, Jokowi mendapat dukungan dari Gubernur NTB, Tuan Guru Haji Muhammad Zainul Majdi alias Tuan Guru Bajang (TGB). Ia juga meraih simpati relawan yang menamakan diri Solidaritas Ulama Muda Jokowi (Samawi).
Samawi tersebar di 10 provinsi dan berisi para aktivis organisasi Islam, pengurus pondok pesantren, maupun keturunan ulama. Mereka mendeklarasikan dukungan untuk Jokowi di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Selasa (10/7).
Mengapa dan bagaimana Jokowi merangkul dan meraih simpati tokoh-tokoh Islam? Apakah ini strategi untuk mengamankan suaranya di Pilpres 2019?
ADVERTISEMENT
Untuk mencari tahu soal itu, kumparan berbincang dengan sejumlah politikus partai pendukung Jokowi. Mereka antara lain Ketua DPP PDIP Hendrawan Supratikno, Ketua Umum PPP M. Romahurmuziy, Ketua DPP Golkar Ace Hasan Syadzily, legislator DPR sekaligus Koordinator Wilayah NasDem NTB Kurtubi, dan Ruhut Sitompul—kader Demokrat yang mendukung Jokowi.
Sebelum TGB menyatakan dukungan ke Jokowi, apakah mungkin ada komunikasi lebih dulu antara Jokowi--secara langsung atau tidak langsung--dengan TGB?
Ace Hasan: Dukungan itu positif buat Pak Jokowi. Semakin memperkuat posisi Jokowi, khususnya di Nusa Tenggara Barat. Dan memang sebelum Guru Bajang memberikan dukungan, ia sudah bertemu dengan Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto.
Saya kira dukungan Tuan Guru Bajang adalah pilihan rasional, melihat peluang kemenangan Jokowi jauh lebih kuat dibandingkan dengan calon-calon yang lain.
ADVERTISEMENT
Romahurmuziy: Pasti (ada komunikasi). Tidak mungkin tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba kasih dukungan. Pasti sudah ada pembicaraan-pembicaraan sebelumnya terkait ajakan-ajakan itu. Sudah pastilah.
Dukungan (TGB) itu menunjukkan keberhasilan dan sentuhan nyata Pak Jokowi di NTB yang diapresiasi oleh TGB sebagai gubernur. Karena memang kerja Pak Jokowi nyata untuk membangun Nusa Tenggara Barat melalui perhatian dan alokasi pembangunan infrastruktur di sana.
Ruhut: TGB nggak (pakai dirayu). Dia hanya melihat hasil kerja Jokowi. Dia lihat pembangunan di NTB sangat pesat karena bantuan pusat, sehingga tergerak hatinya.
Kalau saya dulu ke Jokowi karena diajak melalui Pak Luhut. Lalu saya pamit ke Pak SBY. Dia (SBY) bilang, “Oh begitu, padahal Prabowo bagus loh.” Saya bilang, “Nggak. Kata hati saya, yang menang Jokowi.”
ADVERTISEMENT
Gabunglah saya jadi Tim Sukses Jokowi di Bravo 5 bareng Pak Luhut. Kami sekarang sudah kerja lagi (untuk 2019).
Dengan dukungan TGB, Jokowi kini menggenggam suara rakyat NTB?
Romahurmuziy: Perlu dicatat bahwa TGB ini memimpin ormas Nahdlatul Wathan. NW sendiri pecah menjadi dua pada waktu Pemilu 2014, dan sampai hari ini pun masih. Ada Nahdlatul Wathan kubu Pancor, dan ada Nahdlatul Wathan kubu Anjani.
Kubu Pancor dipimpin TGB mendukung Prabowo (pada Pemilu 2014). Sementara kubu Anjani dipimpin Lalu Gede Syamsul Mujahidin, anggota DPR dari Hanura, mendukung Jokowi.
Tentu dengan bergabungnya TGB (ke kubu Jokowi saat ini), suara NW di Nusa Tenggara Barat menjadi bulat memberikan dukungan kepada Pak Jokowi, sehingga ini akan membalik peta dukungan Pilpres 2019 di NTB.
ADVERTISEMENT
Pada Pemilu 2014, mayoritas suara masyarakat NTB lari ke Prabowo. Saat itu di NTB, Prabowo meraup 72,45 persen suara, berbanding terbalik dengan Jokowi yang--meski menang secara nasional--gigit jari dengan hanya mampu mengais 27,55 persen. NTB pun menjadi salah satu provinsi tempat Jokowi menderita kekalahan besar tahun 2014.
Jadi sekarang Jokowi bisa unggul di NTB kalau kita melihat luasnya pengaruh TGB. Pertama, sebagai Gubernur NTB selama 10 tahun. Kedua, sebagai pemimpin ormas Islam di sana.
Meski tidak bisa menjamin (suara mutlak aman), tetapi paling tidak dukungan TGB ke Jokowi memiliki pengaruh signifikan.
Ace: Masyarakat NTB sudah lebih merasakan kesuksesan pemerintahan TGB, sehingga langkah politik yang dipilih TGB pasti akan berpengaruh terhadap pilihan politik di NTB.
ADVERTISEMENT
TGB bukan hanya seorang pemerintah atau kepala daerah. Dia juga memiliki otoritas keulamaan. Jadi dukungan beliau tentu akan mengurangi stigma yang selalu disampaikan lawan-lawan politik Pak Jokowi, bahwa Pak Jokowi anti-ulama dan anti-umat Islam.
Kurtubi: Sudah pasti (perolehan suara Jokowi di NTB aman) karena TGB itu bukan orang sembarangan. Pertama, dia gubernur. Kedua, dia ulama. Ketiga, dia punya pesantren yang begitu luas—Nahdlatul Wathan—di NTB.
Budaya Lombok itu agak halus, mengedepankan etika, menghormati guru, menghormati tuan guru. Kalau pemimpin/ulama memutuskan sesuatu, umatnya pasti ikut meskipun tidak semua.
Karena TGB semula berafiliasi dengan kelompok yang berseberangan dengan pemerintah (Prabowo), maka waktu Pilpres 2014, masyarakat NTB yang memilih Jokowi itu nggak sampai 30 persen. Cuma 27 persen.
Sekali pun pendukungnya di sini cuma 27 persen, Jokowi sudah berkunjung delapan kali ke NTB. Sementara presiden lain, sejak zaman Soekarno, nggak ada yang datang sampai delapan kali.
ADVERTISEMENT
Meskipun kalah total di NTB, Presiden Jokowi ini beda. Dia sangat memperhatikan NTB. Mungkin karena beliau tahu NTB termasuk salah satu provinsi termiskin, tetapi punya potensi luar biasa untuk dikembangkan, misal potensi wisatanya.
TGB bukan orang pertama yang beralih mendukung Jokowi. Adakah strategi khusus dari Jokowi untuk merangkul mereka?
Romahurmuziy: Pasti. Kami (di partai koalisi Jokowi), satu dan yang lain memiliki penugasan masing-masing untuk melakukan pendekatan kepada tokoh-tokoh.
Misalnya dalam pembicaraan terakhir, Pak Jokowi menugaskan kepada saya untuk mendekati sejumlah ulama di Jawa Timur, khususnya Madura dan daerah Tapal Kuda (timur Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, Jember, Situbondo, Bondowoso, Banyuwangi) yang terindikasi belum bersama Jokowi di Pemilu 2014.
Yang ditembak (jadi target) tentu titik di mana Pak Jokowi kalah pada 2014. Nah itu ada di 10 provinsi dan 151 kabupaten/kota.
ADVERTISEMENT
Ace: Pasti direncanakan (untuk merangkul lawan). Karena salah satu di antara upaya yang dilakukan, termasuk di antaranya oleh partai pendukung pemerintahan seperti Golkar, adalah memastikan dukungan kepada Pak Jokowi dari semua segmen masyarakat, termasuk dari pihak-pihak yang selama ini berseberangan dengan Pak Jokowi.
Hendrawan: Oh, tidak ada strategi khusus untuk itu. Teman-teman yang tadinya berseberangan (dengan Jokowi) kan juga orang-orang yang rasional, yang berusaha objektif. Saya yakin, orang-orang yang objektif dan rasional ini tidak mudah dibelah-belah dalam kubu-kubuan. Mereka kan bisa menilai apa yang terjadi. Mereka melihat kinerja—kerja, kerja, kerja—pemerintahan saat ini.
Jangan sampai dalam demokrasi, permusuhan dan kebencian diabadikan. Enggak boleh begitu. Demokrasi itu orang sepakat dalam ketidaksepakatan. Orang bersetuju dalam perbedaan yang ada.
Bagaimana kemungkinan TGB menjadi cawapres Jokowi?
ADVERTISEMENT
Kurtubi: TGB pantas menjadi cawapres Jokowi.
Satu, biasanya pasangan presiden dengan wakil presiden itu kombinasi antara Jawa dan luar Jawa. Dua, TGB ini pemimpin daerah yang religius, mengerti agama karena pendidikannya sekolah agama. Dia ceramah di mana-mana. Banyak pendengarnya, banyak pengikutnya. TGB punya pondok pesantren yang luas dengan alumni ratusan ribu.
Kalau jadi cawapres, TGB punya modal sosial yang cukup kuat. Sehingga ada kombinasi Jawa-luar Jawa, kombinasi Jokowi yang nasionalis dan TGB dari sisi religiusnya. Sebab, selama ini Jokowi sering dikritisi dari sisi keagamaan.
ADVERTISEMENT
Ruhut: Bicara cawapres, yang tahu Pak Jokowi karena dia punya hak prerogatif. Jangan lupakan (Ketua Umum PDIP) Ibu Megawati Soekarnoputri. Karena bagaimanapun, dia punya peran dalam kemenangan Jokowi menjadi presiden.
------------------------
Ikuti aksi Guru Bajang Menyeberang di Liputan Khusus kumparan.