Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
Tim kuasa hukum paslon nomor urut 01, Jokowi-Ma'ruf, menilai klaim perolehan suara Prabowo-Sandi dalam gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) bersifat imajinatif.
ADVERTISEMENT
Kuasa hukum 01 dalam jawabannya sebagai pihak terkait di MK, menganggap Prabowo-Sandi tidak menguraikan secara jelas bagaimana klaim suara itu diperoleh. Hanya disebutkan perolehan suaranya saja, itu pun berubah-ubah.
Klaim pertama yang disoal TKN adalah pada 17 April sekitar pukul 17.00 WIB, saat Prabowo menyatakan dirinya unggul dengan prosentase 52,2% menurut exit poll. Sehari setelahnya, Prabowo dalam pidato kemenangan menyatakan keunggulannya mencapai 62%.
Kemudian keunggulan itu turun di angka 54,24% saat pidato di Hotel Grand Sahid pada 14 Mei. Selanjutnya dalam revisi gugatan di MK, kubu Prabowo-Sandi mengklaim unggul dengan 52% berbanding 48%.
"Dengan demikian, berapakah sesungguhnya prosentase atau angka kemenangan yang diklaim pemohon (Prabowo-Sandi) atas pihak terkait? Bukan saja tidak diketahui secara pasti oleh pihak terkait, tapi juga tidak diketahui secara pasti oleh pemohon sendiri," bunyi jawaban tim kuasa hukum TKN Jokowi seperti yang termuat di website MK, Senin (17/6).
ADVERTISEMENT
(Yusril mempersilakan kumparan mengutip dokumen jawaban yang dipublikasikan MK, namun dokumen itu direvisi yang berkasnya baru diserahkan sore ini, dan akan dipublikasikan MK menyusul).
"Jadi tidak berlebihan kiranya jika para pengamat berpandangan bahwa klaim pemohon tersebut bersifat imajinatif," lanjut bunyi jawaban itu.
Menurut kuasa hukum 01, permohonan Prabowo-Sandi hanya mendalilkan yang bersifat kualitatif.
Sebab kubu 02 hanya mencantumkan contoh-contoh peristiwa yang kemudian diklaim sebagai pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif tanpa menguraikan hubungannya dengan data kuantitatif hasil perolehan suara.
Peristiwa-peristiwa yang diklaim kecurangan itu di antaranya penyalahgunaan birokrasi dan BUMN, pembatasan kebebasan media dan pers, dan ketidaknetralan aparatur negara.
"Pemohon semestinya tidak saja mengontruksi berbagai bentuk dugaan kecurangan dan pelanggaran berdasarkan narasi yang bersifat kualitatif saja, tetapi pemohon wajib menguraikan dengan jelas dan gamblang baik locus (tempat -red) maupun tempus (waktu -red) dellictie-nya. Apa, kapan, di mana, siapa, dan bagaimana terjadinya dugaan kecurangan dan pelanggaran itu terjadi," jelas bunyi jawaban.
ADVERTISEMENT
Sehingga kuasa hukum 01 meminta MK untuk tidak menerima dan menolak gugatan tersebut.