Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Titi Anggraini soal Usulan Kepala Daerah Dipilih DPRD: Mempreteli Hak Rakyat
13 Desember 2024 15:55 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Presiden Prabowo Subianto membuka wacana sistem pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat diubah menjadi dipilih oleh DPRD seperti era Orba untuk menekan biaya politik.
ADVERTISEMENT
Pengajar Pemilu di Fakultas Hukum UI, Titi Anggraini, menilai hal itu sebagai langkah mundur.
“Dalam pandangan saya, lebih baik pemerintah fokus menata konsolidasi demokrasi di Indonesia tanpa harus banyak membuat narasi yang bisa menimbulkan kontroversi karena mempreteli hak rakyat dalam berdemokrasi,” ujar Titi saat dikonfirmasi, Jumat (13/12).
Titi menyebut pemerintah mestinya fokus mengevaluasi apa yang bisa diperbaiki dari penyelenggaraan sebelumnya.
Apabila pemilihan dikembalikan ke DPRD, kata Titi, memang biaya politik kemungkinan bisa menjadi lebih murah. Namun bukan berarti praktik money politics (politik uang) selama pilkada akan hilang.
“Mungkin saja biayanya menjadi lebih murah, tapi tidak serta-merta menghilangkan praktik politik uang dan juga politik biaya tinggi dalam proses pemilihannya,” ujar dia.
ADVERTISEMENT
Akar Masalah: Hukum dan Internal Partai
Titi mengatakan, yang harus diperbaiki dalam sistem pilkada adalah penegakan hukum dan demokrasi dalam internal partai. Sebab hal tersebut merupakan akar dari permasalahan saat ini.
Pilkada Amanat Reformasi
Pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan amanat era Reformasi untuk menciptakan pemerintahan yang lebih demokratis, transparan, dan akuntabel. Hal ini berbeda dengan era Orde Baru, kepala daerah yang dipilih oleh DPRD provinsi dan kabupaten.
Pilkada pertama di Indonesia pertama digelar di Kabupaten Kutai Kartanegara pada Juni 2005. Jakarta baru mengadopsi pilkada langsung dalam Pilgub 2007.
Usulan Prabowo Kembali ke DPRD
Sebelumnya Prabowo menyoroti biaya politik dalam pilkada yang sangat besar. Ia mengajukan adanya perubahan dalam sistem pemilu agar efisien dan tidak mahal.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut disampaikan oleh Prabowo dalam sambutannya di acara perayaan HUT ke-60 Partai Golkar di SICC, Bogor, Kamis (12/12).
"Saya sangat tertarik pemikiran Ketum Golkar, menurut saya hari ini yang paling penting yang disampaikan Ketum Golkar tadi, bahwa kita semua merasakan demokrasi yang kita jalankan ada suatu atau ada beberapa hal yang harus kita perbaiki bersama-sama," kata Prabowo.
"Menurut saya, kita harus perbaiki sistem kita. Dan kita tidak boleh malu untuk mengakui bahwa kemungkinan sistem ini terlalu mahal. betul?" tanya Prabowo dijawab setuju oleh hadirin.
Prabowo kemudian menyinggung kembali soal usulan perbaikan sistem parpol. Di momen HUT ke-60 Golkar ini, kata Prabowo, harus turut menjadi momen untuk memikirkan perbaikan sistem politik.
ADVERTISEMENT
"Ketum Golkar, salah satu partai besar, tapi menyampaikan perlu ada pemikiran memperbaiki sistem parpol. Apalagi ada Mbak Puan (PDIP) kawan-kawan dari PDIP, kawan-kawan dari partai lain mari kita berpikir mari kita tanya apa sistem ini, berapa puluhan triliun habis dalam satu dua hari, dari negara maupun dari tokoh-tokoh politik masing-masing," ucapnya.
Prabowo sempat menyebut nama-nama sejumlah negara — yang memiliki sistem politik berbeda dengan Indonesia — sebagai contoh.
"Iya kan? Saya lihat negara-negara tetangga kita efisien, Malaysia, Singapura, India, sekali milih anggota DPR/DPRD sekali milih ya udah DPRD itu milih gubernur, milih bupati," ucapnya.