Tito Soroti Keluarga Kepala Daerah hingga Timses Jadi Honorer: Tak Ada Keahlian

13 September 2023 20:36 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mendagri Tito Karnavian memimpin Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Daerah di Gedung Sasana Bhakti Praja (SBP), Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (11/9/2023). Foto: Kemendagri RI
ADVERTISEMENT
Mendagri Tito Karnavian menyoroti banyaknya tenaga honorer di daerah yang tidak kapabel. Kebanyakan mereka adalah keluarga dan tim sukses kepala daerah bersangkutan.
ADVERTISEMENT
"Tenaga honorer ini ada tiga macam, satu ada yang spesialis tenaga kesehatan, seperti perawat segala macam, yang kedua adalah guru yang mengajar," kata Tito saat memberikan sambutannya di acara StranasPK di Kemendagri, Rabu (13/9).
"Nah itu fine, lah, tapi yang ketiga ini tenaga administrasi, tenaga administrasi ini rata-rata adalah tim sukses atau keluarganya kepala daerah atau pejabat di situ. Dikasih kerjaan," tambah dia.
Aksi unjuk rasa pekerja honorer kota Serang, Banten di depan Gedung DPR/MPR Senin (7/8/2023). Foto: Haya Syahira/kumparan
Yang disoroti Tito adalah karena tenaga honorer bidang administrasi tersebut tidak memiliki kapasitas semestinya. Bahkan, absen pagi lalu siangnya ngopi-ngopi.
"Jam 8 masuk, tidak punya keahlian, jam 10 sudah ngopi-ngopi, sudah hilang," kata dia.
Keberadaan tenaga honorer tanpa kapabilitas ini disinggung Tito saat membicarakan anggaran belanja negara. Ketika pejabatnya berganti, lanjut dia, maka akan masuk kembali tim sukses baru menjadi tenaga honorer.
ADVERTISEMENT
Hasilnya, tenaga honorer menumpuk tanpa kemampuan khusus. Modus macam ini kerap dijumpai di daerah-daerah.
"Ini membuat belanja pegawai di daerah-daerah yang bergantung dari transfer pusat semua tersedot ke situ anggarannya," terang Tito.
Aksi unjuk rasa pekerja honorer kota Serang, Banten di depan Gedung DPR/MPR Senin (7/8/2023). Foto: Haya Syahira/kumparan
Penumpukan honorer 'keluarga-timses' ini kemudian membuat program kegiatan di daerah banyak yang mengarah untuk gaji pegawai. Sedangkan biaya program untuk masyarakat hanya dapat sisa.
"Yang belanja modal yang betul-betul menyentuh untuk rakyat, membangun jalan, mungkin cuma 15-20 persen, jadi tidak ada kemajuan apa-apa," imbuhnya.