SQUARE, Cover story corona

Tracing Kasus Corona, Syarat Mutlak New Normal

7 Juni 2020 21:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Personel TNI memastikan pengunjung menjaga jarak di pusat perbelanjaan di Tangerang. Foto: ANTARA/Fauzan
zoom-in-whitePerbesar
Personel TNI memastikan pengunjung menjaga jarak di pusat perbelanjaan di Tangerang. Foto: ANTARA/Fauzan
ADVERTISEMENT
Pelacakan kasus corona mutlak diperlukan seiring transisi sejumlah wilayah di Indonesia menuju kondisi normal baru (new normal)—yang sebetulnya intinya adalah pelonggaran kegiatan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Tak kurang dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mensyaratkan kemampuan pelacakan sebagai salah satu syarat bila sebuah negara hendak melonggarkan pembatasan aktivitas warganya.
Ahli Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Pandu Riono, menyatakan Indonesia harus terus meningkatkan kapasitas pelacakan kasus. Menurutnya, pemerintah perlu belajar dari pengalaman terdahulu ketika terlambat melacak masuknya COVID-19 di tanah air.
“Penularan pada awal-awal (pandemi) itu sangat sulit ditekan karena kita enggak bisa mengisolasi cepat orang-orang yang terinfeksi,” kata Pandu.
Pengalaman buruk itu, lanjutnya, bisa menjadi bekal penting saat ini agar kondisi normal baru tak menjadi pemicu gelombang baru.
Berikut petikan perbincangan dengan Pandu Riono terkait kapasitas pelacakan kasus di Indonesia.
Dokter Pandu Riono, ahli epidemiologi UI. Foto: Dok. Pandu Riono
Bagaimana Anda melihat kemampuan pemerintah daerah dalam melacak kontak pasien corona?
ADVERTISEMENT
Itu tergantung kapasitas testing juga. Problem di awal-awal (pandemi itu) terlambat testing sampai seminggu atau 10 hari. Alhasil susah tracing lagi ke belakang sehingga penularan di awal sangat sulit ditekan karena kita enggak bisa mengisolasi cepat orang-orang yang terinfeksi. Mereka mungkin enggak bergejala, atau gejalanya ringan, terus (keburu) menular ke orang lain.
Lalu faktor apa yang mempengaruhi kapasitas testing?
Teknologi testing-nya. Kalau misal hasilnya bisa keluar cepat, bisa langsung ditangani lebih jauh. Masalahnya, keterlambatan menyebabkan semuanya kacau sehingga penularan virus corona pada awal-awal pandemi muncul (di Indonesia) sangat sulit ditekan.
Ilustrasi: Maulana Saputra/kumparan
Dari segi SDM, apa upaya pemerintah daerah untuk memenuhi tenaga pelacak?
Di beberapa daerah mulai melibatkan beberapa mahasiswa kesehatan seperti perawat dan sebagainya. Mereka ini sudah mengenal istilah-istilah dan hal-hal yang harus dilakukan, jadi tidak blank sama sekali. Jadi yang diprioritaskan (untuk membantu) adalah orang-orang yang punya background kesehatan.
ADVERTISEMENT
Jadi apa saja yang harus diperhatikan menjelang new normal?
Testing, contact tracing, isolasi. Itu kuncinya. Dan harus cepat. Karena kalau enggak, nanti akan menjadi perluasan penularan—klasternya membesar. Sehingga bisa terjadi apa yang ditakutkan kalau (kegiatan masyarakat) dilonggarkan: gelombang kedua corona.
Petugas contact tracing sudah harus terlatih, (berjumlah) banyak, sehingga penanganan bisa cepat. Rumah sakit dan sebagainya juga sudah harus siap.
Terkait testing, saya pernah dengar di diskusi-diskusi (katanya) reproductive rate (R0) sudah kurang dari 1 sehingga kita tidak membutuhkan testing. Siapa bilang? Malah testing harus meningkat. Kita harus mengidentifikasi klaster-klaster baru, daerah baru yang kita anggap potensial (muncul corona). Kalau tidak, kita akan kebobolan seperti di Singapura dan Korea Selatan.
Klaster corona baru muncul di Korsel seiring pelonggaran kegiatan warga di negeri itu. Foto: REUTERS/Kim Hong-Ji
Jakarta bisa belajar supaya pelonggarannya pelan-pelan. Tapi pelonggaran itu tingkat kewaspadaanya harus dua kali dari semula. Saat dilonggarkan (lebih jauh) lagi, kewaspadaannya harus empat kali lipatnya. Begitu terus.
ADVERTISEMENT
Bagaimana cara meningkatkan kewaspadaan? Ya testing-nya harus banyak. Contact tracing harus siap.
Sejumlah pemerintah daerah mengklaim wilayahnya telah menjadi zona hijau. Apa yang harus dilakukan supaya tak ada kasus-kasus baru di wilayah-wilayah itu?
Saya tidak sependapat dengan istilah zona merah atau hijau. Status itu begitu dinamis. Jika di zona hijau ada satu kasus jadi merah, (kan jadi ganti status). Begitu pasien kasus itu sudah sembuh, hijau lagi.
Kalau di luar negeri tuh pakai level of alertness. Jadi ngggak bisa berpikir ada kasus atau enggak ada kasus. Adanya kasus tuh tergantung banyak hal—testing, ada orang luar masuk, dan ada orang yang menunjukkan gejala. Lagi pula, virus itu nggak kenal lurah atau RW karena masyarakat, terlebih seperti orang Jakarta, sangat mobile.
ADVERTISEMENT
***
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona.
Yuk, bantu donasi untuk atasi dampak corona.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten