Cover Lipsus Dinasti Politik di Parlemen

Tumbuh Subur Politik Dinasti di Parlemen

8 April 2024 19:59 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Politik dinasti tak cuma marak di jabatan eksekutif, tapi juga legislatif. Trennya terus meningkat. Sepanjang Pemilu 2009 sampai 2019 saja, sebanyak 178 anggota DPR terpilih berkat pengaruh dinasti politik.
ADVERTISEMENT
***
Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Begitu pula anak-anak politisi yang kerap mengikuti jejak orang tuanya masuk ke jagat politik dan nyaleg, baik di tingkat DPR maupun DPRD. Rizal Aldyatma salah satunya. Niat pemuda 24 tahun itu untuk menekuni profesi sebagai fotografer pudar setelah permintaan khusus sang ayah: majulah jadi anggota Dewan.
Rizal adalah putra Hasto Wardoyo, Bupati Kulonprogo, DIY, periode 2011-2019 yang kini menjabat sebagai Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Rizal yang baru lulus sarjana dari FISIP UPN Veteran Yogyakarta pada 2023 tak dinyana langsung diminta maju jadi caleg DPRD Kulonprogo. Alasannya: untuk melanjutkan perjuangan sang ayah.
“Saya deep talk panjang sama Bapak. Awalnya enggak [mau nyaleg]. Ingin jadi pewarta foto, tapi enggak boleh sama Bapak. Disuruh lanjut kuliah S-2 dulu di Australia; sudah ambil kursus bahasa Inggris [untuk persiapan]. Tujuannya ya untuk nyaleg,” ujar Rizal saat berbincang dengan kumparan di Jakarta, Kamis (4/4).
ADVERTISEMENT
Rizal ialah empat bersaudara. Semua saudaranya berprofesi sebagai dokter, mengikuti jejak ayah mereka—yang juga dokter dan konsultan kesehatan selain politisi dan pejabat. Hanya Rizal yang tidak berkuliah di Fakultas Kedokteran.
Ketiga saudara Rizal yang dokter bisa saja terjun ke dunia politik, tapi tidak untuk saat ini karena kesibukan pekerjaan. Padahal, tutur Rizal, “Pada 2024 ini ada kesempatan. Kebetulan saya sudah lulus dan cukup umur [untuk nyaleg]. Akhirnya diarahkan ke politik.”
Rizal Aldyatma. Foto: Instagram/@rizalaldyatma
Pada akhirnya Rizal memahami keinginan ayahnya dan bersedia nyaleg. Ia menegaskan bahwa orientasinya bukan jabatan, melainkan masyarakat. Ia juga menganggap langkahnya yang dadakan masuk politik sebagai bentuk darmabakti.
“Istilahnya melanjutan kebaikan orang tua; memenuhi panggilan (tanggung jawab politik). Waktu periode kedua Bapak di Kulonprogo [sebagai bupati] kan belum selesai [masa tugasnya], sudah dipanggil bertugas di BKKBN. Jadi banyak yang belum selesai,” kata Rizal yang lulus dengan skripsi berjudul ‘Strategi Komunikasi Kesehatan Kabupaten Kulonprogo dalam Menurunkan Angka Stunting.’
ADVERTISEMENT
Setelah fix nyaleg, Rizal langsung bergabung dengan Banteng Muda Indonesia dan Taruna Merah Putih, organisasi sayap PDIP—partai yang menaungi ayahnya. Di situlah ia baru bertemu kader-kader partai.
Rizal mengakui masih harus belajar banyak soal politik. Selama kuliah, ia tak terpikir ikut organisasi macam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Ia hanya bergabung dengan klub fotografi di kampusnya, sesuai minatnya.
Walau begitu, Rizal bukannya sama sekali tak tahu politik, sebab ayahnya sering bercerita mengenai rapat-rapat dengan DPRD semasa ia menjabat sebagai bupati; termasuk bercerita tentang ragam karakter anggota Dewan.
Rizal Aldyatma (paling kanan, berkacamata). Foto: Dok. Istimewa
“Saya masih adaptasi. Kemarin [saat nyaleg] pendekatan intensif ke konstituen. Banyak orang yang enggak nyangka saya bisa bahasa Jawa halus,” ujar Rizal, mengisyaratkan bahwa kemampuannya bertutur krama inggil ternyata memberinya keuntungan ketika turun menemui masyarakat.
ADVERTISEMENT
Rizal akhirnya terpilih. Ia lolos menjadi anggota DPRD Kulonprogo, seperti keinginan ayahnya. Menyadari ilmu politiknya masih kurang, Rizal akan melakoni kaderisasi berjenjang di partainya, termasuk mengikuti Sekolah Partai PDIP.
Meski tak menampik nama besar Hasto Wardoyo di Kulonprogo membantunya dalam berkampanye, Rizal merasa figur sang ayah secara umum tak berpengaruh signifikan, sebab masyarakat lebih melihat karakter dia sendiri sebagai caleg.
Kalau nama sang ayah jadi faktor utama, ujar Rizal, perolehan suaranya bisa mencapai target sebanyak 7.500, bukan hanya 4.500. Menurutnya, kebanyakan masyarakat lebih suka yang “pasti-pasti saja” alias calon petahana, bukan caleg baru seperti dirinya.
Rizal Aldyatma dan Alam Ganjar. Foto: Dok Instagram @rizalaldyatma

Darah Lebih Kental Dari Air

Rizal hanya satu contoh caleg yang berkeluarga dengan pejabat atau politisi senior. Kekerabatan politik macam itu jamak dijumpai, baik di lembaga eksekutif maupun legislatif, di pusat maupun di daerah.
ADVERTISEMENT
Yang paling kontroversial tentu saja Gibran Rakabuming Raka, wakil presiden terpilih yang merupakan putra sulung Presiden Jokowi. Selain Gibran, ada pula Agus Harimurti Yudhoyono—putra sulung Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono—yang belum lama ini ditunjuk Jokowi menjadi menterinya.
Bila AHY tetap menjabat sebagai menteri pada pemerintahan Prabowo-Gibran kelak, maka setidaknya ada dua anak presiden yang memegang jabatan eksekutif, yakni Gibran dan AHY. Ini menunjukkan bahwa politik dinasti bukan hal tabu di Indonesia meski kerap menjadi polemik.
Gibran dan AHY. Foto: Muhammad Adimaja/Antara
Dinasti politik di parlemen pun hal yang biasa. Di antara para caleg terpilih ialah Diah Pikatan Orissa Putri Hapsari alias Pinka Haprani, putri Ketua DPR Puan Maharani—yang artinya juga cucu Ketua Umum PDIP dan Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri.
Diah Pikatan Orissa Putri Hapsari atau Pinka Haprani (paling kanan) bersama ibunya, Puan Maharani; neneknya, Megawati Soekarnoputri; ayahnya, Hapsoro Sukmonohadi alias Happy Hapsoro; dan adiknya, Praba Diwangkara Caraka Putra Soma (paling kiri). Foto: Instagram/@puanmaharaniri
Ada pula Ravindra Airlangga, putra Menko Perekonomian dan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto; serta Putri Zulkifli Hasan, anak pertama Menteri Perdagangan dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan.
Putri Zulkifli Hasan (paling depan) bersama ayahnya dan Prabowo di Lampung, 11 Januari 2024. Putri maju caleg dari dapil Lampung I dan lolos ke DPR. Foto: Dok. Istimewa
Berikutnya ada Dave Akbarshah Fikarno Laksono, putra mantan Ketua DPR dan eks Ketua Umum Golkar Agung Laksono; Puteri Anetta Komarudin, anak mantan Ketua DPR dan politisi Golkar Ade Komarudin; Casytha Arriwi Kathmandu, putri anggota DPR dan Ketua DPP PDIP Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul; Prananda Surya Paloh, putra Ketua Umum NasDem Surya Paloh; serta Mochamad Hervianto Widyatama, putra Kepala BIN Budi Gunawan.
ADVERTISEMENT
Pada Pileg 2024 ini, Dave Laksono terpilih untuk ketiga kalinya ke DPR; sedangkan Puteri Komarudin, Casytha Kathmandu, Prananda Paloh, dan Mochamad Hervianto lolos untuk kedua kalinya ke Senayan.
Sekar Tandjung, putri Akbar Tandjung, jadi anggota DPRD Solo. Foto: Instagram/@sekar.tandjung
Kekerabatan caleg terpilih dengan politisi kawakan tak cuma di DPR, tapi juga di DPRD. Contohnya Sekar Krisnauli Tandjung, Ketua DPD Golkar Solo dan putri Ketua Dewan Kehormatan Golkar Akbar Tandjung, yang lolos ke DPRD Solo; Alia Noorayu Laksono, Stafsus Menpora dan putri Ketua Dewan Pakar Golkar Agung Laksono, yang lolos ke DPRD DKI Jakarta; dan Zita Anjani, putri kedua Ketum PAN Zulkifli Hasan, yang lolos untuk kedua kalinya ke DPRD DKI Jakarta.
Zita Anjani dalam konpers Persiapan Perayaan Ulang Tahun ke-25 PAN di Jakarta, Agustus 2023. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Selain relasi anak-orang tua, ada pula caleg DPR terpilih yang memiliki hubungan suami-istri dengan sesama politisi/pejabat. Misalnya pasangan artis Mulan Jameela dan Ahmad Dhani; Ahmad Muzani (Sekjen Gerindra) dan Himmatul Aliyah (istri); Ida Fauziyah (Menteri Ketenagakerjaan) dan Taufiq R. Abdullah (suami, anggota DPR); Netty Prasetiyani (istri Gubernur Jawa Barat 2008-2018 Ahmad Heryawan); dan Atalia Praratya (istri Gubernur Jawa Barat 2018-2023 Ridwan Kamil).
ADVERTISEMENT

Privilese Keluarga Politisi

ADVERTISEMENT
Direktur Eksekutif Puskapol UI Hurriyah menyatakan, kebanyakan anak atau kerabat politisi nyaleg karena dorongan keluarga. Selain Rizal Aldyatma, politisi muda yang lebih dulu mengalaminya adalah Dave Laksono, putra Agung Laksono menjabat sebagai anggota DPR RI sejak 2014 sampai sekarang, dan kini terpilih kembali untuk periode ketiganya.
Dave Laksono. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
Pria lulusan Fakultas Ilmu Politik California State University, Northridge itu sudah lekat dengan dunia politik sejak kecil berkat aktivitas sang ayah sebagai anggota DPR dan menteri. Dave pun berorganisasi sejak muda. Ia aktif di OSIS, dan menjadi Ketua Perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat (Permias) saat berkuliah di AS. Ia juga bergabung dengan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI).
ADVERTISEMENT
Lulus kuliah, Dave bergabung dengan Golkar, partai tempat berkiprah ayahnya. Ia menjadi Ketua Umum Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI)—organisasi sayap kepemudaan Partai Golkar; bertugas di DPD Golkar DKI Jakarta, DPD Golkar Cirebon; serta berkiprah di Kosgoro—salah satu ormas pendiri Golkar.
“Semua tahapan itu supaya saya menjadi lebih matang [dalam berpolitik]. Sampai sekarang dua periode [di DPR] ini, saya terus belajar dan jaga nama baik keluarga,” kata Dave di Gedung DPR RI, Senayan.
Kepada kumparan, ia berkata bahwa ia terjun ke dunia politik “by design”.
“Karena saya dekat dengan organisasi politik sejak muda, politik sudah mendarah daging buat saya. Menjadi putra seorang tokoh seperti Pak Agung itu privilese. Saya terekspose nama besar beliau, dan kini harus menjaga nama baik beliau,” ujar Dave, mengakui pengaruh nama besar sang ayah dalam karier politiknya.
Alia Laksono, adik Dave Laksono. Foto: Dok Instagram @alialaksono
Privilise tak hanya didapat Dave, tapi juga adiknya yang lolos ke DPRD DKI Jakarta, Alia Laksono. Menurut Dave, seperti dirinya, Alia juga ikut pendidikan politik dulu di Golkar Institute selama dua bulan.
ADVERTISEMENT
Meski mendapat privilese sebagai anak politisi, Dave menyebut bahwa tanpa keyakinan dan upaya, mereka tak bakal berhasil meraih kursi Dewan.
“Kalau enggak punya jiwa bertarung, ya enggak bakalan dapat. It’s not easily given. Kami harus fight agar dikenal masyarakat. Kami harus membangun trust,” ucap Dave.
Sekar Tandjung usai wisuda bersama ayahnya, Akbar Tandjung, dan ibunya, Krisnina Maharani. Foto: Instagram/@akbartandjung
Privilese juga dimiliki Sekar Tandjung, putri Akbar Tandjung—Ketua DPR dan Ketua Umum Golkar 1999-2004 pada masa transisi RI dari Orde Baru ke era Reformasi. Tumbuh berayahkan politisi membuat Sekar menaruh minat kepada politik sejak muda dan aktif berorganisasi sejak SMP.
ADVERTISEMENT
“Saat SMA, saya jadi panitia Gema Genta yang angkat tema politik dan demokrasi, dengan harapan bisa mengajak siswa-siswi SMA membuka mata terhadap Pemilu 2014 karena itu pertama kali kami mencoblos,” ujar Sekar kepada kumparan, Minggu (7/4).
Saat mengambil studi ilmu jurnalistik di Boston University dan magang sebagai jurnalis di ABC News, Sekar juga sering bersentuhan dengan isu sosial politik seperti meliput 100 Hari Pemerintahan Presiden Trump. Jejaringnya makin luas sehingga ia di kemudian hari ikut membantu tim kampanye Marty Walsh, Wali Kota Boston 2014-2021.
Sepulangnya ke Indonesia, pada Pilpres 2019, Sekar bergabung dalam tim kampanye Prabowo-Sandi sebagai media officer. Seiring waktu, ia mendapat ekosistem yang pas untuk terjun ke dunia politik.
ADVERTISEMENT
“Irisan saya dengan politik cukup kental sehingga ketika ada kesempatan, saya ambil dan beranikan diri menjadi caleg.
Sekar Tandjung berkampanye di Pileg 2024. Foto: Dok Instagram@rytroc
“Karena saya maju dari kampung ibu saya [di Laweyan, Solo], itu ada keluarga dan family friends yang juga ikut membantu, mengarahkan, memberi pendidikan politik agar bisa semasif mungkin memperkenalkan diri kepada masyarakat,” kata Sekar.
Ia kini terpilih sebagai anggota DPRD Solo. Setahun sebelumnya, April 2023, Sekar terpilih secara aklamasi sebagai Ketua DPD Golkar Solo. Ia memang sengaja mengawali kiprah politik dari tingkat kota/kabupaten untuk mengasah kemampuan diri agar siap berada sedekat mungkin dengan masyarakat.
Sebagai politisi muda yang baru mengawali karier, Sekar merasa salah satu privilese yang ia miliki adalah bisa belajar politik praktis langsung dari ayahnya dan rekan-rekan ayahnya.
ADVERTISEMENT
“Saya dipertemukan dengan orang-orang yang telah lama berkiprah dengan ayah saya dan ingin membantu saya; ingin memperkenalkan kami ke orang lain; dan memberi masukan,” tutur Sekar.
Meski demikian, privilese bukanlah faktor utama, dan karenanya ada batasnya. Di atas privilese itu, tegas Sekar, adalah kerja keras dan kompetensi individu.
Dinasti politik di parlemen. Apakah anda atau kerabat anda salah satunya? Ilustrasi: Adi Prabowo/kumparan
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten