UII Jihad untuk Bangsa dengan Ajukan Judicial Review UU KPK ke MK

11 November 2019 15:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konferensi pers Universitas Islam Indonesia (UII) mengajukan judicial review UU KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK). Foto:  Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi pers Universitas Islam Indonesia (UII) mengajukan judicial review UU KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Universitas Islam Indonesia (UII) memutuskan untuk mengajukan Judicial Review (JR) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
ADVERTISEMENT
Permohonan ini diajukan oleh lima orang yaitu Rektor UII Fathul Wahid, Dekan Fakultas Hukum UII Abdul Jamil, Direktur Pusat Studi HAM UII Eko Riyadi, Direktur Pusat Studi Kejahatan Ekonomi FH UII Ari Wibowo, dan Dosen FH UII Mahrus Ali.
Eko Riyadi selaku juru bicara menjelaskan bahwa langkah ini merupakan langkah jihad membela kepentingan anak bangsa. Menurutnya korupsi merupakan hal yang mengerikan dan menghabisi negara terutama dalam pemenuhan hak-hak publik.
“Kami melihat ini adalah jihad untuk kepentingan anak bangsa, karena kami melihat bahwa korupsi itu menjadi hal yang sangat mengerikan yang selama ini mengurangi bahkan menghabisi kapasitas negara di dalam memenuhi hak-hak publik terutama," kata Eko saat jumpa wartawan di UII Jalan Cik Ditiro, Kota Yogyakarta, Senin (11/11)
Konferensi pers Universitas Islam Indonesia (UII) mengajukan judicial review UU KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Eko menjelaskan langkah ini merupakan langkah konstitusional. Sejak awal, UII juga mengikuti isu pelemahan KPK ini mulai dari seleksi komisioner KPK hingga pihaknya juga memberikan perhatian besar terkait revisi UU KPK yang disahkan dalam UU Nomor 19 Tahun 2019.
ADVERTISEMENT
“Secara umum kita melihat ada banyak aspek yang perlu didiskusikan ulang. Oleh karena itu saya atas nama UII menempuh jalan konstitusional yang diatur dalam konstitusi. Langkah ini langkah yang paling baik saat ini melalui jalur yang diberikan hukum melalui MK,” kata dia.
Eko mengatakan Judicial Review menjadi langkah yang paling baik hari ini. Untuk itu dia ingin melibatkan banyak pihak karena proses ini kerja untuk negeri, bukan kerja untuk pihak tertentu.
“Apa yang kami ajukan harapannya bisa dikabulkan hakim di MK. Karena hakim MK merupakan negarawan, hakim MK berdiri di atas kepentingan bangsa dan negara,” ucap Eko.
Sementara itu, Rektor UII Fathur Wahid, mengatakan, UII lahir dari rahim yang sama dengan Republik Indonesia. Pihaknya tidak rela jika praktik korupsi merajalela. Mereka melihat ada masalah yang serius baik pada aspek formil maupun materil dalam RUU KPK.
ADVERTISEMENT
“Masalah tersebut berpotensi melemahkan KPK. Detail kami sampaikan dalam naskah permohonan Judicial Review UII ke Mahkamah Konstitusi,” ujar dia.
Melalui kuasa hukum Anang Zubaidy, berkas permohonan sudah diserahkan pada 7 November lalu. Langkah ini diharapkan dapat membatalkan UU Nomor 19 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.
“Berkas kami sudah diterima pegawai MK yang bernama Syafrudin pada jam 10.39 WIB," ujar dia.
UU KPK yang baru sudah mulai berlaku sejak 17 Oktober 2019. UU tersebut sempat menjadi polemik lantaran proses pembahasan serta isinya dianggap justru melemahkan KPK.
Bahkan, KPK sudah merilis ada 26 poin yang berpotensi melumpuhkan lembaga antirasuah itu lantaran UU baru tersebut.
ADVERTISEMENT