Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Usai Putusan MK: Maju Mundur PDIP Usung Anies, Mencla-mencle Golkar Dukung Airin
27 Agustus 2024 14:43 WIB
·
waktu baca 16 menitAnies yang didampingi juru bicaranya Sahrin Hamid dan eks Menteri Perdagangan era Presiden Jokowi, Thomas Lembong, disambut hangat Ketua DPD PDIP Jakarta Ady Wijaya alias Aming, Wakil Sekretaris Bidang Internal Bambang Mujiono, dan jajaran pengurus DPD PDIP.
Hari itu, Anies berupaya menjemput takdirnya ke PDIP untuk mendapat kesempatan kedua bisa maju di Pemilihan Gubernur Jakarta. Sebelumnya, ia sudah dicegat tak bisa maju Pilgub Jakarta usai ditinggal PKS, NasDem, dan PKB yang bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus besutan Gerindra.
PDIP yang punya 15 kursi DPRD dan 14,01% suara sah semula tak bisa mengusung Anies, sebab syarat minimal yang dibutuhkan 20% kursi DPRD atau 25% suara sah. Namun, angin kedua datang.
Putusan MK No. 60/PUU-XXII/2024 yang terbit Selasa (20/8) menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah setara calon independen berdasarkan daftar pemilih tetap (DPT). Di Jakarta, kini syarat pencalonan menjadi 7,5% suara sah partai. Kartu Anies kembali terbuka dan PDIP menjadi satu-satunya tiketnya yang tersisa.
Usai sowan ke DPD PDIP siang itu, Anies menyatakan pertemuannya dengan pengurus PDIP membahas kesamaan pandangan memimpin Jakarta.
“Kami berbicara tentang bagaimana agar pemikiran-pemikiran kebangsaan, pemikiran tentang Bung Karno, ke-Indonesiaan, keagamaan, berjalan seiring dan membuat suasana di Jakarta aman, teduh, damai,” kata Anies.
Anies dan PDIP Buka Komunikasi sejak Mei
Jalinan komunikasi PDIP dan Anies sebenarnya sudah berlangsung jauh sebelum PDIP ditinggal sendirian oleh 12 parpol yang membentuk persekutuan raksasa Koalisi Indonesia Maju Plus alias KIM Plus, dan sebelum munculnya putusan progresif MK.
Menurut sumber di lingkar elite PDIP, nama Anies muncul di akar rumput PDIP sejak akhir Mei 2024 untuk dipertimbangkan sebagai calon gubernur Jakarta oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Dalam liputan khusus kumparan edisi Laga Kedua Anies Baswedan, pada 23 Mei, DPD PDIP Jakarta mengirim surat usulan ke DPP PDIP. Isinya mengusulkan Anies sebagai satu-satunya cagub, dengan kandidat cawagubnya dari PDIP, yakni antara Prasetyo Edi Marsudi atau Charles Honoris.
Sebelum ada surat usulan DPD PDIP akhir Mei itu, komunikasi antara tim Anies dan PDIP Jakarta sudah terjalin. Itu termasuk pertemuan Anies dengan Ketua DPD PDIP Jakarta Ady Widjaja.
Dalam pertemuan-pertemuan itu, menurut sumber kumparan di dekat Anies, PDIP Jakarta merasa sikap politik mereka yang berseberangan dengan Anies ternyata kontraproduktif. Raihan kursi PDIP di DPRD Jakarta terus turun sejak Pileg 2014. Di sisi lain, menurut PDIP, Anies ternyata tidak pernah menyerang mereka.
Walau demikian, sejumlah sumber di internal PDIP menyatakan, Megawati menolak membahas nama Anies. Mega disebut tak suka didesak untuk memutuskan Anies sebagai cagub Jakarta. Dalam hal ini, pengurus PDIP Jakarta dianggap curi start mendekati Anies, padahal tugas mereka hanya menjaring nama, bukan menyaring yang merupakan ranah Dewan Pimpinan Pusat.
Megawati juga bergeming ketika sejumlah elite partainya dalam rapat rutin DPP membawa nama Anies. Berikutnya, awal Juli, PDIP justru memunculkan nama kadernya, eks Panglima TNI Jenderal (Purn) Andika Perkasa, sebagai calon prioritas di Jakarta. Belakangan, Andika digeser menjadi cagub PDIP di Jawa Tengah.
Sikap Megawati yang enggan didesak juga terlihat ketika ia merespons spanduk yang dibentangkan sekelompok orang berseragam merah hitam di depan kantor DPP PDIP saat hendak mengumumkan calon kepala daerah PDIP gelombang kedua pada Kamis (22/8).
Sekelompok orang itu meminta Megawati segera memutuskan nama Anies sebagai cagub. Namun, aksi jalanan membentangkan spanduk untuk meminta PDIP mengusung Anies itu kurang disukai Mega.
“Eh, enak aja ya. Ngapain gua disuruh dukung Pak Anies? Dia bener nih mau sama PDIP? Kalau mau sama PDIP, jangan gitu dong. Mau gak nurut [sama PDIP]?” kata Megawati, pedas.
Toh, sekalipun sempat ada resistensi, tak berarti PDIP memutus jalinan komunikasi dengan Anies. Setelah pengurus tingkat provinsi di DPD yang berdialog dengan Anies, giliran jajaran DPP PDIP yang juga berkomunikasi dengan Anies.
Dua Ketua DPP PDIP, Said Abdullah dan Ahmad Basarah, ditugasi menjadi komunikator antara partai dan Anies untuk menjajaki kerja sama politik. Pertemuan Anies dengan mereka dilakukan intens, baik secara tatap muka maupun melalui sambungan telepon dan WhatsApp.
Hasil pertemuan itu dilaporkan secara berkala kepada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Anies dan PDIP Coba Satukan Pandangan
Tak berselang lama usai MK memutus penurunan ambang batas pencalonan kepala daerah, Basarah cepat-cepat menemui Anies di kawasan Jakarta Selatan, Selasa siang (20/8). Menurut Basarah, ia banyak berdiskusi dengan Anies tentang isu kebangsaan dan ajaran serta pemikiran Bung Karno; hubungan antara Islam dan nasionalis; serta kebinekaan.
PDIP terus mencari benang merah antara mereka dengan Anies untuk disatukan. Menurut sejumlah sumber internal PDIP, salah satu syarat dari PDIP untuk Anies ialah ia harus mempelajari idelogi partai, ajaran, hingga gagasan Bung Karno.
Hal tersebut tampak ketika Anies di akun Instagramnya mengunggah beberapa buku yang menjadi oleh-olehnya usai bertemu PDIP Jakarta. Buku-buku itu merupakan titipan Megawati untuk Anies. Judulnya antara lain Bung Karno, Islam, dan Pancasila; Geopolitik Bung Karno; serta Menangis dan Tertawa Bersama Rakyat.
Anies pun mempelajari perjuangan politik PDIP melalui buku-buku tersebut. Rekam jejak kakek Anies, Abdurrahman Baswedan, yang pernah membersamai Bung Karno di Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dianggap bisa menjadi titik temu.
Titik temu lain yang mungkin dapat mempersatukan PDIP dan Anies ialah kesamaan nasib di Pilgub Jakarta. Keduanya sama-sama diasingkan mayoritas parpol agar tak bisa ikut berkontestasi. Basarah menyatakan, PDIP dan Anies sama-sama menghadapi oligarki politik.
Anies batal didukung PKB, NasDem, dan PKS yang berbalik arah mengusung Ridwan Kamil-Suswono besutan KIM Plus. Sementara PDIP jelas tidak tertarik bergabung KIM Plus yang dari awal terlihat berniat menghasilkan calon tunggal atau lawan boneka di pilkada.
“Kami sama-sama punya persamaan kehendak. Kehendak menjadi antitesis dari upaya politik untuk membuat satu keseragaman politik dalam satu sistem oligarki politik. Kesamaan itulah yang hari ini mempertemukan Mas Anies dengan PDIP,” ucap Basarah.
Nasib Anies di Tangan PDIP Masih Tanda Tanya
Penjajakan Anies dan PDIP hampir mencapai kepastian pada Senin (26/8) saat pengumuman calon kepala daerah gelombang ketiga. Ketika itu, PDIP santer dikabarkan bakal menduetkan Anies Baswedan dengan kader mereka, anggota Komisi X DPR Rano Karno.
Majunya Anies-Rano ini sempat dikonfirmasi Said Abdullah. Ia bilang, “[Deklarasi pasangan Anies-Rano Karno] insyaallah.”
Hari itu, Anies bahkan sudah pamit dan meminta restu kepada ibundanya, Aliyah Rasyid Baswedan, beserta istrinya, Fery Farhati, di ruang keluarga kediamannya.
“Anies berangkat dulu ya, mohon doa restunya semoga dilancarkan hari ini,” ucap Anies.
Sang ibunda, Aliyah, langsung menengadahkan tangan dan berdoa.
“Insyaallah Anies dimudahkan dalam mengemban amanah apa pun. Semoga selalu diiringi dan diberikan pertolongan Allah SWT,” ujar Aliyah, mendoakan.
Berangkat dari kediamannya di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Anies tiba di kantor DPP PDIP di Diponegoro, Jakarta Pusat, pada siang hari.
Kehadiran Anies tak terpantau awak media. Begitu pun Rano Karno. Namun dari foto yang beredar, Anies dan Rano terlihat duduk bersama di salah satu ruangan DPP PDIP menjelang pengumuman calon kepala daerah oleh PDIP.
Anies yang mengenakan kemeja tenun merah dan Rano dengan baju PDIP-nya duduk bersebelahan di kursi kayu. Senyum terpancar dari keduanya.
Tetapi, hingga Megawati selesai membacakan pidatonya, duet Anies-Rano tak kunjung diumumkan walau pendaftaran calon kepala daerah sudah dibuka 27–29 Agustus. Sumber kumparan menyebut deklarasi Anies ditunda karena cawagubnya masih perlu dibahas lebih lanjut.
Megawati memutuskan menunda pengumuman cagub-cawagub di Pilgub Jakarta bersama calon di 39 pilkada lain seperti Pilgub Jawa Barat dan Pilgub Jawa Timur.
Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat mengamini Anies sudah tiba di kantor DPP bersama Rano. Keduanya berada di satu ruangan di Gedung B. Namun Djarot menampik kehadiran Anies dan Rano di sana untuk diumumkan sebagai paslon Pilkada Jakarta.
Menurut Djarot, kedatangan Anies tak lebih dari silaturahmi, terutama kepada Rano Karno sebagai sesama mantan gubernur. Sebelum menjabat sebagai anggota DPR, Rano merupakan eks Gubernur Banten.
“Kalian harus ingat bahwa Pak Rano adalah [mantan] Gubernur Banten, Wakil Gubernur Banten. Pak Anies itu [mantan] Gubernur DKI. Masa [mantan] Gubernur DKI sama Gubernur Banten berdiskusi tidak boleh? Kan boleh. Jadi dalam rangka silaturahmi, untuk membicarakan DKI ke depan itu seperti apa. Tukar-menukar pengalaman,” jelas Djarot.
Senin malam (26/8) usai pengumuman Anies-Rano ditunda, desas-desus berembus, menyebut Anies kemungkinan batal diusung PDIP di Pilgub Jakarta karena diduga ada kesepakatan antara PDIP dan KIM Plus soal Pilgub Jakarta.
PDIP disebut-sebut legawa melepas Pilgub Jakarta dengan mengusung calon selain Anies. Sebagai gantinya, ada kesepakatan jangka panjang terkait koalisi di kabinet Prabowo-Gibran.
Sumber kumparan di elite PDIP mengakui memang ada skenario menggagalkan Anies di Pilgub Jakarta jika revisi UU Pilkada batal, namun ia tak menjelaskan lebih lanjut.
Isu lain menyeruak, menyebut ada kelompok di internal PDIP yang tak ingin Anies maju. Kelompok ini ingin Megawati mengutamakan kader PDIP sebagai cagub-cawagub Jakarta.
“Kalau saya sih dukung kader PDIP, dan kadernya cukup banyak. Tapi prosesnya berlangsung, dinamikanya ada, setiap perbedaan tentu harus diambil dan keputusan kita serahkan ke Ketua Umum. Jadi kita tunggu saja pengumumannya,” ujar Ketua DPP PDIP Ganjar Pranowo.
Sumber kumparan di elite PDIP menyebut, perkembangan terakhir terkait nama cagub Jakarta mengerucut ke Anies, namun partainya tetap menyiapkan dua nama cadangan jika ada kondisi khusus.
Nama cadangan pertama adalah eks Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Namun, nama cadangan kedua tak ia sebut karena, menurutnya, merupakan senjata pamungkas. Belakangan, nama kedua itu disinyalir adalah Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Walau demikian, Djarot meminta semua pihak bersabar menunggu pengumuman PDIP dalam 1–2 hari ke depan, sebab tanggal pendaftaran calon ke KPU masih dibuka sampai 29 Agustus.
Ketua Pemenangan Pilkada Nasional PDIP Adian Napitupulu menyatakan, partainya memiliki kedaulatan penuh dalam menentukan dan mengusung kandidat.
Pengamat politik Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago, melihat bahwa PDIP memang menyimpan kepercayaan diri dan memiliki tradisi mendahulukan kader sebagai kepala daerah. Namun, nama Anies muncul karena elektabilitasnya paling tinggi di Jakarta.
“Selama ini PDIP sangat percaya diri mengusung kader sendiri,” ujar Pangi.
Analis politik Universitas Paramadina Hendri Satrio sependapat. Menurutnya, PDIP sebagai partai kader selama ini selalu mengutamakan kadernya di pilkada.
“Bu Mega itu [biasanya] kalah enggak apa-apa. Dia siap kalah, yang penting kadernya didahulukan,” kata Hendri.
Megawati Menuntut Kepatuhan
Desakan ke PDIP agar segera mengumumkan Anies sebagai cagub Jakarta kemudian membuat Megawati menanyakan keseriusan Anies kepada partainya. Putri Bung Karno itu ingin tahu apakah Anies—yang selama ini enggan berpartai—bisa manut kepada PDIP sebagai jaminan kesetiaan, bukan hanya mendekat untuk mencari tiket maju pilgub semata.
Seorang sumber di elite PDIP menyebut ucapan Megawati itu sesungguhnya bukan ditujukan untuk Anies, tetapi untuk pendukung Anies di PDIP. Mereka diminta tidak mendorong-dorong Megawati soal pengumuman calon.
Sumber lain mengatakan, pernyataan Megawati mengisyaratkan dua kemungkinan: Pertama, Megawati sama sekali tidak tertarik mendukung Anies; Kedua, Megawati menunggu Anies datang langsung kepadanya untuk menunjukkan itikad baik.
Menurut sumber itu, wajar saja Megawati meragukan komitmen Anies kepada PDIP, sebab ia sudah mengalami pengkhianatan pahit dari Jokowi yang dibesarkan PDIP sejak menjadi wali kota Solo hingga presiden RI dua periode.
Berkaca dari kasus Jokowi, Megawati bisa jadi khawatir bahwa Anies—yang tidak memiliki ikatan khusus dengan PDIP—dapat melakukan hal serupa.
Sumber itu melanjutkan, jalan Anies untuk mendapatkan tiket terakhir di Pilgub Jakarta bisa mulus jika ia mendatangi langsung Megawati dan menyatakan diri siap menjadi kader PDIP. Menurutnya, keberanian Anies untuk bergabung dengan PDIP bisa menjadi nilai tambah di mata Megawati.
Senin malam (26/8) usai Anies-Rano tak jadi diumumkan sebagai pasangan calon dari PDIP, Djarot mengirim “kode” bahwa penting bagi calon kepala daerah yang ingin diusung partainya agar menjadi kader PDIP, sebab salah satu tugas partai adalah menyiapkan kader-kadernya sebagai pemimpin daerah.
“Kami berusaha memajukan calon-calon dari partai kami. Kalau pun tidak ada dan sulit, boleh tidak pensiunan tentara masuk? Boleh. Pensiunan ASN gabung? Boleh. Tetapi dia masuk ke partai politik dan menjadi bagian dari keluarga partai politik untuk kami lakukan proses konsolidasi, kaderisasi, dan pendidikan politik,” kata Djarot.
Bagi calon yang enggan masuk parpol, lanjut Djarot, dipersilakan menempuh cara lain, yakni melalui jalur independen.
Pangi Syarwi menilai, sudah saatnya Anies masuk menjadi kader partai jika tidak ingin dianggap alergi parpol. Menurut Pangi, wajar Megawati mempertanyakan keseriusan Anies mengingat pengalaman buruknya dengan Jokowi.
“Kader saja bisa berkhianat, apalagi bukan kader,” ucap Pangi.
Sebelumnya, Anies sempat menjawab pertanyaan Megawati soal kesediaannya untuk manut kepada partai. Begitu pula dengan kansnya bergabung ke PDIP. Anies menyikapinya secara diplomatis.
“Beliau (Megawati) merujuk kepada amanat konstitusi, cita-cita bernegara, cita-cita untuk mewujudkan Indonesia satu—beragam tapi bersama; dan itulah yang kita jadikan tujuan sama-sama,” kata Anies.
Bagaimanapun, sumber lain mengatakan bahwa Anies tidak perlu menjadi kader banteng untuk diusung menjadi cagub, sebab ia akan didampingi cawagub yang menjadi representasi PDIP. Dengan begitu, menjadi kader belum menjadi syarat mutlak dari PDIP.
Secara terpisah, Ketua DPP PDIP Basarah mengatakan bahwa kerja sama dengan Anies tak harus menjadikannya kader partai.
“Yang paling penting bukan formalitas status ber-KTA [PDIP] atau tidak, tetapi apakah hati, pikiran, dan perbuatannya itu sama dan sebangun dengan visi, misi, dan ideologi PDIP,” ucap Basarah.
Sumber orang dekat Anies menyatakan, Anies tidak pernah alergi menjadi kader partai. Pun demikian, menurut jubirnya, Andi Sinulingga, Anies tak harus masuk partai.
“Kepemimpinan daerah sejatinya adalah abdi rakyat, dan partai wajib menyerap aspirasi yang berkembang di tengah-tengah warga,” kata Andi.
Di luar PDIP, Partai Buruh dan Hanura sudah menyatakan dukungannya kepada Anies. Namun gabungan suara kedua partai itu hanya 1,59% sehingga tak cukup untuk mengusung Anies.
Presiden Partai Buruh Said Iqbal meminta PDIP konsisten mengusung calon yang diinginkan rakyat Jakarta seperti yang tercermin di survei, yakni Anies Baswedan.
“Kita mengharapkan PDIP konsisten... Kalau bicara Jakarta, berat melawan koalisi besar. Kalau bukan Anies, pasti kalah. Sekarang PDIP punya kesempatan: mau menang enggak? ... Kami mengimbau PDIP, berkorbanlah sedikit untuk yang lebih besar,” kata Said, Jumat (23/8).
Mencla-mencle Golkar Dukung Airin di Banten
Selama dua tahun terakhir, Airin telah diberi surat tugas oleh Golkar di bawah pimpinan Airlangga Hartarto untuk berkeliling Banten dan bersosialisasi maju cagub. Namun, saat terjadi gonjang-ganjing pergantian pucuk pimpinan Golkar yang kini dijabat Bahlil, Airin tak mendapat kejelasan.
Golkar justru mengeluarkan surat perintah pembatalan pencalonan Airin sebagai cagub Banten. Alasannya, ia akan ditugaskan di DPP Golkar. Surat itu diteken Wakil Ketua Umum Golkar Ahmad Doli Kurnia dan Sekjen Golkar Lodewijk Paulus pada 22 Agustus, sehari setelah Bahlil terpilih secara aklamasi.
Batalnya Golkar mengusung Airin di Pilgub Banten disampaikan secara langsung oleh Bahlil kepada Airin dan Ratu Tatu pada pertemuan Sabtu itu. Alasannya: demi keselamatan partai.
Golkar memilih berjalan bersama KIM Plus yang mengusung politisi Gerindra-PKS Andra Soni-Dimyati Natakusumah di Pilgub Banten. Padahal berdasarkan hasil survei Litbang Kompas, Airin yang merupakan kader Golkar memiliki elektabilitas tinggi mencapai 38,3 persen, sedangkan elektabilitas Andra kurang dari 7 persen.
Meski tak diusung Golkar, Airin tetap diizinkan Bahlil maju Pilgub Banten. Airin pun berlayar dengan PDIP dan menggandeng Ketua DPD PDIP Banten Ade Sumardi,sebagai cawagub. PDIP tak meminta Airin pindah partai.
“Beliau (Bahlil) sadar betul bahwa ini hak politik pribadi [Airin]. Ibu Airin ikut serta dengan PDIP tidak bahas soal pindah partai, karena di PDIP pun enggak ada kata-kata atau persyaratan [pindah partai],” jelas Ratu Tatu di Tangerang, Banten, Minggu (25/8).
Dukungan PDIP sudah cukup bagi Airin-Ade untuk maju di Pilgub Banten. PDIP mempunyai 13,22% suara di Banten. Angka itu melebihi syarat minimal untuk mengusung paslon di Banten sesuai putusan MK, yakni 7,5% suara.
Usai menerima dukungan resmi PDIP, Airin sempat terisak dan mengucapkan terima kasih.
“Betul, Pak Ahmad Basarah, Allah enggak tidur,” kata eks Wali Kota Tangerang Selatan dua periode itu saat deklarasi.
Selasa (27/8), sehari usai Airin diumumkan resmi PDIP sebagai salah satu cagubnya, Golkar tiba-tiba berubah pikiran dan kembali mendukung Airin. Bahlil balik badan dari Andra Soni dan memberikan surat rekomendasi pencalonan kepada Airin-Ade.
“... ini prosesnya panjang. Barang bagus itu pasti memang banyak yang minat,” kata Bahlil, yang menyebut politik amat dinamis dan mengeklaim KIM Plus tetap kompak.
KIM Plus Pecah di Daerah
Putusan MK yang menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah menimbulkan gempa politik bagi KIM Plus. Sejumlah sumber di elite KIM mengaku terkejut, bahkan kecolongan dengan putusan yang dibacakan hanya seminggu menjelang pendaftaran pilkada.
Menurut elite KIM, putusan MK sangat menguntungkan PDIP yang akhirnya bisa mencalonkan kepala daerah tanpa harus koalisi dengan parpol lain. Selain itu, dampak putusan MK membuat kesepakatan KIM Plus di banyak pilkada—yang menggunakan skema borongan partai untuk calon tertentu—bisa buyar.
“Tatanan yang sudah dikelola oleh masing-masing partai bisa terganggu. Mungkin saat pendaftaran nanti bisa dilihat, di daerah-daerah ada koalisi-koalisi yang tadinya sudah terbentuk, tapi karena syarat ini (putusan MK) akhirnya kesepakatan itu enggak bisa dijalankan,” ujar Ketua Harian DPP Gerindra Sufmi Dasco Ahmad di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis malam (22/8).
Mengantisipasi buyarnya koalisi di banyak daerah, Baleg DPR—yang mayoritas anggotanya tentu saja KIM Plus—mengebut revisi UU Pilkada untuk menganulir putusan MK. Namun, keputusan Baleg mendapat tentangan masyarakat hingga muncul aksi demo di berbagai daerah. Pada akhirnya, DPR membatalkan pengesahan revisi UU Pilkada dan mengikuti putusan MK.
Kini, Sekjen Gerindra Ahmad Muzani mempersilakan partai-partai KIM Plus untuk mengusung kadernya masing-masing. Padahal sebelum ada putusan MK, koalisi Prabowo seakan ingin membentuk sentralisasi kekuasaan dengan membangun koalisi dari pusat hingga daerah.
Sinyal pecahnya KIM Plus di pilkada sudah tampak di beberapa daerah seperti Tangerang Selatan dan Jawa Barat. PKS membatalkan dukungan kepada paslon Riza Patria-Marshel Widianto di Pilkada Tangsel dan mengusung kadernya sendiri, Ruhamaben-Shinta.
Sementara di Pilgub Jawa barat, PKS mengusung Ahmad Syaikhu sebagai cagub, dan menggandeng Ilham Habibie yang diusung NasDem sebagai cawagub.
Walau berbeda sikap di Pilkada Tangsel dan Jabar, PKS tetap berkomitmen mendukung Ridwan Kamil-Suswono di Pilgub Jakarta.
Bagaimanapun, indikasi pecahnya KIM Plus di daerah ditampik petinggi masing-masing parpol. Mereka menegaskan akan tetap solid dan tidak terpengaruh putusan MK.
KIM Plus akan tetap mengusung RK-Suswono di Pilgub Jakarta, Ahmad Luthfi-Taj Yasin di Pilgub Jateng, dan Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak di Pilgub Jatim.
“Saya merasa [KIM Plus] masih solid [usai putusan MK],” kata Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, Jumat (23/8).
Pengamat politik Pangi Syarwi menilai putusan MK seharusnya dimanfaatkan parpol untuk menyuguhkan banyak calon pemimpin kepada masyarakat dan menghindari kans kotak kosong.
“Semestinya partai percaya diri mengusung kadernya sendiri. Apalagi sudah ada [penurunan] ambang batas ini,” ucap Pangi.
Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini memandang putusan MK memberi angin segar bagi parpol agar tidak mudah didikte koalisi besar. Kini sepenuhnya tergantung parpol apakah akan memanfaatkan putusan MK dengan mengusung calon sendiri di pilkada atau terbelenggu dengan kesepakatan politik di tingkat pusat.
“Pilkada baru ada lima tahun lagi. Jadi kalau ada kader-kader partai yang memang memenuhi syarat maju, mestinya partai tidak melepaskan. Sekarang mereka (parpol) tidak tersandera oleh persyaratan ambang batas. Putusan MK membuka kontestasi, memerdekakan partai, dan membuat warga tidak tersandera dengan politik transaksional. Gerbangnya sudah dibuka MK, mau dimasuki atau tidak tergantung partai,” tutup Titi.