Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
UU Inggris Tak Akui Transgender sebagai Perempuan, Ribuan Warga Demo di London
20 April 2025 14:58 WIB
·
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
Ribuan orang memadati Parliament Square, London, Sabtu (19/4). Mereka ramai-ramai menyuarakan penolakan atas putusan Mahkamah Agung Inggris yang mengecualikan perempuan transgender dari definisi hukum tentang perempuan.
ADVERTISEMENT
Aksi ini digelar hanya beberapa hari setelah keputusan diumumkan.
Dengan membawa bendera pelangi dan spanduk bertuliskan “hak transgender sekarang”, para peserta menilai putusan tersebut sebagai langkah mundur dalam perlindungan hak sipil.
Mereka menyebut protes ini sebagai “demonstrasi darurat”.
Putusan MA berasal dari peninjauan atas Undang-Undang Kesetaraan 2010 dan undang-undang 2018 dari Parlemen Skotlandia yang mewajibkan keterwakilan perempuan di dewan publik.
Artinya, perempuan transgender tidak lagi termasuk dalam kelompok yang bisa mengakses ruang perempuan secara hukum—termasuk toilet umum, bangsal rumah sakit, dan tim olahraga.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, Mahkamah menegaskan transgender tetap dilindungi dari diskriminasi secara umum.
Seorang perempuan transgender yang turut hadir di aksi tersebut, Sophie Gibbs (19 tahun), menyampaikan keresahannya.
“Ini saat yang menyakitkan. Hak kami terasa direnggut. Saya tumbuh dengan harapan bisa hidup di masyarakat yang inklusif, tapi kini keputusan seperti ini membuat kami merasa dijauhkan kembali,” katanya, seperti diberitakan AP, Minggu (20/4).
Dari sekitar 66 juta penduduk di Inggris, Skotlandia, dan Wales, hanya sekitar 116 ribu orang yang mengidentifikasi diri sebagai transgender menurut sensus terakhir.
Hingga saat ini, sekitar 8.500 orang telah menerima sertifikat pengakuan gender yang secara hukum mengubah status gender mereka.
Pemerintah Inggris menyambut putusan Mahkamah Agung dengan menyebutnya sebagai “kejelasan” bagi penyedia layanan publik dan kelompok perempuan.
ADVERTISEMENT
Namun, banyak yang menilai keputusan ini berpotensi menjadi dasar bagi pembatasan hak-hak transgender di masa mendatang.
Pedemo lainnya, Zuleha Oshodi, menyebut situasi ini membuka celah yang lebih luas.
“Kita membuka kotak Pandora. Hari ini transgender dikecualikan, besok bisa jadi kelompok lain. Ini bukan sekadar soal definisi hukum, tapi soal siapa yang dianggap layak mendapat ruang,” ujarnya.
Menteri Pertama Skotlandia, John Swinney, sepakat bahwa keputusan Mahkamah harus dihormati. Tapi ia mengaku memahami rasa sedih dan frustrasi yang muncul di tengah komunitas transgender.