Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Video: Cara Aman Mengolah Tutut Jadi Makanan Lezat
13 Juni 2018 16:04 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
ADVERTISEMENT
Di depan gang perumahan Taman Kenari, Tanah Baru, Bogor, Arni biasa menjajakan makanan ringan dan sayuran matang. Salah satu menu andalannya ialah olahan siput pedas bernama tutut.
ADVERTISEMENT
Namun, semenjak Kejadian Luar Biasa (KLB) tutut beracun yang mengakibatkan 108 warga Kampung Sawah, Bogor, menderita keracunan pada Jumat (25/5) Arni tak lagi berdagang tutut. Padahal, dalam mengolah tutut ibu satu anak itu selalu mengutamakan kebersihan saat memasak.
"Warga tahu saya jualannya bersih jadi pada nanyain (kapan jualan tutut). Selama tiga tahun jualan tutut, enggak pernah ada keluhan sakit ya warga, aman," ujar Arni saat ditemui kumparan pada Selasa (29/5).
Bagi warga Bogor, tutut merupakan camilan wajib berbuka puasa, juga sebagai penganan pelengkap saat berkumpul bersama keluarga. Bersama kumparan, Arni mempraktikkan cara memasak tutut, dari membeli mentah di pasar hingga siap dikonsumsi.
"Pertama, beli tutut yang masih hidup dan segar di pasar. Lalu direndam semalaman supaya lendir, tanah, dan kotoran keluar," ujar Arni sambil mengangkat baskom berisi 3 kg tutut hidup.
Selain untuk mengeluarkan kotoran dan lendir, merendam semalaman dapat mengetahui kondisi tutut. Tutut yang tidak dalam kondisi baik akan mati lalu mengambang dan harus dibuang.
ADVERTISEMENT
Dibantu oleh adik lelakinya, Arni meniriskan tutut yang sudah direndam semalaman kemudian memotong bagian cangkang belakang tutut sebesar lubang jarum.
Cara ini berguna untuk mempermudah konsumen memakan tutut. Selanjutnya, tutut yang sudah dilubangi cangkangnya dicuci hingga bersih sebanyak 10 kali.
"Ini penting, harus dicuci menggunakan air mengalir dan digosok hingga bersih, bisa sampai 10 kali pencucian dan airnya bening. Bersih juga enggak amis," ujar Arni.
Menurut perempuan asli Banten itu, tutut bisa membahayakan kesehatan apabila tidak dicuci bersih, mengingat habitat tutut yang hidup di sawah dan pasir sungai membawa banyak bakteri juga kotoran.
Setelah dicuci bersih, tutut direndam dalam air agar tidak mati, kemudian direbus hingga mendidih. Namun, sebelum merebus tutut, pastikan tidak ada tutut yang mengambang atau mati.
ADVERTISEMENT
"Tutut yang enggak baik itu mungkin nyucinya enggak bersih atau masaknya enggak bener, atau dicampur sama tutut yang mati, yang ngambang. Tutut ngambang itu enggak boleh dimasak, soalnya bau," tutur Arni.
Selama menunggu air rebusan tutut mendidih, Arni menyiapkan bumbu-bumbu racikan. Bumbu yang dipakai pun mudah ditemukan di pasaran, seperti jahe, kunyit, cabe rawit, bawang merah dan putih, daun salam, daun jeruk, dan batang serai.
Seluruh rempah tersebut dihaluskan dan ditumis menggunakan minyak goreng. Selanjutnya tutut yang sudah mendidih ditiriskan dan dimasukkan bersamaan dengan bumbu yang sudah ditumis dan dimasak hingga matang dan harum.
Untuk memperkuat cita rasa, tambahkan garam, gula, dan penyedap rasa, lalu aduk hingga tercampur rata. Akhirnya, tutut bumbu kuning bercita rasa pedas ini siap disajikan.
ADVERTISEMENT
Arni mengaku, sudah tidak berjualan tutut sejak Sabtu (26/5). Namun menurutnya pelanggan setianya tak beranjak. Sebaliknya, setiap kali melewati warung jualan Arni, mereka terus menanyakan kapan ia akan berjualan tutut lagi.
"Sudah tidak berjualan tiga hari, waktu ibu RT mengimbau warga biar enggak jualan dan makan tutut dulu, khawatir keracunan. Jadi ini hari pertama jualan tutut setelah tiga hari libur. Warga pada nanyain kenapa enggak jualan?" lanjut Arni.
Dari tiga kilo tutut mentah, bisa menghasilkan 8 bungkus tutut siap santap. Masing-masing bungkus dihargai Rp 5 ribu. Arni mendapat keuntungan Rp 1-2 ribu untuk setiap bungkus.
Dalam waktu kurang dari tiga jam, tutut buatan Arni sudah ludes dibeli warga. Bahkan, tak sedikit warga yang datang dengan wajah penyesalan karena tak kebagian tutut olahan Arni.
ADVERTISEMENT
"Dulu, sebelum kasus KLB, saya bisa jual sehari 70 bungkus, untungnya Rp 100 ribu. Sekarang belum berani karena situasinya seperti ini. Tapi alhamdulilah masih banyak yang nyari dan beli," ungkapnya.
Tak hanya Arni, para pedagang tutut yang biasanya berjejer ramai di sepanjang Jembatan Cenger, kini tak terlihat sama sekali. KLB tutut beracun menyebabkan mata pencaharian mereka hilang.
Arni berharap, KLB tutut beracun tidak terulang dan masyarakat bisa menikmati tutut tanpa rasa was-was.
"Harapannya, kasus KLB cepat selesai, karena tutut kan proteinnya banyak. Sudah bertahun-tahun jualan tutut, tidak pernah seperti ini. Kasihan juga pedagang kecil seperti saya dan lainnya," kata Arni.
Ikuti terus perkembangan informasi tutut dalam topik khusus Tutut Beracun .
ADVERTISEMENT