Vonis Edhy Prabowo Dipangkas, Pimpinan KPK Soroti Perbedaan Putusan Antarhakim

12 Maret 2022 10:18 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengikuti upacara pelantikan Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK di Istana Negara, Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengikuti upacara pelantikan Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK di Istana Negara, Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango buka suara terkait pemangkasan vonis hukuman eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo yang dipotong oleh majelis hakim kasasi Mahkamah Agung (MA).
ADVERTISEMENT
Nawawi mengatakan tidak sepantasnya KPK ikut memberi komentar soal pemangkasan hukuman yang semula 9 tahun menjadi 5 tahun penjara terhadap Edhy.
"Kurang pas ikut-ikut mengomentari putusan Majelis Kasasi MA, KPK sendiri sebelumnya menuntut 5 tahun, sama seperti yang dijatuhkan majelis kasasi MA sekarang," kata Nawawi dalam keterangannya, Sabtu (12/3).
Namun demikian, Nawawi menyebut permasalahan muncul dari putusan-putusan badan peradilan yang tak seragam dalam penjatuhan hukuman atau disparitas yang terjadi. Menurutnya, perbedaan vonis hukuman antara sesama putusan majelis hakim tersebut lebih penting untuk dikritisi.
"Dalam perkara Edhy Prabowo ini, majelis hakim pada tingkat pertama (Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat) menjatuhkan hukuman lima tahun, sama seperti tuntutan KPK. Tetapi di tingkat banding (Pengadilan Tinggi Jakarta), majelis hakim banding menjatuhkan hukuman 9 (sembilan) tahun. Kemudian berubah lagi ditingkat majelis kasasi menjadi 5 tahun lagi," bebernya.
ADVERTISEMENT
Terdakwa kasus suap izin ekspor benih lobster tahun 2020 Edhy Prabowo mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (28/4/2021). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
Ia juga mencontohkan perkara lain di mana perbedaan putusan hakim dinilai bermasalah. Seperti dalam perkara Jaksa Pinangki, Pengadilan Tipikor menjatuhkan hukuman selama 10 tahun, kemudian pada tingkat banding (Pengadilan Tinggi Jakarta) berubah menjadi empat tahun.
"Karena di sini penjatuhan hukuman seperti terkesan menjadi 'suka-suka', lain hakim lain hukuman, ini seperti memunculkan anekdot, 'jangan lihat hukumnya, tapi lihat siapa hakimnya'. Ini yang menurut saya harus menjadi pekerjaan rumah Mahkamah Agung," terangnya,
Dalam penjatuhan vonis, Mahkamah Agung telah menetapkan Peraturan Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (PERMA No.1/2020).
Aturan itu bertujuan untuk menghindari atau mengatasi disparitas masalah pemidanaan yang ditimbulkan oleh putusan pengadilan, khususnya dalam perkara korupsi.
ADVERTISEMENT
PERMA tersebut mendukung perlakuan yang sama bagi para pelanggar hingga memunculkan keseragaman pendapat hakim, serta kesamaan pelaksanaan undang-undang dan konsistensi putusan pengadilan.
"Namun terjadinya perbedaan setiap putusan hakim dalam penjatuhan hukuman ini, produk PERMA No. 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan itu menjadi tidak ada artinya, karena proporsionalitas pemidanaan tidak diindahkan," tandasnya.