Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Wajan dan Panci Kembali Jadi Alat Protes di Turki
17 April 2017 17:30 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
ADVERTISEMENT
Suara warga yang memukul alat-alat dapur seperti wajan dan panci kembali terdengar di kota Istanbul. Berisik ini menjadi bentuk protes atas kemenangan Recep Tayyip Erdogan dalam referendum amandemen konstitusi.
ADVERTISEMENT
Seperti dikutip Reuters, setidaknya ada empat distrik di Istanbul yang menggelar aksi protes atas hasil referendum, Minggu (16/4). Salah satunya di wilayah Besiktas, tempat sekitar 300 demonstran menggelar aksi protes.
Perhitungan sementara menunjukkan kemenangan tipis kubu "iya" dalam referendum. Menurut para penentang Erdogan, amandemen konstitusi hanya akan mengokohkan pemerintahan Erdogan yang otoriter hingga 10 tahun ke depan.
"Saya memilih 'tidak' karena saya tidak ingin negara ini dan badan legislatifnya, eksekutif dan yudisial dikuasai oleh satu orang," kata Hamit Yaz, 34.
Selain meneriakkan yel-yel anti Erdogan, massa juga ramai-ramai memukul wajan dan panci. Tindakan ini mengulang kembali bentuk protes massa pada demonstrasi anti pemerintah tahun 2013.
ADVERTISEMENT
Saat itu ribuan orang turun ke jalan Istanbul, berpusat di Taksim Square, menentang rencana penggusuran taman Gezi. Aksi peduli lingkungan kala itu berujung pada tuntutan mundurnya Erdogan. Protes berujung rusuh, 22 orang tewas dan ribuan lainnya terluka.
Menyusul referendum kali ini, kubu oposisi menyatakan akan menggugat pemerintah Erdogan. Berdasarkan rencana amandemen konstitusi Turki, presiden nantinya akan memiliki kekuasaan yang lebih tinggi dan peran perdana menteri dihilangkan.
Di bawah rencana amandemen, Erdogan berpotensi memimpin Turki hingga 2029.
Tidak semua orang yang menentang rencana Erdogan turun ke jalan, beberapa legowo. Seperti halnya Ismail Calisan, warga Ankara yang diwawancara Reuters.
"Walau saya memilih 'tidak' dan hasil yang keluar adalah 'iya' saya berharap yang terbaik bagi negara ini," kata Calisan.
ADVERTISEMENT
Sementara para pendukung Erdogan mengaku tidak masalah jika negara itu di bawah kuasa satu orang saja. "Ini waktunya merebut kembali negara kita," kata Bayram Seker, 42, setelah memilih "iya" dalam referendum di Istanbul.
"Saya tidak menganggap kepemimpinan satu orang adalah hal yang menakutkan. Turki di masa lalu juga dipimpin oleh satu orang," lanjut Seker, merujuk pada kepemimpinan bapak bangsa Turki, Mustafa Kemal Ataturk.