Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Wakil Ketua DPRD DKI soal Korupsi Sarana Jaya: Tanggung Jawab Dirut, Ini Teknis
17 Maret 2021 12:45 WIB
ADVERTISEMENT
Penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan PD Sarana Jaya masih bergulir di KPK . Dugaan korupsi ini terkait pengadaan lahan di kawasan Munjul, Pondok Rangon, Jakarta Timur, pada 2019.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, M. Taufik, buka suara soal kasus dugaan korupsi tersebut. Ia membenarkan pengadaan lahan itu untuk program rumah DP Rp 0. Tetapi perihal kasus korupsi, kata dia, murni tanggung jawab Yoory C Pinontoan selaku Dirut Sarana Jaya.
"Ya ini sih betul (lahan DP Rp 0). Ya yang bertanggung jawab siapa? yang bertanggung jawab Dirut Sarana Jaya. Bukan siapa-siapa, karena ini kan soal teknis," kata Taufik saat dihubungi kumparan, Rabu (17/3).
Politikus Gerindra ini menilai kasus tersebut murni kesalahan individu dalam eksekusi kebijakan. Ia pun menilai, tak ada hubungannya kasus tersebut dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan . Meski DP Rp 0 adalah kebijakan Anies yang merupakan janji kampanyenya saat Pilgub DKI 2017.
ADVERTISEMENT
"Ya saya kira (bila) banyak yang menyangkutkan ini (dengan Anies), tendensius. Mana ada. Sekarang saya analogikan gini, Menteri Sosial korupsi, terus Pak Jokowi yang mau disalahin? kan enggak dong," kata dia.
"Ini menyangkut soal teknis. Kebijakannya bisa aja memang kebijakannya gubernur membangun (rumah) DP Rp 0 rupiah, ditugasilah Sarana Jaya, soal teknis kan gubernur masa ikut campur, mana ada begitu," sambungnya.
Ia pun menegaskan, apabila semua disangkutpautkan, bisa jadi DPRD DKI Jakarta pun disalahkan. Sebab, semua anggota DPRD DKI menyetujui pengesahan anggaran tersebut.
"Nanti kalau begitu, semua anggota DPRD disalahin, karena semua anggota DPRD yang mengesahkan anggaran," ucapnya.
Taufik yang juga merupakan kader Gerindra yang mengusung Anies di Pilgub DKI Jakarta ini pun menyatakan program DP Rp 0 rupiah sebenarnya bagus. Hanya saja ia menyayangkan, ada individu yang melakukan penyimpangan terhadap program yang bagus tersebut.
ADVERTISEMENT
"Ya programnya kan bagus DP Rp 0 rupiah ini. Soal penyimpangan ini kan dilakukan individu dirutnya, bukan sistemnya yang salah. Ini kan penyimpangan individu," ucapnya.
"Jadi kita serahkan ke KPK untuk melaksanakan tugasnya untuk melakukan tugasnya dengan baik ini kan sudah masuk ranah hukum, dan saya kira kalau sudah masuk ranah hukum sepenuhnya kita serahkan ke KPK," sambungnya.
Ia pun meminta KPK mengusut tuntas kasus dugaan korupsi tersebut. DPRD kata dia, akan memberikan evaluasi atas adanya kasus dugaan korupsi ini.
"Ya pertama ya bahwa dengan pengalaman itu kita minta semua BUMD yang dapatkan PMD untuk gunakan uang itu seefektif mungkin, kemudian sesuai dengan mekanisme dan aturan yang ada gitu loh. Jangan sampai kejadian lagi," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Tanah di Munjul
Terkait perkara ini, KPK belum memberikan penjelasan yang lengkap soal konstruksi kasusnya. Hanya disebutkan bahwa kasus sudah dalam tahap penyidikan dan sudah ada tersangka yang ditetapkan.
Dugaan kuat sosok tersangka mengarah ke Dirut PD Sarana Jaya, Yoory C Pinontoan. Sebab posisinya sebagai Dirut sudah dinonaktifkan terkait penyidikan perkara tersebut oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Wakil Gubernur DKI Ahmad Riza Patria menyebut Yoory dinonaktifkan karena status tersangka di KPK.
KPK sempat mengungkapkan bahwa dugaan korupsi yang sedang diusut ialah terkait pembelian tanah oleh BUMD DKI Jakarta, PD Sarana Jaya, pada 2019. Diduga ada korupsi dalam pembelian tanah di kawasan Munjul, Cipayung, Jakarta Timur, yang menimbulkan kerugian negara.
ADVERTISEMENT
Muncul dugaan bahwa Sarana Jaya membeli lahan tersebut tidak secara langsung alias melalui perantara. Dugaan tersebut muncul lantaran pemilik lahan yakni Kongregasi Suster-Suster CB Provinsi Indonesia, tak mengetahui asetnya dijual ke PD Sarana Jaya.
Hal itu terkuak dari keterangan Bendahara Ekonom Kongregasi Suster-Suster CB Provinsi Indonesia, Fransiska Sri Kustini, yang menjadi salah satu saksi KPK dalam kasus ini.
Fransiska menyebut Kongregasi Suster-Suster CB Provinsi Indonesia merupakan pemilik lahan yang berlokasi di Jalan Asri I RT 02/03, Pondok Ranggon, Cipayung, Jaktim. Luas tanah yang dimaksud ialah 41.921 meter persegi dengan harga 2,5 juta per meter persegi. Lahan itu dijual dengan harga sekitar Rp 104 miliar.
Fransiska diwakili kuasa hukumnya, Dwi Rudatiyani, mengatakan lahan itu memang pernah dijual pada awal 2019. Namun bukan ke PD Sarana Jaya. Melainkan perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) dilakukan dengan Anja Runtuwene pada tanggal 25 Maret 2019. Namun tanah itu diduga dijual lagi ke Sarana Jaya meski belum lunas.
ADVERTISEMENT
"Ternyata Ibu Anja Runtuwene mengadakan PPJB lagi dengan PD Sarana Jaya, padahal belum lunas dengan kami. Bahkan, kami baru terima (pembayaran) 2 kali, Rp 5 miliar ditransfer pada tanggal 25 Maret 2019 dan Rp 5 miliar lagi pada tanggal 6 Mei 2019. Seharusnya pada tanggal 16 Agustus 2019 sudah dilunasi tetapi tidak dilunasi," tuturnya.
Pada akhirnya, kata Rudatiyani, kliennya sudah membatalkan perjanjian jual beli tersebut dengan Anja Rantuwene secara pribadi. Adapun uang yang sudah dibayarkan dikembalikan ke Anja.