Wakil Ketua Komisi II: Jangan Berpikir Indonesia Kembali Sentralisasi, Bangkrut

28 April 2025 16:30 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Aria Bima ditemui di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin (3/2/2025). Foto: Abid Raihan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Aria Bima ditemui di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin (3/2/2025). Foto: Abid Raihan/kumparan
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Komisi II Aria Bima menjelaskan mengapa sistem pemerintahan Indonesia harus menganut sistem desentralisasi lewat otonomi daerah. Jangan kembali ke sistem sentralisasi.
ADVERTISEMENT
Politikus PDIP itu menjelaskan, konsep sentralisasi pemerintahan yang dianut saat Orde Baru itu menjadi satu faktor yang memperburuk krisis moneter (krismon) 1997-1998 di Indonesia.
“Jadi jangan berpikir lagi soal kembali ke sentralisasi. Sejarah mengatakan bahwa Republik Indonesia yang demikian luas ini tidak bisa dipimpin dengan cara sentralisasi,” kata Aria Bima dalam rapat bersama Kemendagri dan kepala daerah, Senin (28/4).
“Sentralisasi waktu itu menjadikan negara ini bukan lagi tidak makmur, tapi bangkrut (krismon) 1998,” sambungnya.
Kata dia, kebijakan ekonomi yang sangat terpusat di bawah pemerintahan Presiden ke-2 Soeharto tidak cukup responsif terhadap perubahan dinamika global atau kondisi pasar yang berkembang.
“APBN kita sudah tidak bisa kita tutup dari penerimaan Dari pajak non pajak utang belanja pusat daerah enggak bisa artinya kita diambil alih nih kedaulatan ekonomi kita sama IMF. Kita dianggap tidak becus mengendalikan kondisi ekonomi sebagai negara berdaulat,” kata dia.
ADVERTISEMENT
Ia menambahkan, barulah setelah Reformasi 1998 barulah Indonesia mulai mengarah pada desentralisasi. Cirinya dengan menguatkan otonomi daerah untuk memberikan daerah lebih banyak kewenangan dalam mengelola urusan mereka sendiri.
“Kita sepakat pasca-reformasi dengan konsepsi otonomi daerah desentralisasi. Kenapa kita butuh desentralisasi karena otonomi. Sentralisasi udah gak bisa menyelesaikan persoalan, dengan jumlah kabupaten dengan jumlah provinsi yang memang sudah tidak bisa dijangkau oleh pemerintah pusat,” tuturnya.
“Ibaratnya Indonesia ini nggak bisa dipimpin lagi dari Jakarta atau dari Jawa ini menarik gerbong dari 34 provinsi lainnya sekitar 521 kab kota,” pungkasnya.