Wamen LHK Dorong Penerapan Paludikultur di Tengah Pandemi COVID-19

26 Juni 2020 0:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Menteri LHK Alue Dohong, dalam webinar Paludikultur di tengah pandemi COVID-19 dan menjelang musim kemarau 2020 Foto: KemenLHK
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Menteri LHK Alue Dohong, dalam webinar Paludikultur di tengah pandemi COVID-19 dan menjelang musim kemarau 2020 Foto: KemenLHK
ADVERTISEMENT
Peran Paludikultur di lahan gambut menjadi pilihan menjanjikan dalam perbaikan dan restorasi gambut. Selain berkorelasi positif pada reduksi kebakaran hutan dan lahan (karhutla), juga menguatkan ketahanan pangan nasional, mitigasi iklim, dan menumbuhkan perekonomian masyarakat sekitar.
ADVERTISEMENT
Hal itu dijelaskan oleh Wakil Menteri LHK Alue Dohong, dalam webinar Paludikultur di tengah pandemi COVID-19 dan menjelang musim kemarau 2020, Kamis (25/6).
"Dengan Paludikultur, dapat mereduksi karhutla karena Paludikultur mensyaratkan kondisi lahan yang tetap basah dan lembab, maka lahan gambut yang basah ini akan mencegah gambut mudah terbakar akibat kekeringan pada musim kemarau," kata Alue.
Paludikultur merupakan sebuah konsep budidaya tanaman di lahan gambut tergenang. Konsep itu mampu mencegah terjadinya karhutla.
Mentega yang dipendam dalam rawa gambut Foto: Nordic Food Lab/University of Copenhagen
Membasahi lahan gambut (rewetting) merupakan syarat utama dalam mengurangi potensi karhutla di area gambut. Gambut yang tidak terbakar juga akan mengurangi pelepasan gas rumah kaca, sehingga menjadi salah satu pendorong upaya mitigasi perubahan iklim.
Meski begitu, Alue menekankan Paludikultur dapat menyelamatkan ekosistem gambut dengan mendorong penanaman tanaman endemik kawasan gambut baik tanaman keras/pepohonan maupun tanaman semusim/budidaya.
ADVERTISEMENT
Tanaman yang dibudidayakan dalam konsep Paludikultur harus mampu mendorong terbentuknya gambut baru melalui akumulasi sisa biomassa dari budidaya Paludikultur yang akhirnya akan memperbaiki ekosistem gambut terdegradasi.
"Yang paling penting itu harus berkontribusi pada pembentukan gambut, kalau tidak kita belum bisa sebut sebagai Paludikultur," ucap Alue.
Wakil Menteri LHK Alue Dohong, dalam webinar Paludikultur di tengah pandemi COVID-19 dan menjelang musim kemarau 2020 Foto: KemenLHK
Alue menjelaskan, hingga saat ini tercatat sekitar 534 jenis spesies tanaman endemik lahan gambut seperti sagu, ramin, jelutung, belangiran, gelam, dan lain sebagainya, serta 81 jenis jumlah di atas merupakan jenis hasil hutan bukan kayu (HHBK) seperti purun, kangkung, pakis-pakisan dan lain sebagainya yang merupakan jenis yang dapat dikembangkan dalam Paludikultur.
"Mis-konsepsi dan mis-interpretasi tentang Paludikultur kerap terjadi yaitu mengartikan semua tanaman yang bisa hidup dan bertahan tumbuh di gambut dianggap Paludikultur, seperti tanaman kopi arabika, nanas, karet dan kakao," jelas dia.
ADVERTISEMENT
Sebab, mis-konsepsi itu akan mengancam keberlanjutan ekosistem gambut ke depan karena budidaya tanaman itu membutuhkan kondisi lahan gambut yang harus dikeringkan atau di drainase agar bisa tumbuh.
Seekor ular ditemukan mati di lokasi kebakaran lahan gambut di perkebunan sawit milik warga di Kecamatan Rumbai, Pekanbaru, Riau, Rabu (4/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/Rony Muharrman
Paludikultur Cocok Diterapkan dalam Situasi Pandemi COVID-19
Paludikultur diyakini bisa menjadi sebuah peluang dalam mendukung ketahanan pangan nasional di tengah pandemi COVID-19. Banyak jenis tanaman Paludikultur yang bisa jadi sumber pangan kita.
"Di masa COVID ini, banyak negara melakukan kebijakan pemenuhan kebutuhan pangan domestiknya dari pada diekspor ke luar negaranya. Sehingga Indonesia harus melakukan hal yang sama terkait ketahanan pangan kita. Paludikultur ini bisa menjadi bagian dari kebijakan tersebut," ucap Alue.
Pemerintah juga terus menggodok kebijakan pengembangan food estate di lahan eks Pengembangan Lahan Gambut (PLG) 1 juta hektar di Kalimantan Tengah. Dengan food estate itu, pemerintah akan melakukan pengembangan pangan secara terintegrasi mencakup pertanian, perkebunan, perikanan bahkan peternakan di suatu kawasan.
ADVERTISEMENT
"Jadi tidak benar jika ada anggapan bahwa seluruh kawasan eks PLG akan dibuka kembali seluruhnya lahan sawah, karena pemerintah sangat paham dan mengerti bahwa gambut-gambut dalam tidak akan cocok untuk tanam padi, melainkan akan dipulihkan dan dikonservasi," tegas Alue.
Terakhir, Alue juga mengajak seluruh pihak untuk bersinergi melakukan kajian dalam menentukan jenis tanaman Paludikultur yang mampu mendukung ketahanan pangan nasional.
Sebab, hal itu akan menjadi jembatan dalam menjaga kelestarian ekosistem gambut karena mampu mencegah karhutla, meningkatkan perekonomian dan kesehatan masyarakat, serta berkontribusi pada mitigasi perubahan iklim.
***
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona
ADVERTISEMENT
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona!