Wanita Lebanon Todong Pegawai Bank dengan Pistol Mainan Demi Ambil Dana Tertahan

15 September 2022 17:27 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Buku Rekening Bank. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Buku Rekening Bank. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Bersama sekelompok aktivis, seorang wanita melakukan 'perampokan' dengan mengacungkan pistol mainan demi mengambil tabungan bank yang tertahan di Lebanon pada Rabu (14/9).
ADVERTISEMENT
Sali Hafez membutuhkan tabungan tersebut untuk membayar pengobatan kanker saudara perempuannya yang berusia 23 tahun. Dia mengaku telah berulang kali meminta dana itu kepada pihak bank.
Namun, cabang tersebut hanya bisa memberikan USD 200 (Rp 2,9 juta) sebulan dalam pound Lebanon. Bank-bank di negara itu tengah mengalami kekurangan uang akibat krisis ekonomi.
Sehingga, pihaknya membatasi penarikan mata uang asing secara ketat sejak 2019. Menemui kebuntuan, Hafez lantas nekat 'merampok' bank itu menggunakan pistol mainan milik keponakannya.
Hafez menerima bantuan dari kelompok aktivis Depositors' Outcry. Mereka menyerbu kantor manajer di cabang bank BLOM di Beirut.
Ilustrasi tabungan. Foto: Shutter Stock
Seorang nasabah mengatakan, mereka menyiram bensin dan mengancam akan membakar bank tersebut. Hafez juga mengancam akan menembak sang manajer bila tidak memberikan tabungannya.
ADVERTISEMENT
Sejumlah aktivis memasuki bank bersama Hafez, sedangkan yang lainnya menggelar protes di pintu masuk. Pasukan keamanan kemudian menangkap beberapa aktivis tersebut sebelum Hafez keluar dengan menggenggam kantong plastik berisikan uang tunai.
"Saya sebelumnya telah memohon kepada manajer cabang untuk memberikan uang saya, dan saya mengatakan kepadanya bahwa saudara perempuan saya sedang sekarat, tidak punya banyak waktu lagi," ungkap Hafez, dikutip dari Associated Press, Kamis (15/8).
"Saya sudah berada pada titik di mana saya tidak bisa kehilangan apa-apa lagi," lanjut dia.
Seorang demonstran berdiri di dekat api yang membara memblokir jalan, selama protes terhadap jatuhnya mata uang pound Lebanon dan kesulitan ekonomi yang meningkat, di Zouk, Lebanon, Senin (8/3). Foto: Mohamed Azakir/REUTERS
Hafez menerangkan, dia memiliki tabungan senilai USD 20.000 (Rp 298 juta). Tetapi, dia meminta karyawan bank untuk menyerahkan USD 13.000 (Rp 193 juta) dalam pound Lebanon.
Melalui rekaman yang diunggah ke Facebook, Hafez mengungkapkan, dia tidak bermaksud untuk menyakiti pihak mana pun. Hanya saja, dia telah menjual barang-barang pribadinya demi mendanai pengobatan.
ADVERTISEMENT
Hafez bahkan sempat mempertimbangkan untuk menjual ginjalnya. Ketika rekaman itu menjadi viral, Hafez dirayakan sebagai pahlawan di Lebanon. Pasalnya, ada banyak orang yang melewati pengalaman serupa dengan Hafez.
Mereka berjuang memenuhi kebutuhan dan mengambil tabungan seiring krisis mencengkeram Lebanon. Hafez lantas mendorong mereka untuk turut mengambil tindakan tersebut.
"Saya tidak membobol bank untuk membunuh siapa pun atau membakar tempat itu," tegas Hafez.
"Saya di sini untuk mendapatkan hak saya," sambung dia.
Kemacetan lalu lintas yang disebabkan oleh mobil yang mengantre untuk mengisi bahan bakar di Damour, Lebanon, Sabtu (21/8). Foto: Issam Abdallah/REUTERS
Menyusul kejadian itu, para aktivis meluncurkan demonstrasi. Mereka memblokade jalanan utama di depan kantor kepolisian di Beirut. Sebab, otoritas masih menahan dua aktivis yang menolong Hafez. Para pengunjuk rasa menuntut pembebasan segera kedua pria itu.
Depositors' Outcry turut mengulurkan tangan kepada seorang lainnya untuk melakukan aksi serupa. Menggenggam senapan tanpa peluru, pria tersebut pergi sendirian untuk menyerbu BankMed di Aley. Namun, dia tidak dapat mengambil tabungannya sebelum ditangkap.
ADVERTISEMENT
Kedua insiden itu terjadi beberapa pekan usai seorang sopir menyandera sepuluh orang selama tujuh jam. Dia meminta puluhan ribu dolar tabungannya yang terjebak dalam bank lain di Beirut.
Sebagian besar masyarakat memujinya sebagai pahlawan pula. Bagaimanapun juga, sekitar tiga perempat dari populasi negara itu terperosok dalam kemiskinan. Alhasil, mereka tidak punya pilihan selain mengambil tindakan sendiri.
Demonstran saat protes di Jal el-Dib, Lebanon. Foto: Mohamed Azakir/Reuters
"Tidak ada pemerintah, tidak ada rencana pemulihan ekonomi, dan sedikit cadangan yang tersisa," jelas Kepala Depositors' Outcry, Alaa Khorchid.
"Orang-orang ini bekerja selama beberapa dekade, tetapi mereka tidak bekerja agar para penguasa bisa membangun istana sementara mereka tidak mampu membeli sebotol obat," tambah dia.
Lebanon berjuang mereformasi sektor perbankan dan ekonominya selama dua tahun terakhir. Sejauh ini, pemerintah tidak kunjung meraih kesepakatan program pemulihan dengan IMF. Sementara itu, jutaan orang mengarungi pemadaman listrik dan lonjakan inflasi.
ADVERTISEMENT
"Kita harus menghentikan semua yang terjadi pada kita di negara ini," ujar Nakhal.
"Tabungan semua orang terjebak di bank, dan dalam kasus ini, ada seseorang yang sedang sakit. Kita perlu mencari solusi," imbuhnya.