Warga Lopati Bantul Bantah Tolak Pemakaman Protokol COVID-19: Miskomunikasi

5 Juni 2021 13:46 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pemkab Bantul jemput bola melakukan swab PCR di Dusun Lopati. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pemkab Bantul jemput bola melakukan swab PCR di Dusun Lopati. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemakaman jenazah pasien COVID-19 tanpa protokol kesehatan oleh warga terjadi di Dusun Lopati, Desa Trimurti Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul pada 1 Juni lalu. Kasus itu disebut-sebut terjadi karena adanya provokator.
ADVERTISEMENT
Relawan pemakaman COVID-19 Bantul lantas melaporkan kasus ini ke polisi.
Ketua RT 92 Lopati, Kuswanto pun angkat bicara. Dia membantah jika warga menolak pemakaman dengan prokes COVID-19. Menurutnya peristiwa 1 Juni terjadi karena miskomunikasi.
"Jadi pemakamannya itu kemarin miss komunikasi, dari warga sudah menghubungi Satgas tapi kok tidak datang dan respons. Termasuk rumah sakit ada rambu-rambu kalau sudah di peti itu lebih aman gitu lho," kata Kuswanto ditemui di kampungnya, Sabtu (5/6).
Lantaran Satgas tidak kunjung datang, warga kemudian memakamkan jenazah tersebut. Dalam pemakaman tersebut, Kuswanto menjelaskan bahwa jenazah tidak dikeluarkan dari peti tapi langsung dimakamkan.
"Peti tidak dibuka kok, kami menyalatkan saja tetap di dalam ambulans. Penolakan itu tidak benar tapi ada miskomunikasi," ucapnya.
Sejumlah warga di Dusun Lopati, Desa Trimurti, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul nekat memakamkan jenazah pasien COVID-19 tanpa prosedur protokol kesehatan. Foto: Dok. Istimewa
Meski tidak mendetailkan jumlah orang yang ikut memakamkan, dia menyebut warga yang ikut memakamkan sedikit karena persiapan pemakaman sejak pukul 04.00 WIB.
ADVERTISEMENT
"Dari jam kematian sampai dikuburkan itu tidak ada petugas. Yang memberi arahan itu nggak ada. Kita itu manut aja kalau ada arahan. Tapi kan jamnya itu kan mas. Dari tengah malam sampai subuh itu kan, keluarga posisinya panik to," ujarnya.
Sementara soal sosok A yang dilaporkan para relawan pemakaman COVID-19 Bantul lantaran dianggap provokator pada pemakaman 1 Juni lalu, Kuswanto menyebut bahwa orang tersebut merupakan warga RT sebelah atau RT 93.
Dia menjelaskan bahwa pada 18 Mei lalu di RT tersebut ada kasus suspect corona meninggal dunia dan dimakamkan tanpa prokes. Namun setelah hasil swab keluar diketahui bahwa hasil PCR negatif corona.
"Itu kasus pertama. Itu kan suspect keluarga sudah menandatangani prokes. Tapi ada beberapa warga punya pendapat lain. Ya untungnya saja hasil yang keluar itu negatif, itu tanggal 18 Mei. Itu bukan RT sini," ujarnya.
ADVERTISEMENT
"Jadi gini lho, karena mungkin satgas sudah mangkel duluan, dalam satu kampung disamakan semua," katanya.
Camat Srandakan Anton Yuliyanto mengatakan terkait alasan warga soal miskomunikasi akan menjadi pendalaman oleh pihaknya. Hal ini untuk mengetahui fakta sebenarnya dari kasus ini.
"Dari pemberitaan sebelumnya FPRB kan sudah menyampaikan laporannya. Dan ini masyarakat berkesempatan menyampaikan apa yang terjadi waktu itu. Sehingga ada dua pernyataan yang berbeda yang ini masih harus didalami," kata Anton.
Anton menegaskan ketika ada pasien corona meninggal maka pemakaman akan ditangani tim FPRB Kalurahan.
Sebelumnya, persoalan pemakaman jenazah pasien COVID-19 tanpa prokes ini telah dilaporkan para relawan pemakaman COVID-19 di Bantul.
Mereka menduga ada warga yang memprovokasi sehingga relawan yang hendak memakamkan dengan prokes saat itu ditolak dengan alasan hendak memakamkan sesuai adat dan syariat. Padahal jenazah sudah dipastikan positif corona oleh rumah sakit.
ADVERTISEMENT
"Iya kita melaporkan provokator atas nama A," kata Ketua Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Kabupaten Bantul, Waljito di Polres Bantul, Rabu (2/6).
Pihaknya meminta kepada Polres Bantul untuk menindak persoalan ini. Pasalnya provokator seperti ini dinilai menghambat penanganan corona yang dilakukan pemerintah beserta relawan.
"Kalau alasan dengan syariat kita bisa membaca di fatwa MUI nomor 18 tahun 2020 sudah jelas bahwa seluruh pemakaman terkait COVID-19 jika positif maka harus dengan protokol kesehatan," ujarnya.
Carik Kalurahan Trimurti Heri Purwanto membenarkan dua kejadian baik 18 Mei maupun 1 Juni terjadi lantaran ada provokasi dari sosok A.
"Yang namanya A mengatakan penguburan jenazah seperti kucing ngising (berak). Itu pertama yang kita hadapi," katanya.
ADVERTISEMENT
Dia menjelaskan untuk yang kasus pertama terjadi pada 18 Mei lalu. Dua kali penolakan pemakaman prokes COVID-19 itu ada peran A.
"Dua kali itu terlibat karena yang dimintai pendapat itu A. A itu saya nggak bisa bilang sebagai tokoh atau apa, ya warga," katanya.