Andre Rosiade

Wawancara Khusus Andre Rosiade: Saya Diserang Buzzer Ahok

12 Februari 2020 15:27 WIB
comment
41
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Nama Andre Rosiade tiba-tiba melejit dalam dua pekan belakangan ini. Anggota DPR RI Fraksi Gerindra itu menjadi perbincangan hangat setelah melakukan penggerebekan prostitusi online di Padang, Sumatera Barat.
ADVERTISEMENT
Sorotan tajam mengarah ke Andre karena sebagai legislatif, ia dituding tak memiliki kewenangan untuk melakukan penggerebekan. Tak hanya itu, Wakil Sekjen DPP Gerindra itu juga diduga menjebak wanita yang berprofesi sebagai PSK menyusul beredar kwitansi pemesanan hotel atas nama stafnya.
Meski demikian, Andre membantah semua tuduhan itu. Menurutnya, apa yang dilakukannya merupakan bentuk tanggung jawab moril terhadap daerah pemilihan (Dapil) di Sumatera Barat. Apalagi, lanjut Andre, ia menerima banyak laporan masyarakat bahwa kemaksiatan merajalela di Padang.
Tak hanya itu, Andre juga menilai kegaduhan yang ditimbulkan pascapenggerebekan tersebut tak lebih merupakan ulah dari buzzer Ahok. Ia merasa diserang oleh para buzzer usai mengkritik Ahok sebagai ‘Komisaris Utama rasa Direktur Utama Pertamina’.
ADVERTISEMENT
“Pada 26 Januari, seluruh media memuat berita itu (penggerebekan) tapi enggak heboh. Baru hebohnya tanggal 4 Februari, kenapa? Patut diduga karena tanggal 3 Februari saya mengkritik Ahok ‘Komisaris rasa Dirut’, tiba-tiba tanggal 4 dan 5 Februari saya diserang begitu masif sampai detik ini,” ujar Andre.
Atas penggerebekan itu, Andre pun kini terancam dipanggil oleh Majelis Kehormatan Dewan (MKD) menyusul adanya laporan dari masyarakat. Lantas, bagaimana putra asli Minang ini menghadapi segala persoalan yang timbul sebagai ekses dari penggerebekan PSK online itu? Simak wawancara kumparan dengan Andre Rosiade dalam program ‘To The Point’ berikut ini.
Anggota DPR RI Fraksi Gerindra Andre Rosiade Foto: Helmi Afandi Abdullah
Pro dan kontra mencuat seiring dengan penggerebekan PSK yang Anda lakukan di sebuah hotel di Padang. Bisa Anda ceritakan bagaimana kronologinya?
ADVERTISEMENT
Kronologinya jelas ya, masyarakat melaporkan ke saya, ada aplikasi namanya 'Michat' lalu tanggal 26 Januari masyarakat mendatangi saya. Kebetulan saat itu pukul 5.40 WIB, saya take-off dari Jakarta ke Padang, karena memang ada acara penyampaian visi dan misi calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur, di mana acara itu harus saya hadiri sebagai ketua DPD Gerindra Sumatera Barat. Saya datang, lalu masyarakat melaporkan ke saya, kebetulan saya anggota DPR RI Dapil Sumatera Barat 1, ada 11 Kota dan Kabupaten, salah satunya yaitu Kota Padang. Alhamdulillah, di Kota Padang saya dapat suara 70.000. Masyarakat melaporkan ke saya bahwa kemaksiatan merajalela di Kota Padang, lalu sekarang ada namanya aplikasi 'Michat' yang membahayakan untuk perkembangan moral anak-anak Sumatera Barat, anak-anak Kota Padang. Aplikasi 'Michat' bisa dipakai anak ini, yang pegang handphone sekarang kan anak-anak SD, SMP, dan SMA. Anak-anak itu bisa menjadi korban karena tuntutan ekonomi atau keadaan melihat gaya hidup teman-temannya akhirnya mereka termotivasi untuk menjual diri. Atau anak-anak yang punya duit, aplikasi ini gampang mendapatkan, mohon maaf, praktik prostitusi dan bisa tergoda.
ADVERTISEMENT
Sebagai anggota DPR, saya tentu berkewajiban merespons laporan masyarakat, karena masyarakat membutuhkan anggota DPR yang mendengarkan aspirasi masyarakat. Saya hubungi pihak kepolisian, lalu oleh pihak kepolisian diutuslah tim cyber crime Polda Sumbar untuk bertemu dengan masyarakat yang melapor kepada saya. Mereka bicara, berkomunikasi, dan bekerja sama untuk melakukan operasi tangkap tangan tersebut, di mana operasi itu dilakukan dan penangkapan dilakukan oleh pihak polisi, saya hadir menyaksikan seperti masyarakat.
Pada 26 Januari hal itu enggak heboh, seluruh media memuat berita itu. Hebohnya tanggal 4 Februari, kenapa? Patut diduga karena tanggal 3 Februari saya mengkritik Ahok ‘Komisaris Utama rasa Direktur Utama Pertamina’. Ahok pendukungnya di media sosial banyak, tiba-tiba tanggal 4 dan Februari, saya diserang begitu masif sampai detik ini.
ADVERTISEMENT
Seberapa yakin Anda diserang oleh para buzzer karena mengkritik Ahok?
Ya, patut diduga karena akun-akun itu adalah akun-akun pro Ahok selama ini di Pilkada DKI kemarin. Ada Eko Kuntadhi, Teddy Gusnaidi, Rudi S Kamiri, dan Permadi Arya, siapa sih yang enggak kenal mereka? Mereka influencer besar yang menyerang saya. Tapi, bagi saya terus terang tidak ada masalah karena ini risiko perjuangan, amar ma'ruf nahi mungkar itu menegakkan kebenaran, dan memang ada risiko perjuangan, dan inilah resiko perjuangan saya, diserang oleh buzzer. Padahal, masyarakat Sumatera Barat, khusus masyarakat kota Padang, sangat mendukung gerakan yang saya lakukan.
Juru Bicara BPN, Andre Rosiade Foto: Jodi Hermawan/kumparan
Seberapa besar sebenarnya urgensi Anda hadir pada penggerebekan tersebut hingga akhirnya Anda dituding melampaui kewenangan?
ADVERTISEMENT
Yang mana coba sebutkan, apa yang melampaui kewenangan? Yang menangkap itu polisi bukan Andre Rosiade, lalu kewenangan mana yang saya lampaui? Apakah saya, dengan melaporkan laporan masyarakat, meneruskan laporan masyarakat ke polisi, itu saya melampaui kewenangan saya? Saya lahir dan besar di Kota Padang, bukan Permadi Arya, bukan Eko Kuntadhi yang lahir di kota Padang, bukan Teddy Gusnadi, bukan Rudi S Kamiri, tapi Andre Rosiade. Terkutuk saya orang yang lahir di Kota Padang, menjadi anggota DPR dipilih oleh masyarakat Kota Padang, lalu saya diam melihat semua itu. Dosa besar saya jadi pejabat negara karena saya hanya diam melihat kemaksiatan. Mohon maaf, saya Andre Rosiade, tidak mau selemah-lemahnya umat, mohon maaf, bukannya sombong, saya enggak mau jadi pejabat selemah-lemahnya umat, karena jabatan ini, mohon maaf dengan segala hormat, jabatan itu akan saya tanggung jawabkan bukan hanya di dunia tapi di akhirat. Allah Tuhan saya akan bertanya, ‘Hai Andre apa yang kau lakukan? Anda menjadi pejabat negara yang dipilih rakyat, melihat kemaksiatan di daerah pemilihan Anda, kenapa kau diam?’ Saya akan ditanya di dalam kubur saya nanti, itu keyakinan saya ya, terserah orang mem-bully saya, terserah orang memaki saya, yang penting masyarakat Padang dan Allah tidak pernah mem-bully saya karena ini risiko perjuangan.
ADVERTISEMENT
Pada Desember, saya mendampingi razia Satpol PP, ada belasan karaoke ilegal yang menjual miras ilegal dan di dalam karaoke itu juga ada diduga cewek-cewek yang berprofesi sebagai PSK, itu sudah melanggar Perda. Itu baru karaoke-karaoke, belum lagi prostitusi online, masak saya diam? Coba kalau kejadian itu menimpa anak atau keluarga Anda. Tanggal 26 Januari saya melakukan laporan ke polisi dan polisi menggerebek tanggal 4 Februari. Tanggal 3 Februari, Polres Kota Padang menggelar konferensi pers, ada anak kelas 2 SMP dijual sama mucikarinya melalui prostitusi online, yang nangkap itu bapaknya dan laporkan ke polisi. Mucikarinya ada dua orang, laki-laki dan perempuan usia 19 dan 20 tahun, lalu saya harus diam? Saya dibilang melampaui kewenangan, silakan sidang saya, laporkan saya, yang pasti bagi saya ada pertanggung jawaban dunia dan akhirat ya, saya enggak mau jadi pejabat negara yang dibilang selemah-lemahnya umat. Saya punya kekuasaan dan kewenangan, saya fasilitasi ke pihak kepolisian, penangkapan itu dilakukan pihak kepolisian, silahkan teman-teman bertanya ke pihak kepolisian. Sebutkan salah kewenangan itu apa? Anggota DPR itu bukan hanya bicara soal komisi dia, Saya di Komisi VI dibilang enggak ada kewenangan. Saya anggota DPR Dapil Sumatera Barat 1 masak enggak boleh sih merespons aspirasi masyarakat Sumatera Barat. Bencana alam di Sumatera Barat apa harus BNPB? Terus, saya enggak boleh ngirim bantuan, karena bukan komisi bencana alam, begitu?
ADVERTISEMENT
Bagaimana dengan tuduhan Anda melakukan penjebakan menyusul beredarnya kwitansi pemesanan kamar?
Saya sudah sampaikan, polisi datang bertemu masayarakat melakukan operasi tangkap tangan. Polisi dan masyarakat dalam bekerja sama ternyata membutuhkan kamar, lalu bertanya ke semua yang hadir, siapa yang punya kamar. Staff saya, Bimo, dia ikut saya dari Jakarta, karena hari itu ada acara penyampaian visi dan misi calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat. Dia memesan kamar untuk kami maupun panitia kalau ingin beristirahat, karena acara dari pukul 09:00 WIB sampai 20:00 WIB, dan saya akan take-off 19:30 WIB untuk kembali ke Jakarta. Ternyata, waktu masyarakat minta, dibutuhkan kamar, Bimo inisiatif pakai kamar ini karena tidak terpakai. Dia (Bimo) enggak ada di dalam kamar, karena hanya sekadar meminjam. Enggak ada yang kita tutupi, silakan tanya ke pihak polisi, ini kan taktik polisi melakukan penegakan hukum.
Anggota Fraksi Partai Gerindra Komisi VI Andre Rosiade. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Setelah penggerebekan, justru banyak dukungan diberikan kepada sang PSK. Bagaimana Anda menyikapinya?
ADVERTISEMENT
Itu hak masyarakat. Pernyataan mucikari NN (PSK) ini menginap selama dua minggu, ada delapan kali transaksi. NN stay (tinggal) di hotel, bukan di rumah. Saya dituduh korbankan NN dengan memisahkan dia dengan anaknya, tapi buktinya dia tinggalnya di hotel. Itu ada di BAP (Berita Acara Pemeriksaan).
Dukungan terhadap NN juga mengalir dari Komnas Perempuan...
Bilang ke Komnas Perempuan, kalau ada anak SMP jadi korban seperti yang kemarin di Kota Padang tanggal 3 Februari diumumkan oleh polisi, kalau ada anak di bawah umur tergoda karena punya uang karena aplikasi ini (Michat) dengan gampang mendapatkan praktik prostitusi, siapa yang mau tanggung jawab, Komnas Perempuan? enggak kan. Maksud saya, saya lagi nunggu siapa yang mau tanggung jawab kalau terjadi dekadensi moral. Kalau kemaksiatan merajalela, suatu saat pasti turun azab. Komnas Perempuan mau tanggung jawab enggak kalau azab Allah turun di Kota Padang? Ini soal amar ma'ruf nahi mungkar, banyak pemimpin yang bisa ber-amar ma'ruf, yang mengajak kebaikan, tapi tidak semua orang punya nyali melakukan nahi mungkar.
ADVERTISEMENT
Polisi juga mengabulkan permintaan penangguhan penahanan NN, bagaimana tanggapannya?
Itu kewenangan polisi. Soal penyidikan, soal proses hukum, silakan tanya ke kepolisian, yang pasti saya hanya menyalurkan aspirasi masyarakat, saya fasilitasi ke polisi, polisi yang bekerjasama dengan masyarakat, saya menyaksikan penggerebekan, bukan saya yang nangkap loh, enggak ada kewenangan, meskipun keterangan Karopenmas masyarakat boleh melakukan penangkapan. Masak ada copet kita diam saja gitu, Anda enggak boleh nangkap karena enggak ada kewenangan, anggota DPR enggak boleh nangkap copet lewat, enggak ada kewenangan, Anda Komisi I, Anda komisi IV, enggak ada kewenangan nangkap copet, saya bingung enggak ada kewenangan. Makanya saya sampaikan, maksud saya yang menyerang saya itu buzzer-buzzer, saya sudah bilang, saya habis mengkritisi Ahok, setelah itu saya diserang luar biasa. Coba lihat di Twitter, bisa dicek siapa mereka selama ini, mem-follow siapa, link-nya seperti apa, ketahuan di Twitter. Ini patut diduga, karena saya enggak kenal Teddy Gusnadi, saya enggak kenal Rudi S Kamiri dan Permadi Arya, kok mereka semangat mention saya, bikin status soal saya, saya enggak kenal orang-orang itu, ada apa mereka ke saya, kok tiba-tiba begitu semangat ‘45?
ADVERTISEMENT
Bagaimana partai Anda menyikapi ramainya pemberitaan tentang penggerebekan ini?
Partai klarifikasi ke saya. Pak Sekjen sebagai pimpinan maupun Ketua Fraksi akan memanggil saya secara resmi, dan saya akan datang. Ada mahkamah partai ingin mendengarkan keterangan kualifikasi saya, Insya Allah saya akan datang, sebagai kader yang taat dan patuh kepada partai dan pimpinan, tentu saya akan siap memenuhi undangan.
Sejauh ini, apakah sudah ada koordinasi dengan pimpinan partai?
Sudah, tapi tentu mekanisme internal akan berjalan, saya akan datang, saya penuhi panggilan sesuai dengan arahan pimpinan dan partai karena saya ini kader yang loyal, taat dan patuh pada pimpinan partai. Tapi, saya garis bawahi, ini risiko perjuangan, amar ma'ruf nahi mungkar, karena jabatan itu tidak hanya kita bertanggung jawab di dunia, bukan hanya kita pertanggung jawabkan ke rakyat, bukan hanya kita pertanggung jawabkan ke pimpinan partai, tapi kita pertanggung jawabkan kepada akhirat. Saya tidak mau dikenang oleh pemilih saya, oleh masyarakat Indonesia sebagai anggota DPR selemah-lemahnya umat. Kalau dibilang kewenangan, besok lihat copet kita diam saja, kita enggak punya kewenangan, atau ada tabrak lari enggak bisa nolong karena enggak ada kewenangan, yang punya kewenangan polisi lalu lintas atau rumah sakit, gitu? Copet yang menangkap polisi karena kita nggak ada kewenangan? Ini harus diperjelas, jangan sampai drama-drama enggak ada kewenangan ini membuat semua orang diam.
ADVERTISEMENT
Bagaimana sikap Anda jika akhirnya nanti dipanggil ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD)?
Andre Rosiade menjawab pertanyaan wartawan saat menghadiri Rapimnas Partai Gerindra di kediaman Prabowo Subianto di Hambalangm Bogor. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Sama Allah pun saya bertanggung jawab, masak sama Arteria Dahlan enggak bertanggung jawab. Kan yang bilang saya akan dipanggil MKD itu Arteria. Apakah layak saya diperiksa MKD, tentu majelis MKD dengan rapat internal untuk memutuskan, kalau masyarakat melaporkan. Mekanismenya, masyarakat melaporkan saya ke MKD, lalu MKD akan melakukan rapat, nanti mereka menentukan apakah kasus ini layak dibahas atau tidak, dan apakah saya perlu dipanggil, bukan orang per orang di MKD. Ini saya ingin klarifikasi, karena Arteria Dahlan bilang akan memanggil saya. Enggak bisa orang per orang mengatasnamakan MKD, harus resmi. Tentu saya akan siap kalau memang MKD memanggil saya, sebagai anggota DPR yang taat prosedur, tata tertib, undang-undang, saya akan hadir memenuhi undangan.
ADVERTISEMENT
Saya bilang jabatan ini amanah, akan dipertanggungjawabkan dunia dan akhirat, jadi bukan hanya dunia, akhirat pun kita bertanggung jawab. Masak kita dipanggil MKD, kita enggak datang. Tentu saya akan menjelaskan, saya akan buka semua data tapi memang tidak bisa mengumbar data yang saya miliki di depan umum. Tapi, di mana pun saya akan pertanggung jawabkan soal ini, yang pasti ini bagian dari risiko perjuangan melawan kemungkaran. Saya tidak mau dianggap anggota DPR selemah-lemahnya umat, punya kekuasaan, punya jabatan tapi masyarakat melaporkan hanya diam, saya enggak mau seperti itu. Karena nanti saya ditegur, bukan hanya oleh konstituen, tapi tuh yang di atas pasti negur kita.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten