Helmy Yahya

Wawancara Khusus Helmy Yahya: Berkat Liga Inggris, TVRI Ditonton

31 Januari 2020 19:41 WIB
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Setelah lama berjaya, harus diakui saat ini TVRI hampir terlupakan oleh masyarakat. Seiring menjamurnya televisi swasta, TVRI bak kehilangan daya tariknya. Kesan usang dan ketinggalan zaman pun sudah kadung melekat pada televisi yang pertama kali mengudara pada 24 Agustus 1962.
ADVERTISEMENT
Hingga akhirnya, pada 2019, TVRI mulai melakukan pembaharuan. Dimulai dengan mengubah logo TVRI menjadi lebih kekinian hingga munculnya sejumlah program anyar.
Sosok di balik segala perubahan wajah TVRI itu tak lain adalah Helmy Yahya yang kala itu menjabat sebagai Direktur Utama (Dirut). Pada era kepemimpinan mantan presenter kondang itu pula TVRI untuk kali pertama dalam sejarah mendapatkan hak siar Liga Inggris.
Disamping bulu tangkis, Helmy menyatakan dengan adanya tayangan Liga Inggris, membuat TVRI kini kembali menjadi tontonan masyarakat. Menurutnya, Liga Inggris mampu menjadi etalase TVRI.
“Liga Inggris itu killer content, sebuah monster content, sebuah lokomotif yang diperlukan seluruh stasiun TV. Karena TV harus punya killer content yang dibela-belain dibeli mahal supaya orang menonton,” ujar Helmy.
ADVERTISEMENT
Namun, siapa sangka, tayangan Liga Inggris belakangan menimbulkan polemik yang berujung kepada pemecatan Helmy selaku Dirut. Dewan Pengawas (Dewas) TVRI mengaku tak mendapatkan laporan secara rinci terkait hak siar tersebut. Apalagi, karena hak siar Liga Inggris itu pula kini TVRI memiliki utang dengan nominal tak sedikit.
Lantas, bagaimana Helmy menyikapi pembelian hak siar Liga Inggris yang dianggap menjadi biang masalah oleh Dewas TVRI? Sudah sejauh mana langkah hukum yang ditempuhnya terhadap pemberhentiannya sebagai Dirut? Simak wawancara kumparan bersama Helmy Yahya dalam program 'To The Point' berikut ini.
Mantan Dirut TVRI Helmy Yahya Foto: Helmi Afandi Abdullah
Beberapa hari lalu, ketika melakukan RDP (Rapat Dengar Pendapat) dengan Komisi I DPR RI, Anda sempat menangis. Mengapa?
TVRI itu seperti bayi saya. Kami Direksi enam orang dengan komitmen luar biasa, soliditas luar biasa, kami turun langsung, kami jalankan bisnis yang kata orang itu impossible (mustahil). TVRI terkapar bertahun-tahun dengan menempati rating posisi nomor 15 dari 15 TV nasional. Tapi, dengan tekad kuat, saya kepengin betul buat legacy, saya kan orang yang suka dengan tantangan, saya lulusan STAN (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara), tapi saya ada di industri kreatif, itu kan kontradiktif. Saya tidak pernah menduga TVRI yang terkapar bertahun-tahun di posisi paling bawah itu pelan-pelan bisa kami bawa naik. Keberhasilan kami adalah bagaimana membangkitkan terutama dari segi SDM, karena kami berenam di Direksi TVRI kan enggak mungkin bisa bekerja sendiri, kami merangkul karyawan TVRI. Sebagai informasi, karyawan TVRI jumlahnya ada 4.800 orang, dengan 72% di atas usia 40, yang kami bilang non milenial atau kolonial itu, padahal ini kan industri kreatif, bukan Rumah Sakit atau Universitas. Tapi, kami bisa mengangkatnya, luar biasalah. Dokumenter kami beberapa kali jadi yang terbaik di Indonesia dan menang di Asia seperti 'Jelajah Kopi' yang sebentar lagi akan ditayangkan di jalur distribusi Discovery.
ADVERTISEMENT
Jadi, kepercayaan itu yang kadang bikin saya menangis. Masya Allah, TVRI itu bisa diajak untuk berubah. Memang kerja keras ya, Sabtu dan Minggu masuk, Ada Direksi yang tidur di kantor, kami pulang setelah karyawan pulang, masuk sebelum karyawan masuk. Mereka melihat kami bekerja keras, dan akhirnya banyak juga yang ikut. Sekarang bangga sudah keren-keren ya. Konser musik kami sudah bagus, kemudian acara olahraga, kemarin ada bulu tangkis Indonesia Master di Istora, itu TVRI bukan cuma menyiarkan, tetapi juga memproduksi. Di situ ada teman-teman yang bekerja, itu yang bikin saya menangis. Jadi kayak bayi saya saja, dan saya sekarang dipaksa berpisah dari bayi yang sudah kami besarkan.
Mantan Direktur Utama TVRI, Helmy Yahya. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Dukungan dari karyawan TVRI begitu besar kepada Anda, bagaimana melihatnya?
ADVERTISEMENT
Saya enggak menyangka sama sekali. Dalam konflik Dirut dengan Dewas, saya minta karyawan jangan ikut berpolitik, kerja saja jaga layar, jangan terpengaruh, tetaplah tunaikan kewajiban untuk melayani publik dengan siaran terbaik. Mereka memberikan dukungan, mereka muncul gitu, sebenarnya itu menimbulkan risiko untuk mereka, tapi mereka melupakan itu karena saya dekat betul dengan penyiar-penyiar itu. Hari pertama kerja saya langsung masuk ke studio dengan Theo Daniel, dia itu salah satu presenter terbaik kami. Saya tanya ‘Apa program kamu, dia jawab semangat pagi Indonesia, tapi kenapa kamu enggak semangat? Dirut kamu itu mantan presenter, pensiunan presenter’. Saya share gimana pengalaman saya. Gimana pengalaman saya dari enggak ngerti broadcast jadi presenter papan atas.
ADVERTISEMENT
Saya bekali mereka dengan kepercayaan diri dan itu saya lakukan semua di seluruh stasiun daerah yang saya kunjungi, semacam coach (pelatihan) gratis, jadi itu yang membuat hubungan kami sangat dekat. Saya dengan teman-teman produksi sangat dekat, saya bantu mereka, begini lho cara bikin rundown, begini lho mengarahkan kamera yang benar, begini lho directing dan editing yang benar, dan Pak Apni Jaya Putra (Program Director) juga sangat melengkapi itu.
Apakah ada perasaan menyesal setelah berhasil mengubah wajah TVRI tetapi kemudian malah didepak?
Kalau ditanya apakah saya menyesal pernah memimpin TVRI, saya bilang ‘No’. Ini bagian dari perjalanan hidup, banyak pelajaran yang saya dapatkan, pelajaran leadership, manajerial, finansial, branding, dan rebranding, promosi, pelajaran bagaimana memotivasi karyawan. Mereka itu hanya dibayar dengan gaji pokok karena tunjangannya belum turun. Waktu RDP kemarin, saya menangis karena ada yang datang dari Papua, ada yang datang dari Aceh, ada yang datang dari Kupang dan Mataram, sehari sebelumnya ada datang 30 orang dari Bengkulu, dan mereka pakai uang sendiri. Jadi, saya merasa tersentuh betul, saya dipisahkan dari bayi saya.
ADVERTISEMENT
Saya antarkan TVRI ke pondasi yang sangat kuat, Insya Allah TVRI akan tetap baik karena ini kan masalah kepercayaan. Karena kepercayaan pihak ketiga, sekarang kami WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dari disclaimer tiga kali secara keuangan, sekarang kami WTP unqualified opinion, itu penting. Kalau sudah unqualified opinion artinya lembaga ini bisa dipercaya mengelola keuangan, dipercaya mengelola aset, internal control-nya bisa dipercaya. Kami dapat BMN Award, Panasonic Award, Adam Malik award, layar kami juga tambah kinclong ya, karena kamera kami adalah kamera-kamera terbaik dengan kualitas 4K, ada 21 kamera. Sekarang kami punya studio sebagai salah satu yang terbaik. Berikutnya Liga Inggris datang, bulu tangkis datang, Timnas Indonesia diserahkan kepada kami, dan itu lebih karena kepercayaan yang kami bangun. Orang nyaman bekerja dengan kami dan salah satu faktor terbesarnya karena kami melakukan rebranding.
ADVERTISEMENT
Sebesar apa dampak dari rebranding yang dilakukan TVRI?
Kalau kita melihat rebranding di mana setelah ganti logo, supergrafis kami menjadi luar biasa, menyentak gitu, layar kami juga jadi berubah. Sebelum ganti logo, kami bikin teaser di medsos. Di medsos saya dan Apni itu hampir 90% untuk kepentingan kantor, apa yang saya lakukan juga demi program yang sedang kami buat. Anak saya dua orang kan bergerak dalam industri kreatif, mereka bilang keren banget teaser-nya logo TVRI yang baru. Begitu kami buka bulatan itu dengan logo TVRI yang sangat simpel dan tulisan media pemersatu bangsa, kami mendapatkan pujian dari netizen yang sangat positif, mereka nilai ini modern, keren, dan tegas sehingga meninggalkan kesan jadul (zaman dulu). Pengaruh rebranding itu bukan saja kami berubah menjadi lebih bagus, tetapi juga kepada coorporate culture kami. Seragam kami ganti dengan yang baru, membuat karyawan kami menjadi bangga. Itu quick win yang saya lakukan, saya bilang sama Direksi dan saya izin ke Dewas ingin melakukan rebranding, ganti logo dan ganti seragam, it's small things tapi it's mean a lot (hal kecil tetapi sangat berarti). Sekarang karyawan TVRI bangga memakai seragamnya yang keren itu.
ADVERTISEMENT
Salah satu yang menjadi sorotan dari Dewas terkait pemberhentian Anda adalah Liga Inggris, yang disebut tak mencerminkan jati diri bangsa. Bagaimana menyikapinya?
Saya enggak mau masuk dalam perdebatan itu. Soal jati diri bangsa kan dibahas di medsos-medsos. Meme juga banyak yang sangat lucu. Liga Inggris itu killer content, sebuah monster content, sebuah lokomotif yang diperlukan seluruh stasiun TV. Karena TV harus punya killer content yang dibela-belain dibeli mahal supaya orang menonton. Ada yang beli Master Chef, ada yang beli Indonesian Idol, ada yang beli The Voice, dan TVRI memerlukan itu. Bertahun-tahun tidak ditonton orang, tapi sekarang TVRI punya Liga Inggris dan itu penting. Apa yang salah dengan mengajarkan sportivitas? Membuat rakyat Indonesia terhibur, boleh ditanya olahraga apa yang paling menghibur rakyat Indonesia, pasti jawabannya sepak bola. Ditaruh di TVRI itu betul banget karena menjangkau 200 juta penduduk, enggak perlu Pay TV yang harus bayar, enggak beli parabola yang besar-besar, cukup pakai antena saja, sudah bisa menonton Liga Inggris--liga utama, liga terbaik, dan liga termahal dunia itu. Gara-gara Liga Inggris orang menonton, kemudian kita punya BWF kejuaraan badminton utama dunia, dan kebetulan pula atlet-atlet Indonesia kan lagi bagus-bagusnya tuh. Ada Minion (julukan Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo), ada Anthony Ginting, ada Jonathan Christie, The Daddies (julukan Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan). Menurut saya, tiap kali mereka main, TV share kami langsung naik. Kami dapat timnas, ada Formula E gratis, sekarang seluruh kejuaraan dunia ditawarkan pertama kali ke TVRI karena jangkauan luas.
Mantan direktur utama TVRI Helmy Yahya (kanan) saat menghadiri RDP dengan Komisi I terkait pemecatan dirinya, Selasa (28/1), Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Menurut saya, Liga Inggris apa yang harus dipermasalahkan? Gagal bayar tidak, cuma tunda bayar saja. Bayarnya dari mana? Dari PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), iklan, sewa tower yang disetorkan ke kas negara, nanti kami tarik lagi, akan dibayar. Ini disamakan dengan Jiwasraya, saya pikirkan terlalu berlebihan. Jiwasraya itu kan gagal bayar kepada rakyat, ini kan mitra bisnis as usual. Hitung-hitungannya mahal, enggak juga. Saya sampaikan kemarin di RDP, harganya 3 juta dollar AS, kami dapat komitmen iklan 1 juta dollar AS, sisanya 2 juta dollar AS, kami masih mungkin lagi mendapat revenue. Kemudian di situ ada highlight 1 jam, ada preview 1 jam, ada post match 1 jam, itu sekitar lebih dari 100 episode. Jadi, hitung-hitungan saya kemarin tinggal sekitar 1,5 juta dollar AS dikalikan Rp 14.000 itu sekitar 21 miliar, dibagi 76 pertandingan, dapatnya cuma sekitar Rp 130 jutaan per jam. Jauh lebih murah daripada kami beli sinetron, jauh lebih murah kalau dibandingkan dengan Liga Indonesia.
ADVERTISEMENT
Apakah Dewas merasa tidak laporkan (pembelian hak siar Liga Inggris)? Saya sudah bilang ada suratnya, ada rapatnya, Mas Apni sudah sudah bicara dengan Orbit-nya, dan pada launching, Ketua Dewas juga hadir. Saya tidak mau berdebat ke sana ya, tapi kita harus sepakat gara-gara Liga Inggris TVRI ditonton, itu penting. Jadi, Liga Inggris dan BWF menjadi seperti etalase untuk TVRI, orang nilai ini keren, mereka masuk dan mereka akan melihat. Mungkin dia akan belanja (menonton) yang lain, acara budaya kami, acara pariwisata kami, acara-acara informasi berita kami, acara edukasi kami, mereka masuk dulu tuh, itu yang kami sebut konten monster, kontak kami berhasil. Kalau dikatakan acara kami asing terbanyak sudah dibilangin sama Apni acara itu cuma 470 jam setahun, dari hampir 8.000 jam, jadi itu enggak sampai 10%.
ADVERTISEMENT
Dan, sejak kapan kami anti betul dengan cara-cara asing? Kami pernah menayangkan Piala Dunia, Liga Italia dan Liga Jerman. Kalau Anda tanya program TVRI dulu filmnya apa sih? Ada Oshin, Little House on The Prairie dan lain-lain. Jadi, tidak ada TV mana pun sebelumnya yang acaranya dibuat lokal semua. Belum lagi kami punya 30 stasiun daerah di mana setiap hari mereka bersiaran 4 jam sehari. Kalau 4 jam dikalikan 31 daerah, dikalikan 365 hari itu dapatnya sekitar 42.000 jam, dan itu semuanya acara lokal, tidak ada asing sama sekali. Saya ini akuntan, saya main angka, kita main statistik saja.
Buntut dari pemecatan, Anda akan membawa masalah ini ke pengadilan, sudah sampai sejauh mana langkah hukum yang ditempuh?
ADVERTISEMENT
Kalau melihat PP itu gampang betul seorang diri diberhentikan, cukup dikasih surat pemberitahuan, dan dikasih waktu bela diri satu bulan. Saya habis-habisan membela diri, 70 halaman dengan 1.200 halaman lampiran. Saya tidak pernah dipanggil, tidak pernah diajak diskusi, tidak pernah juga dimediasi, tidak pernah juga diklarifikasi, enggak pernah ditanya. Tiba-tiba saya dipanggil, pembelaan saya ditolak, yang saya juga enggak tahu apa sudah dibaca semua pembelaan saya. Kalau lihat PP 13 tahun 2005, seorang direksi TVRI itu bisa diberhentikan sebelum waktunya kalau melanggar empat hal yaitu melanggar undang-undang yang berlaku, mencemarkan nama baik lembaga, melakukan tindakan pidana yang berkekuatan tetap, dan batal demi dihukum. Enggak ada satu pun yang saya langgar. Secara hukum enggak ada pelanggaran yang saya lakukan. Secara mengejutkan, saya diberhentikan secara hormat, dan pengacara saya bilang tidak ada hal yang dilanggar. Saya berunding terus dengan penasihat hukum untuk melakukan langkah-langkah hukum.
Mantan Direktur Utama TVRI, Helmy Yahya. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Jika pemberhentian Anda batal secara hukum dan diminta kembali menjadi Dirut, apakah bersedia?
ADVERTISEMENT
Ada beberapa perbaikan yang saya minta, perbaikan tata kelola, hubungan Dewas dengan Direksi, enggak bisa begitu, hubungannya enggak asik menurut saya. Ada SK yang dibuat Dewas, itu yang terlalu direksional, persoalan TVRI Dewas masuk ke area direksional sehingga ada dua direksi, saya keluar kota harus izin, apalagi ke luar negeri. Padahal, visi dan misi yang mereka masukkan menjadi world class broadcaster. Tentu itu sangat jauh mencampuri urusan Direksi. Mereka pernah masuk ke area pembinaan karyawan, kami mutasi karyawan yang melakukan kesalahan, mereka protes. Itu melampaui kewenangan di UU dan PP. Dewas itu hanya badan pengawasan. Jadi, sudahlah saya menikmati kebebasan saya saja dulu he he he...
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten