Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.0
6 Ramadhan 1446 HKamis, 06 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
WHO Catat 1,57 Miliar Warga Alami Gangguan Pendengaran, Apa Penyebabnya?
5 Maret 2025 11:29 WIB
·
waktu baca 4 menit
ADVERTISEMENT
WHO mencatat sekitar 1,57 miliar dari 8 miliar penduduk dunia mengalami gangguan pendengaran. Hal ini menjadikannya penyebab disabilitas terbesar ketiga di dunia.
ADVERTISEMENT
“Saat ini, (dari 1,57 miliar itu) lebih dari 5% populasi dunia atau sekitar 430 juta orang memerlukan rehabilitasi pendengaran, termasuk 34 juta anak-anak,” kata Plt. Direktur Jenderal Penanggulangan Penyakit Kemenkes RI, dr. Yudhi Pramono dikutip dari situs Kemenkes, Rabu (5/3).
Ia menyampaikan ini dalam rangka memperingati Hari Pendengaran Sedunia (World Hearing Day/WHD) yang diperingati setiap tanggal 3 Maret.
“Diperlukan investasi tambahan sebesar USD 1,4 per orang per tahun untuk memastikan akses layanan kesehatan pendengaran dan telinga yang optimal,” tambahnya.
Pada tahun 2050, diperkirakan 2,5 miliar orang akan mengalami gangguan pendengaran pada tingkatan tertentu. Setidaknya 700 juta orang akan membutuhkan rehabilitasi pendengaran.
Di Indonesia, hasil Survei Kesehatan Indonesia 2023 menunjukkan bahwa prevalensi disabilitas pendengaran pada usia ≥1 tahun sebesar 0,4%, dengan proporsi pengguna alat bantu dengar mencapai 4,1%.
ADVERTISEMENT
“Artinya, 4 dari 100 orang di Indonesia adalah pengguna alat bantu dengar. Ini menunjukkan bahwa angka disabilitas akibat gangguan pendengaran cukup tinggi di Indonesia,” jelas Yudhi.
Sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan gangguan pendengaran, Kementerian Kesehatan menerapkan empat pilar strategi, yaitu 1) Promosi Kesehatan; 2) Deteksi Dini; 3) Perlindungan Khusus; dan 4) Penanganan Kasus.
Upaya promosi kesehatan diarahkan agar masyarakat peduli untuk mencegah gangguan indera dengan menyebarluaskan informasi baik melalui media komunikasi, informasi dan edukasi maupun melalui penyuluhan atau kegiatan lainnya serta melibatkan masyarakat ikut berperan di dalamnya.
“Deteksi dini gangguan pendengaran dapat dilakukan upaya kesehatan berbasis masyarakat melalui Posyandu atau fasilitas pelayanan kesehatan untuk menjaring kasus gangguan pendengaran di masyarakat yang kemudian dirujuk ke FKTP,” ujar Yudhi.
Pemerintah telah memulai program cek kesehatan gratis di puskesmas. Program ini bisa dimanfaatkan untuk skrining pendengaran.
ADVERTISEMENT
“Pelaksanaan Program Pemeriksaan Kesehatan Gratis (PKG), yang saat ini sudah dilaksanakan di seluruh puskesmas, seperti FKTP maupun satuan pendidikan dengan paket skrining sesuai juknis dari PKG, yang termasuk skrining pendengaran," ungkap Yudhi.
Paparan Bising dan Penuaan
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala Leher Indonesia (PERHATI-KL), dr. Yussy Afriani Dewi, menekankan bahwa jika tidak ada langkah pencegahan, jumlah penderita gangguan pendengaran akan meningkat menjadi 700 juta pada tahun 2050.
“Gangguan pendengaran yang tidak tertangani juga memiliki konsekuensi ekonomi yang besar, dengan potensi kerugian global mencapai USD 980 miliar per tahun,” jelasnya.
“Gangguan pendengaran dapat berdampak pada kemampuan bicara dan komunikasi, meningkatkan risiko demensia, serta membatasi akses pendidikan dan pekerjaan. Hal ini dapat mengurangi kualitas hidup seseorang serta meningkatkan beban ekonomi akibat biaya perawatan yang lebih tinggi,” jelas Yussy.
ADVERTISEMENT
60 Persen Bisa Dicegah
Menurut Yussy, sekitar 60% penyebab gangguan pendengaran sebenarnya dapat dicegah. Indonesia menargetkan penurunan angka gangguan pendengaran menjadi kurang dari 1,7% dari total populasi pada tahun 2030. Skrining dan deteksi dini menjadi langkah penting dalam memastikan gangguan pendengaran dapat segera ditangani.
Sebagai langkah pencegahan, Yussy menyarankan beberapa upaya, antara lain pemberian nutrisi seimbang bagi ibu hamil, menjaga kebersihan rumah tangga dan lingkungan, pemberian ASI eksklusif, menjaga kebersihan telinga, menghindari kebiasaan merokok, menerapkan gaya hidup sehat dan konsumsi gizi seimbang, melengkapi imunisasi dasar, serta menghindari paparan suara bising yang berlebihan.
Ia juga menegaskan bahwa edukasi kepada masyarakat dan dukungan tenaga kesehatan sangat penting dalam menciptakan generasi dengan pendengaran yang sehat.
ADVERTISEMENT
“Rehabilitasi pendengaran dapat dilakukan melalui penggunaan alat bantu dengar, bahasa isyarat, serta terapi komunikasi total untuk membantu penderita gangguan pendengaran berinteraksi dengan lebih baik,” tambah Yussy.
Gangguan Pendengaran karena Ponsel
Dalam acara tersebut, turut hadir Eneng Arida Amalia (41), seorang penderita gangguan pendengaran. Ia bercerita bahwa pertama kali menggunakan alat bantu dengar (ABD) pada usia 28 tahun setelah mengalami penurunan pendengaran secara tiba-tiba pada tahun 2012.
Eneng pun berpesan agar masyarakat lebih bijak dalam menggunakan ponsel dan headset untuk mencegah risiko gangguan pendengaran.
ADVERTISEMENT
Senada dengan pesan Eneng, dr. Yudhi juga mengimbau masyarakat untuk rutin melakukan skrining pendengaran di fasilitas kesehatan. Ia mengingatkan agar segera berobat jika mengalami gejala seperti telinga terasa penuh, kurang dengar, keluar cairan, atau jika terdapat benda asing di dalam telinga.