Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
WHO Ingatkan Penggunaan Obat COVID-19 yang Belum Teruji Bisa Beri Harapan Palsu
24 Maret 2020 0:30 WIB
ADVERTISEMENT
WHO mengingatkan jika penggunaan obat-obatan yang belum teruji bisa meningkatkan harapan palsu bagi pasien COVID-19 . Selain itu, karena kemanjurannya belum terbukti, obat-obatan ini bisa saja justru berdampak buruk bagi kesehatan.
ADVERTISEMENT
"Menggunakan obat-obatan yang tidak diuji tanpa bukti yang tepat, bisa meningkatkan harapan palsu," kata Ketua WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dilansir Reuters, Senin (23/3).
Bahkan, menurut Tedros, daripada memberikan dampak baik, pemberian obat yang belum teruji secara medis bisa merugikan.
"Bisa saja pemberian obat-obatan ini lebih berbahaya daripada memberikan dampak baik. Selain itu juga bisa menyebabkan kekurangan obat-obatan penting yang diperlukan untuk mengobati penyakit lain," imbuhnya.
Di Indonesia, ada beberapa jenis perawatan yang diberikan kepada pasien COVID-19. Salah satunya memberikan obat yang pernah digunakan untuk menangani wabah penyakit sebelum SARS-CoV-2.
"Kita berikan oseltamivir, obat yang digunakan untuk kasus flu burung," kata Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dokter Faisal Yunus kepada kumparan, Minggu (22/3).
ADVERTISEMENT
Oseltamivir, atau dikenal juga dengan nama tamiflu, adalah obat antiviral yang digunakan dalam pengobatan influenza. Menurut peneliti Maksum Radji, oseltamivir adalah inhibitor neuraminidase yang fungsinya adalah menghentikan replikasi virus.
Pasien COVID-19 juga diberikan obat antiviotik dan vitamin C dosis tinggi. Selain itu, ada juga obat-obatan lainnya yang diberikan sesuai dengan kondisi pasien.
Di dunia internasional, penggunaan obat malaria ini juga disoroti oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA). Meski FDA belum memberikan lampu hijau penggunakan klorokuin bagi pasien COVID-19, namun di Amerika Serikat, obat ini legal jika pasien memang menghendakinya.
Selain klorokuin, pemerintah RI saat ini sedang memesan 2 juta avigan atau obat antivirus yang biasa digunakan untuk melawan virus RNA dari Jepang. Obat dengan nama lain favipiravir ini dipercaya efektif bagi pasien COVID-19 yang belum parah.
ADVERTISEMENT