WHO Ungkap Strategi India Sukses Tangani Tsunami Corona: Berani Lockdown

24 Juni 2021 13:30 WIB
·
waktu baca 4 menit
clock
Diperbarui 13 Agustus 2021 14:13 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja mengenakan alat pelindung diri (APD) melihat proses kremasi jenazah yang meninggal karena virus corona di sebuah krematorium, Mumbai, India, Kamis (15/4).  Foto: Francis Mascarenhas REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja mengenakan alat pelindung diri (APD) melihat proses kremasi jenazah yang meninggal karena virus corona di sebuah krematorium, Mumbai, India, Kamis (15/4). Foto: Francis Mascarenhas REUTERS
ADVERTISEMENT
India mengalami gelombang ke-2 kasus corona mulai awal Maret 2021 dan memuncak pada awal Mei dengan penambahan lebih dari 400.000 kasus corona per hari.
ADVERTISEMENT
Jumlah kematian akibat COVID-19 pun memuncak sekitar 10 hari kemudian, dengan lebih dari 4.000 kematian dilaporkan setiap harinya.
Lonjakan ini disebabkan oleh prokes masyarakat yang menurun, namun besar pula peran varian baru corona B.1617 (Delta) yang pertama kali ditemukan India. Musababnya varian Delta lebih menular dan menimbulkan risiko masuk rumah sakit yang lebih tinggi.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkap ada sejumlah strategi yang berperan dalam melandaikan kasus corona di India. Strategi ini dikenal juga dengan istilah Public Health and Social Measure (PHSM) atau Kesehatan Masyarakat dan Tindakan Sosial.
ADVERTISEMENT
Berikut langkah-langkahnya:
1. Perbanyak Testing
Seorang pria bereaksi saat petugas kesehatan mengambil sampel usap virus corona, di New Delhi, India, (17/10). Foto: Adnan Abidi/REUTERS
Proporsi orang yang divaksinasi dua dosis (lengkap) kurang dari 3 persen hingga pertengahan Mei. Sehingga upaya besar harus dilakukan India melalui penerapan PHSM.
Caranya antara lain, promosi berkelanjutan dari tindakan pencegahan penularan individual, diagnosis dini dan isolasi kasus, serta pelacakan dan karantina kontak. Guna memperbanyak isolasi dan karantina pasien, testing perlu diperbanyak. Hal tersebut lalu dilakukan oleh India.
India melakukan 1 juta hingga 2 juta tes per hari atau 5 hingga 10 tes per minggu per 1.000 populasi selama mengalami lonjakan COVID-19. Ini jauh lebih tinggi daripada tolok ukur yang direkomendasikan WHO yaitu 1 tes per minggu per 1.000 populasi.
2. Berani Lockdown
Seorang pria duduk di barikade lockdown di perbatasan New Delhi, India. Foto: REUTERS / Adnan Abidi
Ketika intensitas penularan corona meningkat, pihak berwenang harus menggunakan tindakan yang lebih ketat untuk membatasi pergerakan seperti lockdown.
ADVERTISEMENT
Pada 25 April, pemerintah India mendesak negara-negara bagian untuk mempertimbangkan langkah-langkah pengendalian COVID-19 yang ketat.
Suasana Lockdown di Mumbai, India. Foto: AFP/PUNIT PARANJPE
Khususnya di daerah-daerah dengan kasus tes positif 10 persen atau lebih dalam seminggu terakhir, atau okupansi bed (BOR) isolasi maupun ICU di atas 60%.
Berdasarkan ambang batas ini, hampir semua negara bagian dan Wilayah Persatuan (UT) menjalani pembatasan pergerakan yang ketat.
Meski waktu, penegakan, dan durasinya bervariasi. Ada negara bagian yang lockdown penuh dan asa yang hanya sebagian.
Kantor WHO di Jenewa, Swiss. Foto: Shutter Stock
Meninjau pengalaman penerapan PSHM berbagai negara bagian tersebut di India, WHO menyatakan ada pelajaran yang bisa diambil, yakni:
-PHSM bekerja secara efektif bahkan dalam konteks varian yang sangat menular. Dengan menggunakan PHSM, India dapat dengan cepat mengendalikan penularan dari insiden kasus lebih dari 290 per minggu per 100.000 penduduk pada awal Mei hingga kurang dari 30 pada 21 Juni. PHSM harus dilaksanakan dengan intensitas yang lebih besar untuk mengatasi varian Delta.
ADVERTISEMENT
-PHSM perlu ditingkatkan segera setelah situasi memburuk. Diperlukan waktu 10 hari atau lebih untuk melihat dampak PHSM.
-Implementasi yang tertunda sering dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Kalau PHSM tertunda, perlu tindakan yang lebih parah dengan durasi yang lebih lama untuk mengembalikan kontrol situasi pandemi.
Sejumlah pria mengangkat tangan mereka sebagai hukuman karena melanggar lockdown, di kawasan tua Delhi, India, 31 Maret 2020. Foto: REUTERS/Adnan Abidi

Kasus di Delhi

Di Delhi, penguncian baru dimulai pada 19 April ketika insiden kasus lebih dari 600 kasus baru per minggu per 100.000 populasi.
Terbukti, Delhi mengalami tantangan besar rumah sakit yang terlalu padat dan kekurangan tempat tidur rumah sakit, oksigen dan pasokan medis lainnya.
Pasien terinfeksi virus corona mendapat perawatan di Rumah Sakit Lok Nayak Jai Prakash (LNJP), New Delhi, India. Foto: Danish Siddiqui/REUTERS
-Penegakan kebijakan sangat penting. Dengan pemberlakuan pembatasan pergerakan yang ketat, mobilitas (diukur menggunakan laporan mobilitas komunitas Google) berkurang secara signifikan di sebagian besar negara bagian India.
ADVERTISEMENT
Penegakan penguncian di Delhi sangat efektif, seperti yang ditunjukkan oleh pengurangan mobilitas yang cepat dan substansial lebih dari 70% dibandingkan sebelumnya.
Hal ini pun diikuti oleh penurunan yang jelas dalam insiden kasus menjadi kurang dari 10 kasus baru per minggu per 100.000 penduduk saat ini.
Rajesh Babu, seorang polisi mengenakan helm berbentuk virus corona meminta masyarakat untuk tinggal di rumah selama wabah COVID-19 di Chennai, India. Foto: Reuters/P. Ravikumar
Tamil Nadu, salah satunya, memprakarsai jam malam dan kemudian lockdown saat kasus awal bahkan lebih rendah daripada Delhi, yakni sekitar 220 kasus per minggu per 100.000 penduduk.
Namun, pengurangan mobilitas tidak mencapai tingkat yang sama seperti Delhi, menunjukkan bahwa penegakan hukum mungkin belum super efektif. Kasus baru terus meningkat selama sekitar dua minggu setelah diberlakukannya lockdown, dan insiden kasus masih lebih dari 70 kasus baru per minggu per 100.000 populasi pada 21 Juni.
ADVERTISEMENT
-Tindakan tegas harus dibatasi pada bidang yang membutuhkan dan harus terikat waktu, karena dapat menyebabkan konsekuensi sosial ekonomi yang negatif. Jika pembatasan pergerakan diterapkan dan ditegakkan secara tepat waktu, pembatasan tidak harus dalam skala nasional.
Seorang wanita mengenakan masker berdiri di depan mural bergambar ajakan menggunakan masker di New Delhi, India. Foto: Sajjad Hussain/AFP
Di India, tanggal dan durasi pembatasan ditentukan oleh Pemerintah Negara Bagian. Di sebagian besar negara bagian, penularan berkurang secara substansial dalam tiga hingga enam minggu pembatasan gerakan yang ketat.
-Sistem penilaian situasi dan peringatan fungsional harus tersedia untuk menginformasikan kalibrasi PHSM berbasis risiko. WHO telah merekomendasikan negara-negara untuk secara rutin melakukan penilaian situasi, dengan memantau tingkat penularan seperti insiden kasus, dan kapasitas respons sistem kesehatan seperti BOR untuk menginformasikan penyesuaian berbasis risiko PHSM.
Seorang petugas kesehatan memberikan dosis COVISHIELD, vaksin corona yang diproduksi oleh Serum Institute of India kepada seorang warga di Lidderwat, distrik Anantnag, Kashmir selatan, India. Foto: Sanna Irshad Mattoo/REUTERS
Negara kemudian harus meninjau kesiapan sistem untuk menyesuaikan PHSM di tingkat subnasional dalam konteks varian baru.
ADVERTISEMENT
-Komunikasi risiko dan keterlibatan masyarakat merupakan faktor penting bagi keberhasilan PHSM. Hasil yang sukses hanya bisa terjadi ketika masyarakat memahami perlunya tindakan tegas dan mematuhi rekomendasi atau kebijakan.
Setiap pemerintah negara bagian harus melakukan upaya untuk mengkomunikasikan alasan dan pedoman pembatasan sosial secara teratur. Organisasi berbasis komunitas juga harus mendukung populasi yang rentan selama lockdown.