Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Upaya Luhut Binsar Panjaitan menemui Prabowo Subianto bertepuk sebelah tangan. Elite politik di lingkaran Prabowo tampak masih menutup pintu terhadap langkah yang disebut kubu Jokowi sebagai “rekonsiliasi” itu.
Penolakan terutama berasal dari tiga organisasi yang terafiliasi dengan gerakan 212, yakni Persaudaraan Alumni 212, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF Ulama), dan Front Pembela Islam (FPI).
Yusuf Martak, Ketua GNPF Ulama sekaligus anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, menyatakan pihaknya belum membuka pintu karena upaya itu hanya berlangsung di level pucuk pimpinan.
Meski begitu, ujarnya, pintu rekonsiliasi belum sepenuhnya tertutup. Syaratnya, aspirasi sebagian umat Islam yang mereka percayakan kepada pasangan Prabowo-Sandi mesti diperhatikan. Artinya, lanjut Martak, proses rekonsiliasi harus melibatkan semua pihak, termasuk barisan ulama di lingkaran Prabowo-Sandi.
Selain soal itu, Martak bicara mulai soal kecurangan pemilu hingga tuntutannya kepada Presiden Jokowi. Berikut perbincangan kumparan dengan Yusuf Martak di kawasan Tebet, Senin (29/4).
Bagaimana Anda merespons rencana pertemuan Luhut Binsar Panjaitan dengan Prabowo Subianto?
Jadi begini, soal harus bertemu atau tidak, itu merupakan hak dari yang bersangkutan yaitu bapak Prabowo Subianto. Pertanyaannya apa urgensinya? Apa ada masalah? Apa ada keributan? Apa ada perbedaan pendapat? Tidak ada. Yang ada adalah antara yang dicurangi dan yang mencurangi. Ini yang belum terungkap ke permukaan.
Kecurangan ini bukan hanya sistematis, tapi brutal. Brutal karena seperti mengambil barang dari kantong seseorang secara terang-terangan. Kecurangan ini bukan cuma di satu daerah, tapi di semua daerah.
Apakah ini yang mau pemimpin negara menang dengan cara seperti ini?
Saya tidak melihat ada orang yang superpower di negara ini. Dia seorang menteri. Dia harus patuh kepada presiden. Kalau presidennya memberikan kewenangan sedemikian rupa, lebih baik presidennya ganti saja, tidak usah presiden Jokowi.
Jadi jangan merasa dia segala-galanya. Apa kontribusinya kepada negara? Apa yang pernah diberikan kepada negara. Nasionalismenya di mana? Pancasilanya di mana?
Apa pendapat itu sudah disampaikan kepada Pak Prabowo
Tidak perlu saya sampaikan, Pak Prabowo sudah menolak. Bukan hanya kami saja, bukan para ulama, yang menolak, semuanya menolak. Beberapa anggota koalisi menolak.
Memang apa yang dilakukan Luhut Binsar Panjaitan mesti bagus? Saat kasus penistaan agama oleh Ahok, dia mendatangi Kiai Ma’ruf Amin.
Sekarang saya tanya, siapa dia? Jangan terlalu berlebihan. Jangan mentang-mentang kekuasaan ada di tangannya, seluruh perangkat negara bisa dikendalikan, lalu rakyat mau ditindas. Bahaya. Bahaya.
Kalau kami sudah tidak punya kekuatan dan kemampuan mungkin kami akan diam. Tapi umat Islam, dan bukan hanya umat Islam saja yang sudah menolak.
Berarti semua elite di lingkaran Prabowo Subianto menolak pertemuan itu?
Ya pasti lah. Pasti.
Apa Prabowo mengumumkan langsung pembatalan pertemuan itu?
Saya tidak mendengar itu. Saya mengetahui itu dari youtube, ada ucapan Bapak Hashim Djojohadikusumo bahwa akan ada pertemuan antara Luhut dan Pak Prabowo. Itu yang saya dengar.
Setelah itu saya juga mendengar bahwa saudara Dahnil Anzar Simanjuntak menyatakan tidak ada pertemuan. Prabowo untuk sementara tidak bersedia ditemui.
Gampangnya seperti ini: selesaikan dulu permasalahan. Presiden harus sampaikan kepada KPU dan Bawaslu: jangan ada kecurangan. Lha kok malah diam dan menikmati kecurangan. Tidak nalar banget.
Kenapa elite pasangan calon 02 menolak pertemuan itu ?
Ini ibarat orang bertarung: 02 sedang telentang di bawah sementara 01 berada di atas. Apa yang mau direkonsiliasi? wong 02 lagi terlentang di bawah. Mau digebuk bisa dan diapakan saja bisa.
Pertanyaannya, kenapa tidak diselesaikan dulu permasalahannya. Kubu 01 menyelesaikan perhitungannya. Presiden keluarkan pernyataan-pernyataan. Jabatan itu hanya titipan dari Allah, ada batas waktunya
Kenapa tidak rekonsiliasi ? Karena tidak ada masalah. Kami tidak menganggap ada suatu permasalahan. Hanya kami mengkhawatirkan kalau masalah itu tidak ditanggulangi dan ditindaklanjuti.
Berarti mesti menunggu sampai proses penghitungan selesai?
Dalam adat ketimuran silaturahmi dan diskusi itu tidak jelek. Cuma sekarang banyak hal yang bisa dicari-cari kesalahannya kalau pertemuan itu terjadi. Jangan akibat adanya pertemuan Pak Prabowo dapat bemacam-macam tuduhan. Jadi hormatilah privasi orang.
Kalau memang sudah terjadi permasalahan yang tidak bisa diselesaikan baru kita bicara rekonsiliasi
Apa itu artinya pintu rekonsiliasi sudah ditutup?
Tidak ada ungkapan menutup pintu. Tapi pertanyaannya: kapan ada penindakan dari presiden Joko Widodo untuk menginstruksikan kepada aparatnya, kepada Kapolri dan Panglima TNI untuk menarik pasukan yang menjaga dan mengawasi penghitungan suara di kecamatan
Yang kedua, tangkap orang-orang yang melakukan kecurangan. Yang ketiga, penjarakan dan tangkap itu Ketua Komisi Pemilihan Umum. Persiapan pemilu sudah sedemikian rupa tapi ternyata berantakan. Mana ada pemilu sebrutal ini, sampai lebih dari 200 petugas KPPS meninggal dunia? Pemilu macam apa ini? Ini bukan main-main, ini harus dicermati.
Agama apapun melarang kecurangan, penggelembungan suara dan sebagainya. Bagaimana punya pemimpin negara seperti ini. Bukan masalah Prabowo atau Jokowi, tidak. Ini bukan hanya bicara pasangan calon presiden. Siapapun yang melakukan kecurangan akan berhadapan dengan rakyat.
Maksudnya rekonsiliasi tidak cukup di level pimpinan?
Yang dicurangi ini adalah hasil coblosan paslon 02. Tapi yang dikhianati adalah kedaulatan rakyat. Jadi rekonsiliasi tidak selesai hanya di tangan Prabowo Subianto. Rakyat yang merasa dirugikan dan dikhianati hak pilihnya. Bagaimana sekarang mau ada lobi atau rekonsiliasi?
Pak Prabowo itu mental kenegarawannya tinggi. Jangankan Luhut, siapapun bakal ditemui oleh Pak Prabowo. Tapi karena yang diutus Luhut, para pendukung dan orang-orang di sekitar Prabowo sudah bisa membaca apa yang akan dibicarakan. Kurang lebihnya sudah bisa dibaca.
Itu artinya pembicaraan Luhut dan Prabowo sudah terbaca?
Saya kasih contoh. Waktu kasus Ahok, penistaan Al-Maidah ayat 51. Tatkala polisi bilang belum ada fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Itu artinya apa yang Ahok katakan tidak bisa dianggap sebagai penistaan.
Ketika Fatwa MUI keluar, kalau tidak salah LBP mendatangi Kiai Ma'ruf Amin. Apakah dengan kedatangan dan lobi itu bisa membantah atau mematahkan fatwa MUI? Kan tidak.
Kasus Ahok tetap berjalan dan dia tetap di penjara. Fatwa tetap keluar. Karena yang dihinakan dan dinistakan adalah kitab suci Al-Quran.
Kalau ada urusan internal atau komunitas atau kelompok itu bisa diselesaikan. Mau rekonsiliasi silakan. Tapi kalau sudah menyulut rakyat, mbok pinter kalkulasi gitu lho.
Ini tidak semudah apa yang dibayangkan. Karena, tolong dicatat, apa yang dirasakan, dialami, dan yang akan menjadi reaksi rakyat sudah berlangsung sejak tahun 2016.
Kenapa saya bilang sudah dari 2016. Bukan hanya sebatas kasus penistaan agama, tapi efek dari penistaan itu. Perlakuan para aparat dan pemerintah kepada khususnya umat Islam. Timbul isu-isu dan pernyataan-pernyataan ketidakadilan, penindasan, kriminalisasi dan sebagainya. Nah ini terakumulasi.
Jadi sudah terakumulasi. Kalau ini begini terus sampai di 2019 sekarang, kalau ini masih dianggap sederhana, dianggap kecil, resikonya besar.
Apakah kalau Pak Prabowo terima selesai? Nggak. Seratus persen tidak selesai.
Tapi hormati hak rakyat. Hormati hak ulama. Hormati hak para habaib. Hormati hak tokoh nasional, buruh dan lain sebagainya.
Ini masalah-masalah nasional, masalah-masalah rakyat. Kalau diperlukan silakan dari kubu sana berapa orang dari kubu sini berapa orang. Saling bertukar data dan informasi. Mempertimbangkan dan mendiskusikan informasi baru dibawa ke atas di masing-masing kubu.
Berarti Anda menghendaki proses rekonsiliasinya berjenjang?
Ya jelaslah. Kalau cuma istilah orang jawa diringkes, cukup dua orang berunding. Enak amat. Ini bukan permasalahan dua orang.
Pertemuan itu sebaiknya dilakukan setelah penghitungan manual oleh KPU rampung?
Tanggal 22 Mei itu sudah selesai perhitungan. Mana mungkin rakyat nunggu sampai 22 Mei. Kalau skenario mereka seperti itu, tanggal 22 Mei rekonsiliasi. Kalau tidak terwujud gugat ke Mahkamah Konstitusi. Kemudian kita akan menerima nasib (kalah sengketa pemilu di MK). Waduh, nggak. Rakyat tidak bakal mau seperti itu.
Di mata umat, mendapat perlakuan adil itu sudah kecil, karena kredibilitas dan kepercayaan ke aparat sudah tidak ada.
Lalu kapan sebaiknya pertemuan dilakukan?
Pertemuan-pertemuan untuk apa sih. Mana mungkin ada kesejukan di suasana yang membara ini. Bohong dan semu.
Bagaimana akan terjadi perdamaian dan islah kalau dari kedua pihak tidak sama-sama mau mengerti kesalahannya. Ibaratnya kalau saya tidak pernah merasa salah bagaimana kamu mau didamaikan dengan saya? Berarti tidak ada kata minta maaf, sementara kamu merasa terzalimi dan teraniaya.