Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Rencana pengenaan cukai emisi karbon kendaraan bermotor yang diusulkan Menteri Keuangan Sri Mulyani, disebut bisa mendorong industri otomotif ramah lingkungan, seperti kendaraan listrik dan hybrid.
ADVERTISEMENT
"Kebijakan ini sebenarnya berusaha untuk men-trigger bangkit industri otomotif yang rendah karbon dengan insentif fiskal berupa diskon harga yang didapat dari cukai emisi," kata Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB), Ahmad Safrudin, Jumat (28/2).
Melalui skema ini, kendaraan dengan level karbon (grCO2/km) lebih rendah dari standar, akan dapat insentif tunai sehingga memotong harga jual. Dana insentif tersebut diperoleh dari tarif cukai kendaraan yang melebihi standar karbon, atau ibaratnya subsidi silang.
Puput, panggilan akrabnya, mengaku sudah mengusulkan skema tarif cukai yang bisa diterapkan oleh pemerintah. Tarif cukai emisi kendaraan bermotor bisa ditetapkan sesuai amanat PP 22 tahun 2017, tentang Rencana Umum Energi Nasional dalam menerapkan standar keekonomian bahan bakar (fuel economy standard).
ADVERTISEMENT
Menurutnya, pemerintah harus menetapkan standar nasional emisi karbon kendaraan bermotor sebesar 118 grCO2/km. Sedangkan nilai penurunan karbon setiap gramnya idealnya di Rp 2.250.000.
"Riset yang kami lakukan dari berbagai negara itu sekitar rata-rata Rp 2,250 juta per gram," tuturnya.
Simulasi Perhitungan Insentif dan Cukai
Kendaraan yang memiliki karbon lebih tinggi dari 118 gramCO2/km, harus membayar cukai yang telah ditentukan. Nah berikut simulasi perhitungan denda cukainya:
Misalnya, mobil bermesin 2.000cc dengan emisi karbon 180 gramCO2/km. Angka emisi 180 gramCO2/km dikurangi standar emisi yaitu 118 gramCO2/km, sehingga didapat hasil 52 gramCO2/km.
Barulah angka kelebihan emisi 52 gramCO2/km tersebut, dikali dengan nilai penurunan karbon per gram Rp 2.250.000. Sehingga biaya cukai yang harus dibayar sebesar Rp 117 juta.
Lalu untuk menghitung besaran insentif yang diterima, berikut hitung-hitungannya:
ADVERTISEMENT
Misalnya, mobil bermesin 2.000cc dengan emisi karbon 60 gramCO2/km. Besaran emisi karbonnya tersebut kemudian dikurangi 118 gramCO2/km, sehingga didapat selisihnya 58 gramCO2/km.
Artinya mobil tersebut punya emisi karbon di bawah standar --bagus, sehingga pantas mendapat insentif. Nah hitungannya 58 gramCO2/km dikali Rp 2.250.000 juta, hasilnya didapat Rp 130,5 juta, yang menjadi insentif, dan bisa digunakan untuk memotong harga jualnya, sehingga bisa jauh lebih murah.
PPnBM dan Cukai Emisi Bisa Diterapkan Bersamaan
Sementara untuk tujuan mendorong masyarakat beralih ke sarana transportasi massal dan memaksimalkan pengembangannya, Puput menyebut pemerintah bisa menerapkan cukai emisi bersamaan dengan pajak PPnBM.
Sebab, skema penerimaan dana dari cukai akan digunakan untuk insentif Low Carbon Electric Vehicle (LCEV), artinya pemerintah tidak menerima pendapatan dari hasil cukai.
ADVERTISEMENT
"Jadi kita tetap dorong pemerintah memberlakukan PPnBM buat kendaraan bermotor sebagai bentuk penerimaan negara," ungkapnya.