Berkaca dari Tragedi ‘Milo Run’, Ini Etika Saat Terlibat Kecelakaan

18 Juli 2019 7:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kecelakaan motor Foto: Muhammad Faisal/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kecelakaan motor Foto: Muhammad Faisal/kumparan
ADVERTISEMENT
Polisi baru ini menetapkan pengemudi Rubicon berinisial PDK, yang menabrak salah satu panitia ajang lomba Jakarta International Milo Run 2019 sebagai tersangka.
ADVERTISEMENT
Korban sendiri alami luka lecet di bagian wajah, hidung, hingga bibir serta memar pada kepala dan pinggang. Meskipun korban sempat dibawa ke RS MMC Kuningan oleh pelaku, hanya saja kemudian PDK langsung pergi.
Nah, dari kasus itu menarik kemudian mengetahui apa yang perlu dilakukan ketika kita melihat atau terlibat kecelakaan di jalan (non-korban). Sebenarnya hal tersebut sudah diatur dalam Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) Nomor 22 tahun 2019.
Ilustrasi kecelakaan. Foto: ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani
Pada pasal 231 misalnya, pada ayat 1 dijabarkan empat poin yang wajib dilakukan saat pengemudi kendaraan bermotor terlibat, yaitu:
a. Menghentikan kendaraan yang dikemudikan b. Memberikan pertolongan kepada korban c. Melaporkan kecelakaan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat d. Memberikan keterangan yang terkait dengan kejadian kecelakaan.
ADVERTISEMENT
Namun pada pasal dua (2) tertulis, bila karena keadaan memaksa yang bersangkutan tak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, paling tidak segera melaporkan diri kepada kepolisian.
Namun, tak hanya pihak yang terlibat saja yang diatur etika hukumnya, melainkan juga orang yang hanya mendengar, melihat, dan/atau mengetahui terjadinya kecelakaan Lalu seperti pada pasal 232. Berikut lengkapnya.
a. Memberikan pertolongan kepada korban b. Melaporkan kecelakaan tersebut kepada kepolisian c. Memberikan keterangan kepada kepolisian
Tentu saja, bila pihak yang terlibat tak melakukan hal-hal tersebut atau bisa dikatakan tabrak lari, sama artinya dengan melanggar aturan undang-undang dan ada sanksinya, terutama untuk yang benar-benar terlibat (non-korban).
ADVERTISEMENT
Seperti pada pasal 312, bila pengemudi yang terlibat dalam kecelakaan tak mengikuti instruksi pada Pasal 231 tanpa alasan yang patut, bisa dipidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp75.000.000.
Budiyanto, Pengamat Transportasi yang juga mantan Kasubdit Bin Gakkum Polda metro Jaya menyebut, masih banyak masyarakat masih memahami kecelakaan sebagai takdir saja. Bahkan belum ada yang tahu juga, tabrak lari sebagai tindak pidana kejahatan.
“Padahal dari aspek hukum ada konsekuensi hukum yang harus dipertanggung jawabkan oleh para pihak yang terlibat kecelakaan. Apalagi tabrak lari yang termasuk dalam golongan tindak pidana kejahatan seperti yang diatur dalam ketentuan pidana UU LLAJ,” ucapnya beberapa waktu lalu.