Contraflow dan Potensi Risikonya Bila Tak Mawas Lalui Jalur 'Neraka' Ini

10 April 2024 14:30 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kendaraan memadati jalan saat pemberlakuan 'contra flow' di ruas Tol Jagorawi kawasan Cibubur, Jakarta Timur, Minggu (23/4/2023). Foto: Yulius Satria Wijaya/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Kendaraan memadati jalan saat pemberlakuan 'contra flow' di ruas Tol Jagorawi kawasan Cibubur, Jakarta Timur, Minggu (23/4/2023). Foto: Yulius Satria Wijaya/Antara Foto
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Rekayasa arus lalu lintas contraflow di ruas jalan tol saat arus mudik, akhir-akhir ini jadi perbincangan hangat. Kecelakaan nahas Daihatsu Gran Max di KM58 Jakarta-Cikampek yang menewaskan seluruh penumpangnya menjadi risiko yang perlu diwaspadai.
ADVERTISEMENT
Senior Instructor Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI) Sony Susmana mengatakan, karakteristik jalur contraflow menyimpan potensi bahaya lainnya untuk pengemudi.
"Sebenarnya saya agak keberatan dengan adanya rekayasa contraflow. Karena kalau contraflow itu paling ideal maksimal panjangnya 20 kilometer, kalau lebih dari itu pengemudi bisa berpotensi alami highway hypnosis," buka Sony dihubungi kumparan, Selasa (9/4/2024).
Highway hypnosis sendiri merupakan istilah gejala kelelahan akibat seseorang, dalam hal ini pengemudi melakukan aktivitas yang cukup monoton. Seperti melalui jalur atau lintasan dengan karakteristik lurus dan panjang dalam waktu yang cukup lama.
Kendaraan memadati jalan saat pemberlakuan 'contra flow' di ruas Tol Jagorawi kawasan Cibubur, Jakarta Timur, Minggu (23/4/2023). Foto: Yulius Satria Wijaya/Antara Foto
"Harusnya, kalau melewati jalur contraflow itu sudah pasti perlakuannya dua kali lebih dari biasanya. Maksudnya, kewaspadaannya perlu dua kali lebih tinggi, berperilaku mengemudinya dua kali lebih tertib, fokus dan cara berkendaranya dua kali lebih presisi. Kalau tidak siap dengan itu sebaiknya lewat jalur yang biasa saja," jelas Sony.
ADVERTISEMENT
Disebut rekayasa karena lintasannya dibuat artifisial, yang artinya karakteristik jalur contraflow mungkin dapat membingungkan sebagian pengemudi lainnya. Misalnya, jalur yang lebih sempit, adanya kendaraan dari arah berlawanan yang cukup dekat, hingga rambu-rambu yang tidak terlihat.
"Kalau lalai kan berpotensi menyenggol sisi kiri tersebut, makanya tadi itu dituntut lebih fokus dua kali dari biasanya dan itu perlu kondisi badan yang bugar. Belum lagi sisi kanan yang ada kendaraan dari arah berlawanan, kalau tidak sengaja masuk ke kanan kan potensi kecelakaan tabrakan jadi makin besar," papar Sony.
Belum lagi, potensi kecelakaan dengan sesama kendaraan yang berada di satu jalur contraflow tersebut seperti tabrakan beruntun dan sebagainya. Sony bilang, pentingnya terapkan kedisiplinan gaya mengemudi yang tinggi.
ADVERTISEMENT
Polisi Lalu Lintas mendorong pembatas jalan menjelang pemberlakuakn contraflow di kawasan Gerbang Tol Cikampek Utama, Karawang, Jawa Barat, Jumat (5/4/2024). Foto: Aprilio Akbar/ANTARA FOTO
"Pengemudi yang hendak melintas di jalur contraflow wajib memperhatikan kecepatan rata-rata yang konstan di 60-70 km/jam. Kemudian jarak iringan atau jaga jarak yang bukan lagi 3 detik melainkan 4 detik," imbuhnya.
Soal jaga jarak yang aman dengan menjaga rentang waktu 4 detik dengan kendaraan yang ada di depannya. Mengapa 4 detik? Menurut Sony itu sudah disesuaikan dengan reaksi manusia, ia menyebut ketika hendak melakukan pengereman itu butuh waktu 1 detik, kemudian saat pengereman itu butuh waktu 1 detik.
“Kemudian kondisi lingkungan baik itu kelembaban, kondisi ban, dan kondisi aspal itu mewakili 1 detik, sampai sini saja sudah 3 detik,” tukasnya.
Pada detik ke-4 menjadi waktu krusial karena pada momen ini pengemudi tidak dapat memperkirakan kejadian yang akan terjadi pada beberapa detik ke depan.
Sejumlah kendaraan melaju di jalan tol Jakarta - Cikampek (Japek) KM 47, Karawang, Jawa Barat, Rabu (28/10). Foto: M Ibnu Chazar/ANTARA FOTO
“Detik ke-4 itu adalah safety factor atau kondisi yang tidak bisa kita duga misalnya hujan, jalan licin atau slip dan sebagainya, sehingga jarak yang ideal adalah 4 detik dari mobil kita dengan kendaraan yang ada di depan kita,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Artinya kalau jaga jarak kita kurang dari 4 detik, risiko tabrakan akan semakin besar. Sony mengatakan, yang dapat meminimalisasi risiko tabrakan ini adalah kondisi fisik dan keterampilan mengemudi.
"Contraflow itu memang menggiurkan, terutama bagi yang sedang terhambat atau kena macet. Melihat sisi jalan lainnya sedang lancar atau bergerak, kadang kalau situasi lalu lintas tol sedang padat inginnya pasti segera melewati jalur contraflow. Harusnya, kalau melewati jalur contraflow itu sudah pasti perlakuannya dua kali lebih dari biasanya," pungkasnya.
***