Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Mumpuni kalau bisa diartikan adalah cukup, juga tidak terlalu advance, sehingga menjadikan harga jualnya melonjak dan tidak lagi terjangkau konsumen. Contohnya sebagai standar, umumnya pada mobil terbaru, sudah dilengkapi head resistance sampai sabuk keselamatan tiga titik pada setiap baris tempat duduk.
Celakanya meski sudah terpasang, tidak sedikit yang menganggapnya sebagai pajangan belaka. Khususnya pada penumpang baris kedua atau paling belakang, mereka tidak menggunakannya.
Hal ini diperkuat oleh hasil riset Insurance Institute for Highway Safety (IIHS). Empat dari lima orang dewasa yang diteliti mengakui, bahwa mereka tidak menggunakan sabuk keselamatan saat duduk di jok belakang saat perjalanan singkat atau berpergian pakai taksi.
Menariknya, IIHS menemukan fakta lain, para narasumbernya percaya bila sabuk keselamatan tidak diperlukan karena mereka meyakini bila jok belakang lebih aman dibanding jok depan.
ADVERTISEMENT
Tak kurang dari 1.172 orang telah diteliti. 72 persen mengakui selalu menggunakan sabuk keselamatan di jok belakang. Dari angka itu, 40 persennya menganggap alasan lain tidak menggunakan piranti keselamatan tersebut. Penyebabnya tidak ada aturan atau undang-undang yang mengaturnya.
Memang secara struktur dan mekanismenya, sabuk keselamatan penumpang belakang tidak seperti sabuk untuk jok depan yang ditambahkan pretensioner dan force limiter. Namun, itu bukan jadi faktor utama orang tidak memasang sabuk keselamatan.
Jadi apabila terlibat tabrakan frontal, sabuk langsung menahan distribusi badan ke depan secara kencang. Artinya tidak ada pembatasan kekuatan atau force limiter sehingga berpotensi menyesakkan dada.
"Bagi kebanyakan orang dewasa, masih aman untuk duduk di kursi belakang dengan menggunakan sabuk keselamatan, namun tidak berlaku untuk anak kecil," jelas Senior Research Engineer of IIHS Jessica Jermakian dalam risetnya yang dipublikasikan 25 April 2019 lalu.
ADVERTISEMENT
Dijelaskan Jessica, ketika lingkar sabuk sudah pas mengenai badan orang dewasa, maka sabuk bekerja optimal menahannya agar tidak berbenturan dengan jok depan. Beda cerita ketika anak kecil yang dipasangkan sabuk dan kondisinya longgar, maka ada potensi momentum terlempar ke depan, kemudian langsung tertahan sabuk. Pada saat itulah peluang cedera pada area dada lebih besar.
Namun dalam laporannya, pemakaian sabuk khususnya 3-titik akan jauh lebih baik. Tentunya mencegah badan terlempar secara bebas ke depan, juga bisa menjaga posisi duduk tetap pada keadaan semula, sampai mencegah terjadinya berguling bebas.
Pendiri sekaligus Instruktur Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), Jusri Pulubuhu juga menilai, dalam kondisi apapun, penumpang belakang jangan sampai abai menggunakan sabuk keselamatan .
ADVERTISEMENT
"Dengan kondisi senderan, bisa saja sewaktu-waktu terjadi benturan karena inersia atau kecepatan massa, orang yang tidak memang sabuk akan bergerak dengan kecepatan yang sama sebelum mobil berhenti saat tabrakan, makanya seatbelt harus selalu dipasang, agar orangnya tidak ikut bergerak ke depan," katanya.