Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
ADVERTISEMENT
Hadirnya kendaraan listrik , ternyata menjadi harapan baru buat daerah 3T --tertinggal, terdepan dan terluar di Indonesia, sebagai teman mobilitas dan meningkatkan produktivitas.
ADVERTISEMENT
Iya, itu jadi kalimat pembuka yang dilontarkan VP Public Relation PLN Dwi Suryo Abdulah, di tengah diskusi dengan redaksi kumparan bersama Yoga Uta Nugraha, Engineer Pusat Unggulan Iptek Sistem dan Kontrol Otomotif (PUI-SKO) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), dan Direktur PUI-SKO ITS Dr Nur Yuniarto.
Tentu saja itu jadi pernyataan yang menarik, sekaligus memperpanjang obrolan soal era kendaraan listrik, yang isunya masih hangat di Indonesia. Ini jelas membuka wawasan baru.
Bagaimana tidak, selama ini perbincangan soal motor dan mobil listrik areanya hanya sebatas kota-kota besar saja, yang dianggap sebagai pasar potensial pengembangan kendaraan listrik. Dan ternyata tidak sesempit itu.
Suryo coba melihat kenyataan. Di daerah 3T ternyata hidup dengan keterbatasan kuota BBM buat kendaraan. Pasalnya distribusi ke wilayah-wilayah jauh tersebut terbilang sulit, memakan biaya dan waktu.
ADVERTISEMENT
"Maka di tahun 2019 fokus pembangunan infrastruktur kelistrikan menjangkau di desa dan pulau yang berpenghuni di Indonesia. Di daerah tersebut listrik kini menjadi modal utama, di dalam menggerakkan pengembangan daerah itu," ucapnya kepada kumparan, Selasa (03/9).
Artinya, buat apa mereka membeli kendaraan konvensional dengan kuota BBM yang terbatas. Akan lebih baik bila diarahkan ke kendaraan listrik, yang bisa diisi dayanya kapan saja, daripada harus bergantung pada minimnya BBM.
"Jadi dengan motor listrik di daerah 3T tersebut, bisa membantu kehidupan masyarakat, terutama untuk angkutan. Mulai dari pasar ke rumah, dari rumah ke kantor-kantor desa, begitu juga untuk pelayanan," tuturnya.
Wacana ini menunjukkan, kalau potensi pasar kendaraan listrik ternyata besar. Namun harapannya, ini bisa dimanfaatkan dan diisi oleh produk anak bangsa.
ADVERTISEMENT
Peningkatan produktivitas di daerah 3T
Nur Yuniarto menimpali, dengan mencoba menarik ke belakang sejak revolusi industri pertama, di mana ditemukan mesin uap. Pada masa itu, produktivitas masyarakat jadi meningkat.
Begitu juga ketika revolusi industri kedua datang, dengan ditemukannya sistem kelistrikan, efeknya juga sama --produktivitas menanjak. bahkan efisiensi juga turut meningkat.
Lalu arus gelombang ketiga, ditemukannya internet sehingga menawarkan kemudahan, efeknya GDP dunia meningkat. Lalu revolusi industri keempat lebih ke arah personal dan connectivity, ini efisiensinya meningkat lagi.
Nah menyambung soal daerah 3T, Nur menyebut wilayah tersebut belum tersentuh oleh deretan arus revolusi industri, pertama, kedua, ketiga apalagi keempat. Ini menjadi pecutan semangat Nur, untuk bisa menjangkau daerah tersebut.
"Kami ingin masuk ke sana dengan meningkatkan produktivitasnya. Kalau selama ini mereka membawa barang harus digendong, jalan kaki, atau pakai kuda butuh waktu lama, tapi kini menggunakan kendaraan listrik dengan PLN sebagai penyedianya," tegas Nur.
Dengan itu, produktivitas masyarakat daerah 3T atau terpencil itu akan meningkat. Bila begitu, kesejahteraan akan naik dan ekonomi bisa tumbuh.
ADVERTISEMENT
Penjelajahan mobil listrik ITS membuktikannya
Nur menambahkan, soal kemampuan PLN menjangkau daerah terpencil sudah dibuktikannya langsung, dalam ekspedisi Kasuari dan BLITS, dari Sabang sampai Merauke, dengan total jarak kurang lebih 15.000 kilometer.
"Tak ada isu besar soal pengisian listrik , walaupun ada beberapa titik yang masih sedikit kesulitan. Namun semuanya bisa teratasi. buktinya kami bisa sampai," ucapnya.