Komunitas Tak Sepakat Usulan Pembatasan Motor di Bawah 250cc

26 Februari 2020 9:17 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana lalu lintas yang dipadati pengguna motor. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana lalu lintas yang dipadati pengguna motor. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Nurhayati Monoarfa dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengusulkan pembatasan area lintas sepeda motor. Hal ini menurutnya perlu, demi mengurangi kesemrawutan lalu lintas dan menekan angka kecelakaan di jalanan.
ADVERTISEMENT
Dirinya menyampaikan usulan itu dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama para pakar dalam rangka Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) dan RUU Revisi UU Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, di Gedung Nusantara, Senayan pekan lalu.
"Ini kan sebatas diskusi dengan pakar, karena kami ingin tahu dari para pakar terkait penelitiannya untuk pembatasan kendaraan bermotor. Jadi bukan hanya roda dua, tapi roda empat pun akan ada pembatasan jumlah kendaraan bermotor," katanya.
Suasana lalu lintas di kawasan gedung DPR, Jakarta, Senin (21/10/2019), Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Menurutnya, pembatasan area sepeda sudah dilakukan di beberapa negara, seperti China. Di sana, sepeda motor tidak boleh melintasi jalan nasional, kecuali motor dengan kapasitas mesin di atas 250 cc.
ADVERTISEMENT
Wacana ini pun mendapat respons dari berbagai komunitas sepeda motor. Salah satunya adalah Sandy Augustian, Wakil Ketua Honda ADV Indonesia. Ia mengatakan kurang setuju terkait usulan pembatasan kendaraan tersebut.
"Kita sama-sama bayar pajak, artinya kita punya hak sama. Apalagi mayoritas penggunaan kendaraan itu kan sepeda motor di bawah 250 cc. Sebenarnya bila dilihat, bukan hanya sepeda motor yang bikin macet, mobil juga kok," katanya saat dihubungi kumparan, Selasa (25/2).
Suasana lalu lintas saat pengerjaan pondasi tiang pancang proyek pembanguan simpang tak sebidang (STS) Flyover Lenteng Agung-IISIP di Jakarta. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Pembatasan atau pelarangan sepeda motor di bawah kubikasi mesin 250 melintas di jalan nasional, bisa disebut sebagai bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia. Dirinya menyebut, pemerintah harus lebih bijak mengambil suatu keputusan.
"Saya melihat, sepeda motor itu masih kendaraan yang paling efisien. Jangan kita dianak tirikan dong, kecuali memang sarana transportasi umum sudah baik dan terintegrasi. Kalau belum, jangan dulu," paparnya.
Petugas polisi mengatur lalu lintas yang dilalui pemudik dengan sepeda motor di jalur pantura, Cirebon, Jawa Barat, Kamis (30/5). Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Sementara itu, Ricky Setiawan Dewan Penasehat Honda Revo Club Jakarta juga mengatakan hal yang senada. Menurutnya, pemerintah harus lebih dewasa untuk membuat kebijakan, jangan sampai aturan yang dibuat justru menyengsarakan rakyat.
ADVERTISEMENT
"Alasan dan latar belakangnya sudah baik, tapi harus tahu juga kesemrawutan di jalan bukan karena motor saja, lebih ke orang-orangnya yang enggak tertib. Intinya kurang efektif dan kita enggak bisa terima," paparnya kepada kumparan.
Ricky berujar, pemerintah seharusnya memahami permasalahan kemacetan secara menyeluruh dari hulu hingga hilir, sehingga usulan aturan yang direncanakan tak menimbulkan perdebatan. Sama seperti Sandy, Ia mengatakan rencana pembatasan sepeda motor dibawah 250 cc sama saja merebut hak manusia.
"Ini sama saja mengambil hak kita sebagai pengguna jalan, apalagi kita bayar pajak juga kan. Kok seperti ruang gerak kita dibatasi?," ucapnya.