Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.0
Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 tentang Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) dan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Republik Indonesia nomor 33 tahun 2013, menjadi cikal bakal lahirnya kendaraan bermotor roda empat yang hemat energi dan harga terjangkau (KBH2).Ya, nama tersebut memang tidak begitu populer dan lebih populer dengan LCGC (low cost green car).
Sesuai namanya, mobil ini diciptakan untuk memiliki harga jual yang paling murah di pasar. Pemerintah pun memberikan fasilitas berupa insentif dengan bebas Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Payung hukumnya ada di Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2013.
Kemunculan LCGC pun menuai kontroversi. Ada yang menganggap program ini kontraproduktif terhadap isu penyelesaian kemacetan dan penghematan konsumsi BBM. Adapula berpendapat, KBH2 ini harusnya menyasar ke mobil untuk masyarakat pedesaan.
September 2013, Toyota Agya, Daihatsu Ayla, Suzuki Karimun Wagon R, dan Honda Brio Satya dirilis. Empat mobil ini jadi solusi bagi pengguna sepeda motor yang ingin naik kelas alias first come buyer.
Sukses di tahun pertama membuat Datsun akhirnya meluncurkan dua model, Go yang berwujud city car dan Go+, sebuah varian 7 penumpang.
LCGC nyatanya tak punya pamor yang begitu kuat. Pasarnya malah turun 3,88 persen menjadi 165.434 unit pada tahun 2015. Setahun kemudian, Toyota dan Daihatsu putar otak dengan merilis LCGC 7 penumpang melalui Calya-Sigra.
Jadi lebih mahal
Terlepas dari penjualannya yang fluktuatif dan cenderung turun, harga jual mobil KBH2 malah terus alami kenaikan, hampir setiap tahun --terutama karena inflasi, nilai tukar rupiah, dan biaya administrasi. Ini tentu membuat status ‘mobil murah’ yang melekat mulai memudar.
Misalnya saja Daihatsu Ayla. Pada awal kemunculannya varian termurah dibanderol Rp 76,5 juta saja. Sementara di 2019 ini pada kelas sama sudah Rp 98 juta Artinya ada kenaikan 21,6 juta. Lebih parahnya lagi untuk tipe tertinggi, eskalasinya mencapai Rp 44,8 juta.
Soal kenaikannya sebenarnya telah diatur mekanismenya, mengacu pada Permenperin 33/2013. Seperti pada pasal 2 ayat 1 huruf e harga jual setinggi-tingginya Rp 95 juta.
Tentu saja, harga tersebut belum termasuk pajak daerah, Bea Balik Nama (BBN), dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).
Lagipula, harga bisa mengalami penyesuaian, terutama bila terjadi perubahan kondisi ekonomi seperti inflasi, kurs nilai tukar rupiah dan harga bahan baku.
Di samping itu, ada faktor lain yang membuat LCGC kini makin mahal, termasuk bila ada penambahan transmisi otomatis (maksimal 15 persen) dan teknologi pengamanan penumpang (maksimal 10 persen).
Namun tak lama lagi, harga jual mobil LCGC bisa semakin melambung. Sebab pemerintah akan merevisi PP 41/2013, dan merencanakan pengenaan pajak 3 persen pada mobil LCGC dari sebelumnya 0 persen.
Direktur Pemasaran Roda 4 PT Suzuki Indomobil Sales (SIS), Donny Saputra, menampik bahwa penyebab turunnya pasar LCGC karena harganya yang naik. Penurunan penjualan mobil di kelas ini, dan pasar pada umumnya lebih dipengaruhi oleh kondisi ekonomi.
Soal LCGC yang bakal dikenakan pajak 3 persen, Donny yakin pamor mobil murah itu tak akan memudar.
“Saat ini, gap besaran pajak antara LCGC dan segmen satu kelas di atasnya seperti LMPV hanya 10 persen. Namun, sekarang dengan skema baru di mana LCGC naik 3 persen, dan LMPV pajaknya bisa naik 15 persen, gap-nya menjadi 12 persen,” ujar Donny.
Donny percaya, minat konsumen --khususnya first car buyer-- masih ada, berbeda dengan konsumen yang sudah memiliki mobil pertama, yang cenderung masih bisa menahan pembelian.
Lebih dari itu, bila mau melompat ke segmen di atasnya --LMPV, gap harga yang jauh akan menjadi pertimbangan berat. Sehingga, segmen ini masih akan jadi pilihan buat pembeli mobil pertama, yang komposisi mencapai 80 persen dari total pembeli LCGC.
“Pasar diprediksi saat regulasi baru berlaku, efeknya hanya akan ada delay demand yang kurang dari 2 bulan. Hanya sedikit shock saja. Dan selanjutnya mereka akan tetap memilih dan berada di segmen itu,” ucapnya.
Turut merespons hal tersebut, Direktur Marketing PT Astra Daihatsu Motor (ADM), Amelia Tjandra menyebut, soal kompetisi antar pabrikan tak berubah banyak. Hanya imbasnya lebih ke konsumen saja.
“Ikuti sajalah namanya peraturan pasti berlaku pada semua. Karena impact langsungnya itu adalah konsumen bukan kita. Sepanjang pajaknya itu diberlakukan pada semua merek LCGC maka kompetisi tak akan berubah, sama saja,” ucapnya beberapa waktu lalu.
Kendati demikian, Amelia tak menampik jika efek panjangnya akan berimbas pada bisnis penjualan Mobil LCGC.
Pasalnya pajak yang naik, akan membuat sebagian konsumen merasa terbebani yang mungkin berefek menurunnya minat beli masyarakat terhadap mobil murah tersebut.