Mengapa Pengemudi Mobil Pelat RF Cenderung Arogan di Jalan?

8 Juni 2022 6:10 WIB
·
waktu baca 3 menit
Ilustrasi mobil dengan pelant nomor polisi RF. Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mobil dengan pelant nomor polisi RF. Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
Peristiwa pertikaian di jalan raya melibatkan pengemudi mobil berpelat RF milik ketua Pemuda Pejuàng Bravo Lima, Ali Fanser Marasabessy dengan anak anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Indah Kurnia yakni Justin Frederick (23) di Tol Dalam Kota arah Cawang pada Sabtu (4/6/2022).
ADVERTISEMENT
Hasil penyelidikan, motifnya diduga karena keduanya saling sempat bersinggungan di jalan hingga mobil pelaku terserempet dengan mobil korban.
Salah satu yang menjadi sorotan adalah kendaraan Nissan X-trail dengan nopol B 1146 RFH, ini tentu menambah catatan soal persepsi arogansi pengguna mobil dengan pelat nomor yang dianggap sakti tersebut.
Lantas, apa yang menjadi sebab para pemilik mobil dengan nopol RF ini arogan di jalan raya?
Training Director Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI), Sony Susmana mengatakan sejatinya sikap arogansi di jalan raya dapat dialami oleh semua pengguna jalan raya.
Contraflow di tol dalkot Cawang atasi macet. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
“Kalau kita lihat, sebenarnya kasus pertikaian serupa yang tidak mengenakan atribut (pelat RF) juga sebenarnya terbilang banyak. Hanya saja karena ini pelat RF jadi lebih banyak perhatian,” ujar Sony saat dihubungi kumparan.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Sony menyebutkan ada beberapa sebab yang memicu pengguna jalan, khususnya dengan kendaraan yang beratribut tertentu dapat cenderung bersikap arogan.
“Penggunaan pelat nomor khusus, badge, stiker, dan sebagainya mampu membuat pengemudi berpotensi mampu melakukan aksi arogansi. Mereka merasa punya kuasa lebih dan perlu hak lebih di jalan, padahal di mata hukum ya sama saja, kan,” jelasnya.
Sony sangat menyayangkan apabila seandainya ada pihak-pihak yang memang diberikan hak istimewa, seperti penggunaan pelat RF. Tetapi tidak mampu menjaga hak tersebut dengan cara menyalahgunakannya.
Senada dengan Sony, senior instructor sekaligus founder Jakarta Defensive Driving Consultant (JDDC), Jusri Pulubuhu menyebutkan faktor lainnya pemicu tindak arogan yakni rendahnya kesadaran dan empati masyarakat di ruang publik, dalam hal ini di jalan raya.
ADVERTISEMENT
“Ketika menggunakan atribut tertentu, memang cenderung menimbulkan confident lebih ketika berada di ruang publik atau umum. Atau ketika membawa senjata, berjalan berkelompok, timbul eksklusifitas, timbul keberanian. Secara psikis membawa orang tersebut melakukan abuse of power, penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan daripada latar belakangnya dia,” terang Jusri kepada kumparan.

Menyikapi pengguna jalan arogan

Ilustrasi pemukulan. Foto: Dicky Adam Sidiq/kumparan
Bertemu dengan pengguna jalan lain yang arogan dapat dialami oleh siapa saja, untuk itu Sony menyarankan agar tidak terpancing atau menghiraukan pengguna jalan yang bersikap arogan.
“Orang yang arogan itu orang yang bermasalah, kalau tidak bermasalah kan tidak arogan. Nah, kalau kita meladeni mereka berarti kita juga termasuk orang yang bermasalah. Artinya memang kita harus menghindari mereka,” kata Sony.
ADVERTISEMENT
Sebab, ketika kita menyambut pengguna jalan yang arogan tersebut bukan tidak mungkin akan terjadi pertikaian yang tentunya sangat merugikan diri sendiri maupun pengguna jalan lainnya.
Cara lain menyikapinya adalah, lanjut Sony, dengan merekam serta mencatat kejadian dan nomor polisi kendaraan yang bersangkutan, kemudian menyerahkan bukti ke pihak berwajib.
Hal yang sama juga disarankan oleh Jusri, ia menambahkan bagi pemilik kendaraan, terutama mobil, sebaiknya mulai memikirkan untuk memasang dashcam di mobilnya.
“Kalau kita punya dashcam, kasih buktinya ke polisi agar nantinya bisa jadi barang bukti dan ditindak,” kata Jusri.
***