Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Selama masa larangan mudik, seluruh moda transportasi darat, baik itu pribadi atau umum akan dilarang mengangkut penumpang ke luar kota tanpa alasan yang mengacu pada skala prioritas di Surat Edaran Satgas Nomor 13 Tahun 2021.
Bagi kendaraan yang nekat melakukan perjalanan mudik, maka akan dipaksa melakukan putar balik kembali ke kota asalnya. Bahkan, khusus mobil pribadi yang terbukti difungsikan sebagai travel gelap dan sengaja berniat mengangkut para pemudik, maka akan diberikan sanksi tambahan, yakni penahanan kendaraan.
Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi mengatakan, pemberlakuan sanksi penahanan ini sudah sesuai dengan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 308 huruf a,b, dan d. Berikut bunyinya:
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000 (lima ratus ribu Rupiah), setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor Umum, yang:
ADVERTISEMENT
a. tidak memiliki izin menyelenggarakan angkutan orang dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf a;
b. tidak memiliki izin menyelenggarakan angkutan orang dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf b;
d. menyimpang dari izin yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173.
Adapun penahanan kendaraan tersebut, lanjut Budi, akan dilakukan pihaknya hingga masa larangan mudik berakhir, tepatnya setelah 17 Mei 2021.
“Kendaraan yang digunakkan mengangkut penumpang tidak sesuai peruntukkan bisa dilakukan penahanan kendaraan saat itu juga, dan sidangnya akan menunggu sampai setelah lebaran,” kata Budi beberapa waktu lalu.
Diberlakukannya sanksi penahanan ini, kata Budi, merupakan hasil pembelajaran dari masa larangan mudik pada Lebaran Idul Fitri 2020 lalu. Dengan adanya sanksi penahanan kendaraan, diharapkan masyarakat tidak lagi nekat mengalihfungsikan mobil pribadinya sebagai travel gelap.
ADVERTISEMENT
Budi juga menambahkan, bagi masyarakat yang nekat menggunakan jasa travel gelap akan memiliki risiko penularan COVID-19 yang lebih besar karena minimnya protokol kesehatan yang ketat. Serta jika terjadi kecelakaan lalu lintas, maka para penumpang juga tidak akan ditanggung oleh asuransi Jasa Raharja.
“Jaminan aspek keselamatannya tidak ada, dan travel gelap juga tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana transportasi umum resmi lainnya,” beber Budi.
Karena itu, Budi pun mengimbau agar masyarakat tidak nekat melakukan perjalanan mudik selama masa larangan mudik. Sementara bagi masyarakat yang memang memiliki keperluan mendesak sesuai skala prioritas Surat Edaran Satgas COVID-19, sebaiknya gunakanlah transportasi umum resmi dan jangan lengkapi berbagai persyaratan yang dibutuhkan.
***