Nyetir Kamu Payah Kalau Masih Lakukan 5 Kebiasaan Ini di Jalan Tol

21 Juli 2021 11:23 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Posisi tangan saat mengemudi Nissan Livina terbaru Foto: Aditya Pratama Niagara/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Posisi tangan saat mengemudi Nissan Livina terbaru Foto: Aditya Pratama Niagara/kumparan
ADVERTISEMENT
Pengemudi di jalan tol harus bisa memahami etika dan peraturan yang berlaku. Ini semata-mata untuk mewujudkan budaya berlalu lintas yang menjunjung tinggi keselamatan berkendara, serta menekan potensi kecelakaan.
ADVERTISEMENT
Tapi sayangnya dalam realitanya banyak pengemudi yang justru tidak peduli, pura-pura tidak tahu terhadap aturan berlalu lintas di tol. Sehingga mereka abai dan melakukan perilaku yang keliru saat mengemudi.
Dari ragam kesalahan tersebut, ada beberapa kekeliruan yang sering ditemukan di tol. Berikut ini kumparan rangkum beberapa kebiasaan salah pengemudi yang kerap ditemui di jalan tol bersama pakar keselamatan berkendara, sekaligus founder Jakarta Defensive Driving Consultant (JDDC) Jusri Pulubuhu.

1. Menyalakan lampu hazard saat hujan atau melewati terowongan

Hal pertama yang paling sering ditemukan ketika hujan di tol adalah tak sedikit pengemudi yang menyalakan lampu hazard. Kebiasaan ini juga kerap dilakukan pengemudi saat melewati terowongan.
Ilustrasi penggunaan lampu hazard saat hujan Foto: dok. Istimewa
Menurut Jusri, hal tersebut malah jadi budaya yang keliru sehingga perlu diluruskan. Seyogyanya saat visibilitas berkurang karena hujan, atau hendak memasuki terowongan cukup nyalakan lampu utama.
ADVERTISEMENT
"Karena dengan begitu lampu depan dan belakang otomatis menyala, itu sudah cukup memberikan tanda posisi ke pengemudi lain. Jadi tak perlu lagi ditambah atau cuma menyalakan lampu hazard," katanya kepada kumparan, Senin (19/7).
Justru menyalakan hazard cenderung memecah konsentrasi pengemudi lain. Sebab akan bingung ketika mau pindah lajur, karena nyala lampu sein tidak sesuai arah laju mobil.
Lampu hazard sebagai isyarat peringatan ideal dinyalakan saat mobil berhenti karena kondisi darurat atau bahaya, di area beresiko tinggi seperti di jalan tol yang laju mobilnya cepat, atau tikungan yang bidang pandangnya terbatas.

2. Menyalip di bahu jalan tol

Padahal sudah jelas dalam Pasal 4 Ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol, penggunaan bahu jalan tidak boleh sembarangan termasuk mendahului kendaraan.
Sejumlah kendaraan melaju di ruas Jalan Tol Semarang-Solo di Bawen, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Selasa (13/7/2021). Foto: Aji Styawan/ANTARA FOTO
Bahu jalan tol hanya diperuntukkan untuk kendaraan yang berhenti darurat. Kemudian arus lalu lintas keadaan darurat seperti kepolisian, ambulans serta pemadam kebakaran, juga bukan untuk menaikkan atau menurunkan penumpang, barang, dan barang.
ADVERTISEMENT
"Inilah lemahnya pemahaman tentang aturan. Tidak adanya empati pengguna jalan, sehingga mereka menggunakan bahu jalan untuk menyalip. Padahal mereka tahu bahu jalan bukan untuk menyalip, sebab kalau di depannya ada mobil berhenti bisa terjadi tabrakan," imbuh Jusri.
Adapun manakala masih nekat dan kedapatan melanggar, mengacu Pasal 287 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ), maka siap-siap mendapat sanksi berupa pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu.

3. Menghiraukan jarak aman

Biasanya tipe pengemudi ini menjengkelkan, karena kerap memposisikan mobil terlalu dekat seraya memerintahkan mobil di depannya untuk segera pindah lajur. Atau ketika terlibat kebut-kebutan, tak jarang pengemudi ini menghiraukan jarak aman antar mobil lainnya.
Test drive All New Suzuki Ertiga. Foto: Aditya Pratama Niagara/kumparan
Padahal kebiasaan tersebut meningkatkan risiko tabrakan beruntun. Sebab bila mobil depan mengerem mendadak karena ada sesuatu, bukan tidak mungkin mobil di belakangnya terlambat ngerem sehingga memicu tabrakan beruntun.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana jarak aman yang tepat? Mudahnya menurut Jusri pakai hitungan 3 detik, bukan jarak meter karena pengemudi akan kesulitan memperkirakannya.
"Teori safety driving di seluruh dunia pakainya hitungan 3 detik untuk memperhitungkan jarak aman kendaraan," ujar Jusri.
Pengendara mobil melintas di jalan Tol Jagorawi, Desa Pandansari, Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (10/7/2021). Foto: ARIF FIRMANSYAH/ANTARA FOTO
Jadi begini caranya. Pertama cari objek yang statis dulu seperti pohon atau tiang sebagai patokan. Kemudian saat mobil di depan melewati objek tersebut, segera hitung sampai tiga detik. Apabila dalam hitungan ketiga posisi mobil Anda telah sampai atau melewati objek tadi, maka jarak aman sudah diperoleh.
Dengan menjaga jarak aman, artinya pengemudi memiliki kesempatan menghindar atau memperlambat laju manakala ada pengereman mendadak.

4. Menguasai lajur kanan dengan kecepatan minimum

Nah kebiasaan keliru lainnya adalah menguasai lajur kanan terus-menerus dalam kecepatan minimum, padahal di depannya kosong. Sudah diberi isyarat berupa lampu sein, namun tetap mempertahankan posisinya di lajur kanan.
Test drive Nissan Livina terbaru Foto: Aditya Pratama Niagara/kumparan
Istilah ini biasa disebut lane hogger. Perilaku tersebut tentunya memancing emosi karena lajur kanan dikhususkan untuk mendahului kendaraan dengan kecepatan yang lebih tinggi.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya pengemudi lane hogger, otomatis pergerakan kendaraan lain untuk menyalip jadi tersendat. Mau tidak mau harus gunakan lajur tengah dan tunggu kosong buat menyalipnya.
Padahal etika menyalip yang benar sesuai UULLAJ adalah gunakan lajur kanan, kemudian balik lagi ke lajur kiri. Ini juga sesuai Pasal 41 PP 15/2005, lajur kanan hanya diperuntukkan bagi kendaraan yang bergerak lebih cepat dari sebelah kirinya sesuai batas kecepatan yang ditetapkan.

5. Kecepatan mobil di luar aturan

Terakhir ini juga sering ditemukan, mobil-mobil yang lajunya di luar aturan yang berlaku. Baik itu terlalu pelan atau terlampau kencang.
Mencoba BMW 320i Sport di jalan tol. Foto: Bangkit Jaya Putra/kumparan
Soal batas kecepatan sebenarnya telah diatur dalam Pasal 3 Ayat 4 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 111 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Batas Kecepatan. Di sana tertera, jalan bebas hambatan batas kecepatan paling rendah 60 km/jam dan paling tinggi 100 km/jam.
ADVERTISEMENT
Faktanya banyak yang melajukan mobil di tol lebih dari 100 km/jam. Indikasinya saat kita sudah mempertahankan kecepatan di 100 km/jam, masih ada mobil menyalip yang tentu kecepatannya di atas itu. Sehingga apabila diabaikan bukan tidak mungkin meningkatkan risiko kecelakaan.
"Entah kenapa itu sudah membudaya di kita budaya tertib berlalu lintas masih susah diterapkan. Kalau diperhatikan di tol Cipularang itu biasanya kecepatannya sangat tinggi, lebih dari batas yang ditentukan, potensi tabrakan akan sangat besar sekali," tuturnya.
Ruas tol Cipularang. Foto: Jasa Marga
Maka dari itu sebelum terlambat, ada baiknya evaluasi cara berkendara kita di tol. Pastikan kecepatan mobil yang dikemudikan sudah sesuai aturan yang berlaku.
ADVERTISEMENT