Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Sengsara Gara-gara Abaikan Sarung Tangan Motor
2 Maret 2019 9:20 WIB
Diperbarui 21 Maret 2019 0:02 WIB
Danu Dirgantoro tak bisa melupakan peristiwa tahun 2010 itu. Suatu siang, ia memacu sepeda motor dari kampusnya di Kalimalang, Jakarta Timur, menuju rumah.
ADVERTISEMENT
Jarak tempuh baru beberapa ratus meter dari kampus, jarum speedometer menunjuk angka 70 km/jam. Tiba-tiba, sebuah truk di depan berhenti mendadak. Danu yang kaget menarik tuas rem dengan keras. Roda motornya kehilangan traksi. Danu terseret beberapa meter, dan baru berhenti di kolong truk.
ADVERTISEMENT
Kejadiannya begitu cepat. Saat bangkit, Danu merasakan sensasi tak biasa di punggung tangannya. “Panasnya aspal sampai sekarang masih belum lupa,” cerita Danu, yang merupakan seorang editor di salah satu media online otomotif.
Punggung tangannya terparut aspal saat ia jatuh terseret. Cedera itu bikin repot, dua pekan Danu tak bisa beraktivitas seperti biasa. Kejadian tersebut juga meninggalkan trauma. Momentum itulah yang membuat Danu sadar: mengenakan sarung tangan saat motoran itu sangat penting.
“Masih beruntung kala itu gue udah rampung ujian tengah semester (UTS), jadi enggak menjadi beban ketika proses penyembuhan. Dan saat itu gue benar-benar di rumah dan sulit beraktivitas,” ucap pemuda 28 tahun itu.
Bukan cuma Danu, Jusri Pulubuhu , yang kini menjadi Instruktur dan Pendiri Jakarta Defensive Driving Consulting, juga punya pengalaman yang bisa menjadi pelajaran.
Pria yang karib disapa Om Jusri itu masih duduk di bangku SMA pada tahun 1975. Kala itu, penggunaan safety gear belum sepopuler sekarang. Untuk perkara helm saja, masih segelintir saja yang pakai. Itupun belum menjadi perlengkapan wajib seperti sekarang.
ADVERTISEMENT
Ia juga tak menyangka, hobinya menggeber sepeda motor berujung petaka. Dalam suatu kesempatan berkendara, roda belakangnya selip menyebabkan ia tersungkur ke permukaan aspal. Padahal, seingat Jusri, kecepatannya tak begitu kencang. Meski tak ada luka berat, tapi telapak dan kuku-kuku tangannya cedera.
“Itu termasuk luka yang cukup menyakitkan, memang kuku saya (kelingking dan jari manis) tak terkelupas pada saat itu. Tapi beberapa hari setelahnya pada saat kuku mulai copot, sakitnya bukan main. Menderitanya bisa sampai satu bulan, termasuk pada saat kuku juga mulai tumbuh,” ucap Jusri.
Belum Dianggap Penting
Sarung tangan nyatanya belum dianggap sebagai perlengkapan penting berkendara. Berdasarkan observasi sederhana kumparan, Jumat (22/2), kurang dari 10 persen pengendara motor yang menggunakan sarung tangan.
ADVERTISEMENT
Jam menunjukkan pukul 14.00 WIB, matahari tengah terik-teriknya di salah satu perempatan di jalan Ragunan, Jakarta Selatan pada Jumat (22/2). Dari amatan selama 10 menit --menggunakan alat bantu hitung mekanik, kami mendapati hanya 63 dari 741 pemotor yang mengenakan sarung tangan. Itupun, tak semuanya mengenakan sarung tangan yang sesuai standar.
Salah satu pengendara motor yang tak menggunakan sarung tangan adalah Andy. “Biasanya sih kalau saya enggak pakai sarung tangan. Ya alasannya ribet sih pertama, malas saja,” ungkap pemotor skutik itu.
Andy bukan satu-satunya yang meremehkan fungsi sarung tangan. Pengendara lain, Anto menganggap masker jauh lebih penting ketimbang sarung tangan . Sebab menurutnya, bahaya berkendara di jalan adalah polusi udara. “Orang jaraknya kan dekat. Ya, ngapain pakai sarung tangan,” jelas Anto.
ADVERTISEMENT
Padahal, sarung tangan bisa melindungi pengendara dari cedera tangan, seperti luka yang dialami Danu dan Jusri di awal.
Sulit Sembuh
Menurut dokter spesialis kulit, Dr Melyawati Hermawan SpKK, luka pada area tangan memerlukan waktu penyembuhan lebih lama. Ini dikarenakan tangan tak bisa diistirahatkan secara total dan pasti akan bergerak.
“Kalau di atas pergelangan tangan pasti akan lebih lama sembuh karena ototnya luka, sudah mau ketutup, eh ketarik lagi sama gerakan stretching tersebut, “ jelasnya.
Melyawati menambahkan, luka yang sulit sembuh itu meningkatkan risiko terjadinya jaringan parut, keloid maupun risiko scar, yang memungkinan bekas luka akan permanen di kulit tangan.
Pendiri dan Instruktur Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), Jusri Pulubuhu, beranggapan bahwa kecelakaan, apalagi yang mengakibatkan cedera pada organ tubuh bisa berdampak pada produktivitas si korban.
ADVERTISEMENT
Meski saat ini Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nomor 22 Tahun 2009 baru mewajibkan penggunaan helm, ia mengimbau pemotor peduli soal penggunaan safety gear yang lengkap, termasuk sarung tangan. Kasus yang ia alami cukup membuktikan fatalnya cedera yang terjadi akibat luput mengenakan sarung tangan.
“Buat saya, cerita orang lain cukup dijadikan pelajaran, jangan sampai kita mengalami terlebih dahulu baru bertaubat. Itu baru cerdas,” kata Jusri.
Yang perlu jadi catatan adalah, kecelakaan bisa terjadi tanpa bisa diprediksi. Potensi terperosok ke aspal pasti ada, dan untuk meminimalisir cedera hanya satu solusinya: kenakan safety gear yang lengkap, mulai dari helm, jaket, celana panjang, hingga sarung tangan.
---
Ikuti cerita lainnya di kumparan tentang pentingnya penggunaan sarung tangan motor dengan follow topik Sengsara Tanpa Sarung Tangan Motor
ADVERTISEMENT