Selain Jago Nyetir, Pengendara Juga Harus Punya Empati

23 Agustus 2018 15:51 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Penganiayaan  (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Penganiayaan (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
Aksi arogansi di jalan raya kembali terulang. Seorang pria menganiaya remaja di ruas tol Jagorawi pada Rabu (22/8) siang. Kejadian berawal saat pengemudi Chevrolet Captiva hitam mengadang laju mobil yang berada di lajur kanannya. Sejurus kemudian, pelaku turun dari mobil dan menganiaya korban hingga mendapat luka di wajahnya.
ADVERTISEMENT
Menurut instruktur dan pendiri Jakarta Defensive Driving Consultant (JDDC) Jusri Pulubuhu, aksi arogansi tersebut terjadi karena kurangnya pemahaman tentang jalan raya, sehingga kesalahan kecil menyebabkan emosi meluap dan membahayakan pengguna jalan lain.
"Ini adalah bentuk arogansi yang terjadi akibat kurangnya pemahaman pengguna jalan di jalan raya, sehingga terjadilah sesuatu yang tidak diharapkan (menganiaya seseorang)," ujar Jusri saat dihubungi kumparanOTO, Kamis (23/8).
Tambahnya, aksi tersebut karena orang lalai menerapkan defensive driving. Sehingga yang terjadi selanjutnya orang akan panik dan emosi.
"Istilah ini namanya road rage, yang perlu diperhatikan, semua pengguna jalan bermotor khususnya harus memiliki sifat antisipatif bukan hanya lingkungan tapi antisipasi segala kesalahan pengguna jalan lain. Dengan defensive driving, kekagetan karena pengereman mendadak tidak terjadi karena sudah diidentifikasi dari awal," tambah Jusri.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi emosi di jalan raya (Foto: dok. Autoevolution)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi emosi di jalan raya (Foto: dok. Autoevolution)
Selain tidak menerapkan defensive driving, Jusri juga menitikberatkan pada kurangnya empati sesama pengguna jalan. Menurutnya, empati pengguna jalan memiliki arti penting untuk mencegah timbulnya konflik. Mudahnya dengan menghargai hak-hak pengguna jalan lain seperti rela memberikan jalan, sabar ketika disalip atau diklakson dari kendaraan di belakangnya.
"Hal ini sering terjadi, kalau di negara maju pemicunya alkohol, kalau di Indonesia karena kurangnya empati. Agar tidak terjadi konflik, segera angkat tangan dengan gerakan lambaian meminta maaf, jangan acuh tak acuh," Jusri memberikan rekomendasi.
Kronologi insiden perkelahian di Tol Jagorawi. (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Kronologi insiden perkelahian di Tol Jagorawi. (Foto: Dok. Istimewa)
Itu berlaku untuk menghindari konflik ketika terjadi gesekan di jalan. Lalu bagaimana bila pertikaian atau konflik sudah terjadi sedangkan ada pengguna jalan lain yang berusaha melerainya?
ADVERTISEMENT
Untuk hal ini Jusri tidak merekomendasikannya. Menurutnya, apabila pengguna jalan lain berhenti kemudian mendekati pertikaian, bisa-bisa pengguna jalan itu terlibat pertikaian.
"Saya tidak menyarankan atau merekomendasikan berhenti untuk melerai pertikaian, kecuali petugas. Bisa saja kita juga ikut dalam pertikaian tersebut dan menjadi korban, karena pelaku panik dan emosi. Rekomendasinya adalah catat nomor polisi mobil, perhatikan lokasi kejadian, dan segera hubungi polisi atau petugas jalan tol untuk segera ditindaklanjuti," tutup Jusri.