Toyota Tahan Kenaikan Harga Mobil Antisipasi PPN 12 Persen dan Opsen BBNKB 2025

13 Desember 2024 15:39 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Booth Toyota di GIIAS 2024.  Foto: Aditya Pratama Niagara/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Booth Toyota di GIIAS 2024. Foto: Aditya Pratama Niagara/kumparan
ADVERTISEMENT
Toyota-Astra Motor (TAM) berupaya tidak menaikkan harga kendaraan di awal tahun 2025, meskipun pasar otomotif dihadapkan dengan kenaikan pajak berupa PPN 12 persen dan Opsen Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).
ADVERTISEMENT
Ini dilakukan untuk mengantisipasi potensi penurunan daya beli akibat beban pajak tambahan tersebut.
Direktur Marketing TAM Anton Jimmi Suwandy mengatakan, perusahaan tengah melakukan sejumlah langkah agar tidak menyesuaikan harga kendaraan yang membebani konsumen.
“Kami sedang berusaha semaksimal mungkin untuk tidak menaikkan harga kendaraan, meskipun biaya produksi dan pajak meningkat. Langkah ini diambil untuk mengantisipasi penurunan daya beli akibat kenaikan PPN dan Opsen BBNKB,” ujar Anton di Surabaya, Kamis (12/12).
Toyota Rush dan Yaris Cross di GIIAS 2023. Foto: Aditya Pratama Niagara/kumparan
Lanjut Anton, biasanya harga mobil akan mengalami penyesuaian pada awal tahun karena sejumlah pertimbangan termasuk penyesuaian upah minimum provinsi (UMP) dan biaya produksi.
Sementara itu kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen serta Opsen BBNKB menjadi perhatian utama para pelaku industri otomotif. Menurutnya, pajak tambahan itu bisa berdampak pada penjualan mobil, khususnya di luar Jakarta.
ADVERTISEMENT
“Dengan kenaikan pajak ini, pasar di luar Jakarta akan lebih terpengaruh karena sensitif terhadap perubahan harga. Kami berupaya agar konsumen tetap memiliki akses terhadap kendaraan tanpa terlalu terbebani,” tambah Anton.
Toyota Calya dan Avanza di GIIAS 2023. Foto: Aditya Pratama Niagara/kumparan
Sementara itu Toyota terus melakukan komunikasi dengan sejumlah pihak termasuk Gaikindo, pemerintah pusat, dan daerah untuk berdiskusi agar kebijakan ini tidak berdampak besar pada industri otomotif.
“Pemerintah pusat, seperti yang disampaikan Pak Agus Gumiwang (Menperin) saat GJAW (Gaikindo Jakarta Auto Week), sedang menggodok subsidi atau insentif. Pemerintah daerah juga membahas apakah akan memberikan pengurangan pajak atau insentif lainnya,” imbuhnya.
Anton berharap kebijakan ini bisa terus dievaluasi agar tidak memberikan dampak negatif terhadap industri otomotif Indonesia.
“Kita semua tahu pemerintah butuh dana, tapi industri otomotif juga harus dipertahankan. Jika tidak, bisa saja dampaknya seperti di negara-negara ASEAN lain, seperti Vietnam atau Thailand, di mana market turun drastis dan kompetisi semakin besar, sehingga mengganggu industri otomotif mereka,” tutupnya.
ADVERTISEMENT