Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 Š PT Dynamo Media Network
Version 1.98.0

ADVERTISEMENT
Dua studi baru yang meneliti soal iklim menyebut bahwa Bumi saat ini sedang melewati ambang batas pemanasan global 1,5 derajat Celsius, dengan iklim planet kemungkinan telah memasuki fase baru yang menakutkan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan Perjanjian Paris 2015 tentang perubahan iklim , umat manusia di seluruh dunia saat ini sedang berupaya mengurangi emisi gas rumah kaca dan menjaga pemanasan global tidak melebihi 1,5 derajat Celsius di atas rata-rata pra-industri. Pada 2024, suhu Bumi justru melalui batas tersebut.
Kenaikan suhu yang terjadi pada 2024 sebenarnya tak cukup untuk mengatakan bahwa iklim kita sudah melebihi ambang batas yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris, karena kenaikan suhu di bawah perjanjian tersebut diukur dalam beberapa dekade, bukan terjadi dalam jangka pendek.
Namun, dua studi yang dirilis baru-baru ini menggunakan ukuran berbeda. Keduanya meneliti data iklim historis untuk menentukan apakah tahun-tahun yang sangat panas di masa lalu merupakan tanda bahwa ambang batas pemanasan di masa mendatang akan terlampaui.
ADVERTISEMENT
Hasil penelitian dua studi tersebut menyatakan bahwa rekor suhu terpanas yang terjadi pada 2024 bisa mengindikasikan Bumi telah melewati batas 1,5 derajat Celsius, dan akan menyebabkan kerusakan dahsyat pada kehidupan di masa depan. Jadi, bagaimana penelitian itu dilakukan?
Dalam studi yang terbit di Nature Climate Change dijelaskan, para peneliti dari Eropa dan Kanada mencoba menjawab dua pertanyaan dasar yang sama tentang: Apakah pemanasan global selama setahun di atas 1,5 derajat Celsius merupakan tanda peringatan bahwa kita sudah melewati ambang batas Perjanjian Paris atau tidak?
Dua penelitian itu menggunakan observasi dan simulasi model iklim untuk menjawab pertanyaan ini, dengan pendekatan sedikit berbeda. Dalam studi yang dilakukan para peneliti di Eropa, mereka mengamati tren pemanasan historis, dan menemukan bahwa ketika suhu rata-rata Bumi mencapai ambang batas tertentu, periode 20 tahun berikutnya juga akan mencapai ambang batas tersebut.
ADVERTISEMENT
Artinya, jika saat ini Bumi sudah mencapai pemanasan 1,5 derajat Celsius [meski cuma terjadi pada 2024], maka 20 tahun kemudian suhu rata-rata di Bumi akan mencapai 1,5 derajat Celsius.
Sementara dalam studi yang dilakukan oleh para peneliti di Kanada, mereka memuat data bulanan. Juni tahun 2024 adalah bulan ke-12 berturut-turut dengan suhu di atas level pemanasan 1,5 derajat Celsius. Peneliti menemukan, 12 bulan berturut-turut di atas ambang batas iklim menunjukkan bahwa ambang batas tersebut akan tercapai dalam jangka panjang.
Kedua studi juga menunjukkan, meski pengurangan emisi ketat dimulai dari sekarang, Bumi kemungkinan akan tetap melewati ambang batas 1,5 derajat Celsius.
Manusia harus berubah
Mengingat temuan ini, apa yang dilakukan umat manusia saat ini dan selanjutnya akan menjadi penentu di masa depan. Selama beberapa dekade, ilmuwan iklim memperingatkan bahwa penggunaan bahan bakar fosil untuk energi telah melepaskan karbon dioksida dan gas ke atmosfer sehingga membuat Bumi semakin hangat.
ADVERTISEMENT
Selain itu, emisi gas rumah kaca dari aktivitas manusia juga telah memperparah keadaan. Dalam sebuah laporan pada 1990, emisi karbon dioksida tahunan dunia meningkat sekitar 50 persen. Saat ini, hampir seluruh negara di Bumi sedang berusaha mengurangi emisi untuk memperbaiki iklim di masa depan, tapi upaya ini tampaknya belum dilakukan dengan baik.
Studi menyebut, jika pemanasan global ingin berakhir, maka emisi gas rumah kaca harus dihentikan hingga mencapai nol. Bahkan, kalau pun manusia berhasil menurunkan emisi ke titik nol, beberapa aspek iklim akan terus berubah akibat pemanasan skala regional dalam beberapa abad ke depan, terutama di lautan karena sulit diperbaiki.
Dampak buruk perubahan iklim sebenarnya sudah terasa di seluruh dunia. Kerusakannya akan lebih parah bagi generasi mendatang. Australia telah mengalami pemanasan rata-rata 1,5 derajat Celsius sejak 1910.
ADVERTISEMENT
Ekosistem seperti Great Barrier Reef (kumpulan karang terbesar di dunia) sudah merasakan dampak dari pemanasan ini. Lautan semakin panas dan suhu permukaannya meningkat, menghantam garis pantai dan mengancam kehidupan laut.
Kebakaran hutan dan cuaca ekstrem, terutama gelombang panas semakin sering terjadi dengan intensitas yang semakin parah. Hal ini memberikan tekanan pada alam, manusia, dan ekosistem.
Bagaimanapun kita harus segera beradaptasi dengan pemanasan global, baik yang saat ini terjadi maupun di masa depan. Di antara rangkaian perubahan yang dibutuhkan, negara-negara kaya harus mendukung negara miskin yang akan menanggung dampak buruk iklim paling parah.
Manusia juga harus melakukan perubahan besar. Masih ada harapan, tapi tindakan nyata harus dilakukan mulai dari sekarang, tidak bisa ditunda-tunda lagi. Kalau tidak dari sekarang, manusia kemungkinan akan terus membuat Bumi memanas, menyebabkan kerusakan yang tak berkesudahan.
ADVERTISEMENT