200 Juta Orang Lebih Terancam Terusir dari Rumah Karena Perubahan Iklim

26 September 2021 18:50 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kekeringan akibat perubahan iklim. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kekeringan akibat perubahan iklim. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Bank Dunia melaporkan dampak buruk perubahan iklim dapat mendorong lebih dari 200 juta orang meninggalkan rumah mereka dalam tiga dekade mendatang.
ADVERTISEMENT
Dari laporan bagian kedua Groundswell yang terbit Senin (13/9), ditemukan bagaimana dampak perubahan iklim yang terjadi secara lambat seperti kelangkaan air, penurunan produktivitas tanaman, dan naiknya permukaan laut dapat menyebabkan jutaan orang akan “migran iklim” pada tahun 2050 di bawah tiga skenario berbeda dengan berbagai tingkat aksi iklim dan pembangunan.
Untuk skenario paling buruknya, dengan tingkat emisi yang tinggi dan pembangunan yang tidak merata, laporan tersebut memperkirakan 216 juta orang akan bergerak dari negara mereka sendiri.
Sedangkan untuk skenario yang paling ramah iklim, dengan tingkat emisi yang rendah dan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan, dunia masih dapat melihat 44 juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka.
Kekeringan akibat perubahan iklim. Foto: Reuters/David Mercado
Ini didapat dari analisis di enam wilayah: Amerika Latin, Afrika Utara, Sub-Sahara Afrika, Eropa Timur, Asia Tengah, Asia Selatan, Asia Timur, dan Pasifik.
ADVERTISEMENT
Dari laporan tersebut, Afrika Utara diperkirakan memiliki proporsi migran iklim terbesar, dengan 19 juta orang yang bergerak — setara dengan sekitar 9% dari populasinya. Hal ini terutama karena meningkatnya kelangkaan air di Tunisia timur laut, Aljazair barat laut, Maroko barat dan selatan, dan kaki bukit Atlas tengah.
Di Asia Selatan, Bangladesh akan sangat terpengaruh oleh banjir dan gagal panen, dengan perkiraan 19,9 juta warganya akan dari migran iklim pada tahun 2050 di bawah skenario buruk.
“Ini adalah realitas kemanusiaan kami sekarang dan kami khawatir ini akan menjadi lebih buruk, saat keadaan semakin rentan,” kata Prof. Maarten van Aalst, direktur Pusat Iklim Bulan Sabit Merah Palang Merah Internasional, dikutip AP News.
Kekeringan, Kekurangan air. Foto: ANTARA FOTO/ Mohammad Ayudha
Walaupun pengaruh perubahan iklim terhadap migrasi bukanlah hal baru, faktor ini sering kali merupakan pendorong orang untuk pindah.
ADVERTISEMENT
“Secara global kita tahu bahwa tiga dari empat orang yang pindah tinggal di dalam negara,” kata Dr. Kanta Kumari Rigaud, spesialis lingkungan utama di Bank Dunia dan salah satu penulis laporan tersebut.
Laporan itu juga memperingatkan bahwa titik panas migrasi dapat muncul dalam dekade berikutnya dan meningkat pada tahun 2050. Butuh perencanaan yang baik di daerah dimana orang akan pindah, maupun di daerah yang ditinggalkan untuk membantu mereka yang tetap tinggal.
“Emisi nol bersih pada pertengahan abad untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius, dan berinvestasi dalam pembangunan yang hijau, tangguh, dan inklusif, sejalan dengan Perjanjian Paris,” tulis Bank Dunia dalam laporannya soal rekomendasi tindakan mencegah hal ini.