2019 Jadi Tahun Terpanas di Indonesia dalam 140 Tahun Terakhir

1 November 2019 18:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi temperatur tinggi. Foto: geralt via Pixabay.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi temperatur tinggi. Foto: geralt via Pixabay.
ADVERTISEMENT
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Doni Monardo, mengatakan pada tahun 2019 Indonesia mengalami musim kemarau dengan suhu udara terpanas dalam 140 tahun terakhir.
ADVERTISEMENT
Pada 22 Oktober misalnya, berdasarkan catatan BMKG, suhu udara di kota Semarang berhasil memecahkan rekor dengan suhu mencapai 39,4 derajat Celcius. Angka ini menjadi yang tertinggi dalam kurun waktu 47 tahun terakhir. Dengan suhu tertinggi sebelumnya mencapai 38,5 derajat Celcius.
Bukan hanya di Semarang, suhu udara panas juga terjadi di wilayah lainnya, seperti Jakarta, Bali, hingga Nusa Tenggara. Menurut Doni, kondisi inilah yang membuat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) marak terjadi di berbagai daerah di Tanah Air.
Seorang warga menggunakan payung guna terhindar dari panasnya matahari, Jakarta, pada Selasa (22/10/2019). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
“Di Indonesia, sampai tanggal 30 september 2019, kebakaran telah menghanguskan total sekitar 857 ribu hektare lahan, di mana 230 ribu hektarenya merupakan lahan gambut. Kebakaran lahan gambut ini sulit dipadamkan,” ujar Doni, dalam acara diskusi di Rektorat Institut Teknologi Bandung (ITB), Jalan Tamansari, Kota Bandung, Jumat (31/10).
ADVERTISEMENT
Musim kemarau panjang yang melanda Indonesia tahun ini, setidaknya telah menyebabkan kekeringan ekstrem di sejumlah daerah. Akibatnya, risiko terjadinya karhutla mengalami peningkatan.
Menurut Doni, membiarkan lahan gambut mengalami kekeringan adalah sebuah kesalahan, karena lahan gambut yang kering menjadi mudah terbakar."Membiarkan lahan gambut itu menjadi kering adalah 'pemerkosaan kepada hutan'," kata Doni, sebagaimana dilansir Antara.
Seorang pewarta memotret api yang membakar semak belukar dan pepohonan ketika terjadi kebakaran lahan di Pekanbaru, Riau, Senin (18/3). Foto: ANTARA FOTO/Rony Muharrman
Lebih lanjut, kata Doni, pemadaman karhutla juga tidak cukup menggunakan hujan buatan, water bombing, maupun pemadaman melalui jalur darat. Ini karena air yang disiramkan ke lahan gambut secara manual tidak akan meresap sampai ke lapisan gambut paling dalam.
"Kalau sama helikopter juga hanya sebagian wilayah saja, hanya bisa ditutup pada saat hujan turun," kata dia.
Doni mengimbau kepada masyarakat agar tetap siaga menghadapi bencana apapun, termasuk karhutla, serta mendukung upaya pencegahan bencana. "Kita jangan jadi supermarket bencana," kata dia.
ADVERTISEMENT
Dalam update terakhirnya, BNPB mencatat, sejak 1 Januari 2019 hingga 31 September 2019, karhutla telah menghanguskan lahan seluas 857.756 hektare di seluruh wilayah Indonesia. Sedangkan kebakaran terparah, terjadi di Sumatra dan Kalimantan.