Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Ada secercah harapan testing corona di Indonesia bisa diperbaiki. Salah satu solusi yang saat ini dicoba adalah dengan memakai tes berbasis antigen.
Sejak awal Oktober 2020, WHO mengumumkan kalau mereka akan membagikan 120 juta alat rapid test antigen ke 133 negara. Alat itu akan dibagikan ke negara berpenghasilan menengah dan rendah, yang dibanderol mulai dari 5 dolar AS atau Rp 75 ribu.
"Rapid test kualitas tinggi ini akan menunjukkan kepada kami di mana virus itu bersembunyi, dan ini merupakan kunci untuk melacak dan mengisolasi kontak sehingga bisa memutus rantai penularan," kata Dirjen WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, di situs resmi WHO.
Dalam upaya bisa mendapatkan bagian dari rapid test antigen tersebut, Jubir Satgas COVID-19, Prof. Wiku Adisasmito, mengungkapkan, pemerintah telah berkomunikasi dengan perwakilan WHO di Indonesia. "Kami juga mohon untuk bisa dipertimbangkan mendapatkan bantuan WHO untuk tes cepat ini. Agar kita bisa mendeteksi lebih cepat dari kasus masyarakat yang menderita COVID," tutur Wiku, pada 2 Oktober 2020 lalu.
ADVERTISEMENT
Untuk menyambut metode baru tes corona tersebut, kumparan telah merangkum sejumlah hal yang perlu kamu ketahui saat melakukan rapid test swab antigen. Kamu bisa melihatnya melalui daftar berikut.
1. Apa itu antigen?
Pertama-tama, mari kita bahas apa itu antigen. Menurut penjelasan Eugene Wu dari University of Richmond, antigen adalah protein pemicu antibodi. Antigen itu sendiri adalah kepanjangan dari "antibody generator."
Adapun antibodi adalah protein pelindung yang diproduksi sistem kekebalan tubuh untuk merespon protein tak dikenal seperti penyakit atau racun. Antibodi ini memiliki bentuk seperti huruf Y, di mana lengannya itu berfungsi untuk mengikat protein asing yang tak dikenal tubuh manusia.
Jika penyakit baru muncul, sel darah putih akan membentuk antibodi baru. Untuk merespon jenis penyakit baru yang tidak dikenal masuk ke tubuh, antibodi mengubah bentuk perangkap mereka sedemikian rupa agar cocok mengikat protein penyakit tersebut.
ADVERTISEMENT
"Protein asing yang memicu proses ini disebut sebagai "anti-gen" karena merupakan generator antibodi," jelas Wu dalam tulisannya di The Conversation.
Nah, seperti namanya, rapid test antigen itu bertujuan untuk mendeteksi keberadaan antigen di dalam sampel partisipan. Dalam hal ini, rapid test antigen ditujukan untuk mendeteksi kulit protein dari virus corona.
2. Rapid test antigen harus dikerjakan oleh tenaga ahli
Berbeda dengan rapid test antibodi yang bisa dilakukan secara mandiri oleh orang awam, rapid test antigen memerlukan bantuan tenaga medis. Sebabnya, tes antigen itu mirip dengan tes swab PCR dalam hal pengambilan sampel.
Rapid test antigen dimulai dengan pengambilan sampel dari hidung atau mulut. Setelah sampel diambil, nantinya petugas medis akan menaruh sampel tersebut ke permukaan test kit.
ADVERTISEMENT
Untuk memproses sampel, alat tes antigen memerlukan dua jenis antibodi virus corona. Antibodi yang pertama berfungsi sebagai 'pengikat' protein virus corona di sampel, jika ternyata sampel itu memang ada virusnya.
Adapun antibodi yang kedua adalah antibodi yang sudah dimodifikasi dengan pewarna. Nantinya, antibodi yang kedua ini berfungsi sebagai petunjuk keberadaan virus corona di sampel. Jika terdapat virus corona di sampel, antibodi akan menunjukkan warnanya.
3. Cuma makan waktu 15-30 menit
'Nilai jual' dari rapid test antigen adalah prosesnya yang tak perlu memakan waktu lama. Umumnya, rapid test antigen ini cuma perlu waktu 15-30 menit untuk memeriksa sampel hingga mengeluarkan hasil.
Jika dibandingkan dengan tes swab PCR, rapid test antigen punya proses yang lebih sederhana.
ADVERTISEMENT
Sebagai gambaran, tes swab PCR itu punya banyak tahapan proses. Sebab, berbeda dengan antigen yang hendak mendeteksi corona lewat permukaan kulitnya, tes swab PCR bertujuan mendeteksi corona lewat material genetik di sampel.
Material genetik itu sendiri umumnya terdiri dari DNA dan RNA. Keduanya adalah material pembawa informasi genetik yang dimiliki setiap makhluk hidup. Perbedaannya, DNA adalah material genetik rantai ganda, sedangkan RNA material genetik rantai tunggal.
Karena virus corona adalah virus RNA (ribonucleic acid), peneliti perlu mengubah RNA virus menjadi DNA (deoxyribonucleic acid) agar bisa dibaca di mesin PCR. Untuk mengubah RNA virus corona jadi DNA agar bisa dianalisis mesin PCR, peneliti memakai enzim reverse-transcriptase.
Menurut penjelasan Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat, nantinya mesin PCR akan melakukan amplifikasi (perbanyakan) jutaan salinan DNA untuk dibaca. Jika mesin PCR mendeteksi keberadaan material genetik dari sampel, maka hasilnya akan dikatakan positif.
ADVERTISEMENT
Karena prosesnya yang lebih banyak, tes PCR perlu memakan waktu yang lebih lama ketimbang rapid test antigen. Umumnya, tes PCR cuma perlu waktu 2 jam untuk membuahkan hasil. Tapi, mengingat sampel yang membeludak di tengah kapasitas lab yang kurang mencukupi, tes PCR di Indonesia sering kali baru memberikan hasilnya 1-3 hari setelah tes.
4. Perlu tes swab PCR untuk konfirmasi
Punya harga yang murah dan waktu yang singkat tak berarti membuat rapid test antigen bisa menggeser status tes swab PCR sebagai standar emas diagnostik corona. Sebab, akurasi rapid test antigen masih di bawah PCR.
Secara garis besar, ada dua aspek indikator dalam menilai akurasi suatu tes diagnostik, yakni sensitivitas dan spesifisitas.
ADVERTISEMENT
Sensitivitas adalah kemampuan tes untuk mendeteksi keberadaan virus secara akurat, jika memang ada. Semakin kurang sensitif suatu tes, semakin besar kemungkinan untuk memberikan negatif palsu (false-negative).
Adapun spesifisitas adalah kemampuan tes untuk secara akurat mengesampingkan keberadaan virus jika tidak ada. Semakin tidak spesifik suatu tes, semakin besar kemungkinan untuk memberikan hasil positif palsu (false-positive).
Dalam hal akurasi, rapid test antigen punya spesifisitas yang cukup baik di kisaran 90-an persen. Namun, sensitivitas tes ini umumnya cuma berkisar 50 persen, berdasarkan laporan Harvard Health Publishing.
Oleh karena itu, tes antigen sangat mungkin menunjukkan hasil false-negatif, yakni di mana orang yang positif corona justru dianggap tak terinfeksi corona. Untuk mengatasi ini, tenaga medis bakal merekomendasikan orang negatif tes antigen untuk melakukan tes PCR, jika orang tersebut mengalami gejala corona.
ADVERTISEMENT
Jika dibandingkan dengan rapid test antigen, PCR punya tingkat akurasi yang jauh lebih baik.
Berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan lembaga riset nirlaba Foundation for Innovative New Diagnostics (FIND), tes PCR punya sensitivitas mencapai 100 persen dan spesifisitas 96 di lingkungan terkontrol.
Meski demikian, di dunia nyata sensitivitas tes ini cuma sekitar 66-80 persen saja. Penurunan ini disebabkan oleh sejumlah faktor, mulai dari sampel yang diambil sedikit, hingga keberadaan virus yang sedikit karena waktu tes yang terlalu cepat atau terlalu lambat.
5. Hanya ada dua alat yang baru direkomendasikan
Sejauh ini, WHO baru merekomendasikan 2 alat rapid test antigen. Keduanya adalah rapid test antigen yang dibuat Abbott dan SD Biosensor.
ADVERTISEMENT
WHO juga menyatakan, penyediaan rapid test antigen sudah disepakati oleh Yayasan Bill & Melinda Gates dengan kedua produsen alat tes tersebut.