Akal Bulus Para Anti-Vaksin Prancis: Beli Kartu Sehat Covid Buat Jalan-jalan

19 Mei 2022 10:08 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aplikasi kesehatan digital #TousAntiCovid. Foto: DAMIEN MEYER / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Aplikasi kesehatan digital #TousAntiCovid. Foto: DAMIEN MEYER / AFP
ADVERTISEMENT
Kebijakan persyaratan perjalanan atau travelling dengan mewajibkan vaksinasi bagi warga Prancis, memunculkan polemik baru. Pasalnya, ada temuan kasus oleh Institute for Strategic Dialogue (ISD) yang berhasil mengungkap praktik jual beli kartu sehat –sertifikat vaksin sebagai syarat perjalanan itu.
ADVERTISEMENT
Laporan ISD menemukan adanya sekelompok orang yang mengatasnamakan anti-vaksin, yang terafiliasi dengan grup di beberapa platform media sosial. ISD menyebutkan anggota dalam grup itu terindikasi dapat mengakses kartu sehat palsu berlatar belakang jual beli daring.
Koordinator penelitian ISD, Zoé Fourel, menjelaskan beberapa grup di Facebook beranggotakan kurang lebih 1.000 anggota. Sementara di platform Instagram terdapat akun yang melakukan praktik kotor ini dengan pengikut sebanyak 17.000 pengikut.

Motif kecewa terhadap mandat vaksin

Penelitian itu mengungkap motif orang-orang yang tergabung dalam grup di Facebook terkait kasus ini adalah bentuk kekecewaan mereka terhadap kinerja pemerintah Prancis dalam menangani pandemi.
Sedangkan di sisi lain, ada pihak yang sengaja memanfaatkan situasi itu dengan menjual kartu sehat palsu untuk mencari keuntungan. Meski pun, beberapa lainnya murni menjual kartu tersebut sebagai bentuk protes terhadap mandat vaksin oleh pemerintah Prancis.
Seorang pengunjuk rasa memegang plakat selama demonstrasi menentang pembatasan Prancis, termasuk health pass di Paris, Prancis, Kamis (5/8). Foto: Benoit Tessier/REUTERS
Sebelumnya, Prancis telah menetapkan kartu sehat selama pandemi COVID-19, yang memberikan informasi hasil tes negatif sekaligus bukti telah divaksinasi.
ADVERTISEMENT

Kartu sehat palsu dan arus disinformasi vaksin

Menurut Fourel, algoritma pada beberapa platform media sosial sangat mengkhawatirkan. Ia menjelaskan, apabila seseorang mengikuti akun atau grup yang menampilkan konten disinformasi dan anti-vaksin COVID-19, maka algoritma yang ada akan merekomendasikan akses untuk memperoleh kartu sehat palsu itu.
“Dengan platform seperti Facebook dan Instagram, jelas mereka memiliki audiens yang luas, mereka mengaktifkan konten ini dalam skala yang lebih besar,” ucap Fourel, seperti dikutip The Guardian.
Ia juga mencontohkan mekanisme praktik kotor itu terjadi. Sebagai contoh, seseorang yang tergabung dalam grup anti-vaksin dapat menerima sebuah tautan yang mengarahkannya ke akun berbeda. Selanjutnya orang itu terus dimotivasi untuk membeli produk kartu kesehatan palsu yang tersedia dan segera menghubungi akun pribadi sang penjual.
ADVERTISEMENT

Perlunya kebijakan ketat

Fourel melalui ISD menyerukan akuntabilitas dari setiap perusahaan penyedia platform media sosial, seperti Snapchat, Meta – Facebook, Instagram dan WhatsApp –, serta Telegram untuk membuat kebijakan yang ketat sebagai upaya perlindungan penggunanya.
Penerapan Undang-Undang Layanan Digital Eropa sangat diperlukan. Selain untuk melindungi penggunanya, juga untuk mengurangi arus disinformasi dan praktik jual beli ilegal.
Logo Meta, rebranding perusahaan Facebook. Foto: Carlos Barria/Reuters
Di lain pihak, Meta mengatakan, pihaknya melarang siapa pun untuk melakukan jual beli dokumen medis, baik asli maupun palsu di seluruh lini platformnya. Pihaknya akan menghapus seluruh konten iklan yang teridentifikasi melakukan praktik itu.
Bahkan, Meta tak segan untuk menonaktifkan akun, halaman maupun grup yang melanggar kebijakan platformnya.