Anak Zaman Sekarang Bakal Hidup Penuh Bencana Alam, Ini Penyebabnya

3 Oktober 2021 16:30 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anak-anak berjalan di permukiman sekitar rumahnya yang terendam banjir di Jalan Mendawai, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Rabu (22/9/2021). Foto: Makna Zaezar/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Anak-anak berjalan di permukiman sekitar rumahnya yang terendam banjir di Jalan Mendawai, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Rabu (22/9/2021). Foto: Makna Zaezar/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Generasi muda saat ini akan tumbuh di dunia yang ‘berbeda’ dengan orang tua dan kakek-neneknya. Dan kehidupan berbeda itu bukan karena salah mereka, melainkan salah pendahulunya.
ADVERTISEMENT
Para peneliti mengatakan bahwa anak-anak yang lahir pada 2010 bakal mengalami empat kali lebih banyak bencana alam ketimbang mereka yang lahir pada 1960. Kemungkinan itu akan semakin nyata, jika pemanasan suhu global mencapai 1,5 derajat Celsius.
Sebuah laporan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mennyoroti isu perubahan iklim, telah menempatkan Bumi di jalur peningkatan suhu global 2,7 derajat Celsius pada akhir abad ini. Menurut pemodelan peneliti, kenaikan suhu itu bisa menjadi bencana eksponensial.
Jika Bumi memanas 3 derajat Celsius pada tahun 2100, peneliti menyebut anak-anak berusia 6 tahun akan mengalami dua kali lebih banyak kebakaran hutan dan badai angin, tiga kali lebih banyak mengalami banjir, empat kali lebih mungkin gagal panen, dan lima kali lebih banyak kekeringan serta gelombang panas 36 kali lebih sering ketimbang Generasi X awal.
ADVERTISEMENT
Seiring meningkatnya krisis iklim, semakin banyak peristiwa cuaca ekstrem yang menerpa sejumlah negara, seperti angin tornado, angin topan, dan kebakaran hutan yang semakin sering dan parah. Studi baru ini adalah yang pertama memprediksi bagaimana generasi muda akan menghadapi dampak bencana ekstrem selama hidup mereka.
Untuk menghitung seberapa mungkin potensi tersebut terjadi, para peneliti membuat model dengan menggabungkan tiga informasi inti; data populasi global, seperti pertumbuhan populasi dan rentang hidup rata-rata; proyeksi enam peristiwa cuaca ekstrem, termasuk kebakaran hutan, angin topan, banjir bandang, gagal panen, kekeringan, dan gelombang panas; serta skenario iklim masa depan yang disusun lewat Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC).
Hasilnya, anak yang lahir pada 2020 akan menghadapi lebih banyak gelombang panas sepanjang hidup mereka. Kendati semua ini tergantung pada seberapa tinggi upaya kita dalam membatasi emisi.
Ilutrasi kekeringan akibat pemanasan global. Foto: Shutter Stock
Jika jabarkan lebih rinci, orang yang lahir pada tahun 1960 bisa mengalami sekitar empat kali gelombang panas dalam hidupnya. Sementara anak zaman sekarang akan mengalami sekitar 18 kali gelombang panas jika pemanasan dibatasi hingga 1,5 derajat Celsius atau 22 kali gelombang panas jika suhu naik hingga 2 derajat Celsius.
ADVERTISEMENT
Dengan skenario intervensi sedang di mana suhu global naik antara 2,6 hingga 3,1 derajat Celsius, mereka yang lahir pada tahun 2020 akan mengalami 30 gelombang panas selama hidupnya, 7 kali lebih banyak ketimbang mereka yang lahir 1960.
Untuk anak-anak yang tinggal di bagian selatan dunia seperti di sub-Sahara Afrika, mereka yang lahir pada tahun 2020 diperkirakan akan mengalami rata-rata 6 kali lebih sering menghadapi iklim ekstrem dalam hidupnya.
Kabar baiknya, jika pemanasan dapat dibatasi kurang dari 1,5 derajat Celsius, maka beban peristiwa cuaca ekstrem yang dihadapi anak-anak dapat berkurang secara substansial.
ADVERTISEMENT