Analisis Teknik Geologi ITB tentang Gempa-Tsunami di Donggala dan Palu

29 September 2018 12:29 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Gempa Donggala, Sulteng (Foto:  Anggoro Fajar Purnomo/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Gempa Donggala, Sulteng (Foto: Anggoro Fajar Purnomo/kumparan)
ADVERTISEMENT
Kabar duka menyelimuti Indonesia. Gempa berkekuatan 7,4 magnitudo mengguncang kawasan Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, di kedalaman 10 kilometer di bawah permukaan tanah, Jumat (28/9).
ADVERTISEMENT
Gempa ini tak hanya menyebabkan kerusakan pada sejumlah bangunan di Donggala, tapi juga menimbulkan tsunami setinggi 1,5 meter yang menerjang kawasan bibir pantai kota Palu dan Mamuju sekitar pukul 18.22 WITA.
Terkait bencana ini, dosen Teknik Geologi ITB (Institut Teknologi Bandung) melakukan analisis singkat mengenai gempa tersebut. Analisis itu disampaikan dalam artikel yang disunting oleh Dasapta Erwin Irawan, Reynaldi Fifariz, dan Astyka Pamumpuni, dengan narasumber utama Dr. Ir. Dardji, ahli sedimentologi ITB, dan Ir. Benyamin Sapiie Ph.D, ahli tektonik geologi ITB.
Menurut analisis tersebut, seringnya terjadi gempa bumi di Indonesia adalah karena negara ini selain sebagai pusat berkumpulnya gunung api, tapi juga tempat berkumpulnya gempa bumi. Di Indonesia, ada pertemuan dua lempeng tektonik, yakni Lempeng Eurasia dan Indo-Australia.
ADVERTISEMENT
Di Pulau Sulawesi sendiri ada lempeng ketiga yang berperan, yaitu Lempeng Pasifik. Ketiga lempeng ini kemudian berperan besar dalam pembentukan gunung api dan kejadian gempa bumi di Indonesia.
Warga melihat bangunan pusat perbelanjaan yang ambruk akibat gempa di Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (29/9). (Foto: ANTARA FOTO/Rolex Malaha)
zoom-in-whitePerbesar
Warga melihat bangunan pusat perbelanjaan yang ambruk akibat gempa di Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (29/9). (Foto: ANTARA FOTO/Rolex Malaha)
Selain itu, dosen Teknik Geologi ITB juga menelaah momen tensor gempa yang dikaitkan dengan tatatan tektonik di sekitar lokasi gempa.
"Ibarat permainan bola biliar, analisis mekanisme fokal dapat memperkirakan gerakan saling mendorng di antara bidang lempeng, apalagi bila ada sesar di bawah permukaan," ujar penulis artikel tersebut.
Tim penulis menampilkan hasil mekanisme fokal dari EMSC-CSEM, di mana EMSC (European-Mediterranean Seismological Centre merupakan sebuah organisasi yang didirikan tahun 1975 oleh Komisi Seismologi Eropa. Momen tensor ini bersifa dinamis, dapat berubah-ubah selama durasi gempa.
Olah data mekanisme fokal Gempa Donggala oleh ITB. (Foto: Astyka Pamumpuni)
zoom-in-whitePerbesar
Olah data mekanisme fokal Gempa Donggala oleh ITB. (Foto: Astyka Pamumpuni)
Olah data mekanisme fokal yang dilakukan tim penulis kemudian menunjukkan ada beberapa titik terjadinya gempa utama dan gempa susulan saat terjadi gempa 7,4 magnitudo di Donggala.
ADVERTISEMENT
Tentang tidal bulge atau tidal bore
Dalam analisis tersebut, tim penulis menemukan ada hal yang menarik, yakni kenaikan air laut setinggi 3 meter yang terjadi setelah gempa pertama. Sementara dari sudut pandang ilmu kebumian (ilmu geologi dan ilmu kelautan), kenaikan air laut ini bukan saja disebabkan oleh gempa, tapi diperkuat oleh bentuk (geometri) pantai Teluk Donggala, atau dikenal sebagai fenomena tidal bulge atau tidal bore (TB).
Tim penulis menjelaskan fenomena TB dapat diartikan sebagai efek air pasang yang terjadi terutama pada delta yang bentuknya seperti 'corong'. Mereka memberikan contoh efek air pasang yang terekam di Teluk Benggala Bangladesh dan Teluk Fundy di Kanada.
Di Bangladesh, yang terletak di 'ketiak' Teluk Benggala, fenomena TB sering menyebabkan banjir di Bangladesh, sebagai akibat dari badai yang terjadi jauh dari pantai. Tim penulis mengatakan hal itu terjadi karena bentuk Teluk Benggala yang menyempit ke arah utara ada amplifikasi gelombang ke arah di mana Bangladesh berada.
Ilustrasi tsunami (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tsunami (Foto: Pixabay)
Sementara itu untuk Gempa Donggala dan gempa-gempa berpotensi tsunami lainnya yang telah atau akan terjadi, kenaikan air laut yang kecil akibat tsunami, bisa saja diperkuat oleh bentuk morfologi pantai di mana gempa terjadi.
ADVERTISEMENT
Teluk Donggala sendiri memiliki orientasi utara-baratlaut-selatan-tenggara. Lautan dari Selat Makassar menjorok sekitar 30 kilometer ke dalam bagian tengah Pulau Sulawesi sisi sebelah barat yang berujung di kota Palu.
Teluk Donggala. (Foto: Google Maps/Dok. Dosen Teknik Geologi ITB)
zoom-in-whitePerbesar
Teluk Donggala. (Foto: Google Maps/Dok. Dosen Teknik Geologi ITB)
Teluk Donggala memiliki lebar kurang dari 10 kilometer dengan kedalaman berangsur dari pantai hingga maksimum 200 meter, menurut pengukuran batimetri oleh Bappeda Palu.
Menelan korban jiwa
Relawan Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang terjun ke lokasi bencana melaporkan jumlah korban tsunami hingga pukul 10.45 WIB, Sabtu (29/9), telah berjumlah 118 jiwa. Jumlah itu belum termasuk korban yang tertimpa reruntuhan bangunan pasca gempa.
Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyampaikan data sementara tercatat total 48 orang meninggal di Palu dan 236 luka serta ribuan rumah rusak. Sebagian korban meninggal ini karena gempa bumi.
Tim medis membantu pasien di luar rumah sakit setelah gempa bumi dan tsunami menghantam Palu. (Foto: AFP/MUHAMMAD RIFKI)
zoom-in-whitePerbesar
Tim medis membantu pasien di luar rumah sakit setelah gempa bumi dan tsunami menghantam Palu. (Foto: AFP/MUHAMMAD RIFKI)
BNPB mengaku belum menghitung jumlah korban tsunami yang telah ditemukan di sejumlah titik, terutama bibir pantai.
ADVERTISEMENT
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi bencana ini. Berbagai bantuan dari TNI-Polri, Tim SAR, dan relawan diterjunkan ke Palu dan sekitarnya, selain itu operator telekomunikasi juga terus berupaya memulihkan jaringan mereka yang terganggu akibat terputusnya pasokan listrik di kawasan gempa.