Aneh, Banyak Kodok dan Katak Ditemukan Kawin dengan Benda Mati, Ada Apa?

18 Mei 2022 14:02 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Katak pohon Litoria mira yang ditemukan di Papua Nugini. Foto: Steve Richards/Universitas Griffith
zoom-in-whitePerbesar
Katak pohon Litoria mira yang ditemukan di Papua Nugini. Foto: Steve Richards/Universitas Griffith
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Banyak amfibi yang mempraktikkan percobaan seks dengan benda mati. Hal ini dikenal dengan nama “misdirected aplexus”. Ilmuwan bertanya-tanya kenapa praktik ini bisa lolos dari seleksi alam dan bahkan dipraktikkan luas oleh banyak spesies?
ADVERTISEMENT
Pada jurnal terbaru di Ecology, peneliti bernama Filipe C. Serrano dan koleganya mencoba mengungkap kenapa praktik ini dilakukan oleh umum di antara amfibi, khususnya di spesies katak dan kodok.
Untuk melakukan studi ini, ilmuwan mengamati 378 data kasus misdirected aplexus katak dan kodok. Total 156 spesies diamati, dengan lokasi serta waktu kejadian.
Dari total sampel, perilaku penyimpangan seksual ini teramati 282 kali lintas spesies, dengan kasus percobaan seks dengan benda mati sampai 46 kali, dan dengan objek atau spesies non-amfibi 50 kali. Spesies dari Brasil dan Amerika memiliki angka tertinggi atas “misdirected aplexus”.
“Namun, itu tergantung pada spesies/kelompok karena beberapa spesies lebih teritorial (biasanya spesies arboreal) dan dengan demikian menggunakan panggilan untuk menarik betina, sedangkan yang lain (misalnya, sebagian besar kodok) menggunakan lebih banyak strategi 'mencari dan menemukan' untuk mencari betina di sekitar habitat perkembangbiakan," kata Serrano, selaku penulis makalah penelitian, kepada IFLScience. "Mereka mungkin juga menggunakan isyarat kimia atau sentuhan, tetapi ini tampaknya kurang penting atau paling tidak digunakan setelah isyarat akustik dan visual."
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Kodok Tebu. Foto: Jason Edwards/Getty Images
Perilaku penyimpangan ini banyak ditemukan di spesies berkembang biak secara cepat (eksplosif), dan menggunakan strategi ‘mencari dan menemukan’.
“Hal ini menyebabkan individu mempertanyakan hal pertama yang mereka lihat yang mungkin menyerupai betina karena biaya untuk tidak melakukannya, dan berpotensi kehilangan betina karena 'pilihan', kemungkinan kehilangan kesempatan untuk berkembang biak dan menghasilkan keturunan,” lanjut Serrano.
Peneliti berargumen bahwa perubahan iklim berkontribusi terhadap semakin maraknya perilaku ini. Dalam kondisi lingkungan yang lebih stabil, lebih banyak spesies dapat memiliki peluang kawin sepanjang tahun untuk kawin. Sementara di lingkungan tidak stabil, spesies cenderung kawin secara eksplosif dalam rentang waktu perkembangbiakkan yang singkat.
“Semakin banyak jawaban yang kami dapatkan dari data kami, semakin banyak pertanyaan yang muncul. Misalnya, apakah spesies amplex lebih mirip (berhubungan secara filogenetik) spesies? Apakah preferensi ukuran merupakan faktor dalam aplexus yang salah arah? Apa konsekuensi dari perilaku ini bagi populasi amfibi?” kata Serrano.
ADVERTISEMENT
“Kami ingin mengumpulkan lebih banyak data, terutama dari wilayah yang kurang dilaporkan seperti Afrika dan Asia, dan kami mendorong penggunaan ilmu pengetahuan warga untuk melakukannya.”