Apa itu Awan Lenticularis yang Bikin Gunung Lawu Bertopi?

23 September 2022 17:30 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Fenomena alam Gunung Lawu bertopi. Foto: dok istimewa/JatimNow
zoom-in-whitePerbesar
Fenomena alam Gunung Lawu bertopi. Foto: dok istimewa/JatimNow
ADVERTISEMENT
Penampakan tak biasa terlihat di puncak Gunung Lawu yang terletak di perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah, pada Jumat (23/9) pagi. Awan berbentuk topi tampak menutupi puncak, menciptakan pemandangan yang menakjubkan.
ADVERTISEMENT
Fenomena alam langka ini berhasil diabadikan oleh warga setempat, dengan beberapa potret Lawu bertopi ini dibagikan di media sosial. Adapun fenomena sering disebut “gunung bertopi awan”.
Faktanya, awan bertopi di Gunung Lawu juga pernah terjadi pada 2020 lalu. Beberapa gunung lain, seperti Gunung Ciremai, Gunung Semeru, dan Gunung Prau juga pernah diselimuti oleh awan serupa.
Lantas, jenis awan apakah itu? Benarkah berbahaya bagi para pendaki dan pesawat?

Awan bertopi

Menurut Prakirawan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Juanda, Agatha Mayasari, dalam dunia astronomi awan bertopi ini disebut sebagai awan lenticularis. Meski terlihat indah munculnya awan lenticularis di gunung mengindikasikan adanya turbulensi atau putaran angin secara vertikal yang cukup kuat.
ADVERTISEMENT
“Sehingga berbahaya bagi penerbangan rendah,” tegas Maya, seperti dikutip JatimNow, mitra kumparan 1001 Startup Media Online.
Dijelaskan lebih rinci oleh Thomas Djamaluddin, peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), awan topi muncul sebagai akibat dari aliran udara yang terganggu oleh keberadaan gunung sehingga menyebabkan pusaran di puncak gunung.
“Uap air yang hangat terangkat oleh angin menuju puncak gunung lalu berinteraksi dengan angin dingin di puncak gunung yang dinamikanya menyebabkan pusaran yang membentuk awan berbentuk seperti lensa," ujar Thomas kepada kumparanSAINS beberapa waktu lalu.
Sementara menurut Kepala Sub-Koordinator Mitigasi Gunung Api Wilayah Timur Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Devy Kamil Syahbana, fenomena alam seperti ini memang biasa terjadi di atas pegunungan atau perbukitan tinggi.
ADVERTISEMENT
“Untuk gunung yang berbentuk kerucut, aliran udara akan membangun arus aliran udara yang mengelilingi gunung. Ketika suhu di puncak di bawah titik embun, dan dengan aliran udara tadi, uap air di area puncak mengembun dan membentuk awan lenticularis ini,” papar Devy.
Karena terjadi turbulensi dan pusaran angin yang sangat kuat, pesawat diminta untuk waspada dan menghindari awan lenticularis karena bisa membahayakan, termasuk membuat pesawat terguncang sehingga kehilangan altitude-nya dengan cepat.
Begitupun dengan para pendaki yang berada di puncak gunung untuk berhati-hati karena embusan angin saat terjadi awan lenticularis bisa menyebabkan hipotermia.
Devy menegaskan bahwa awan lenticularis tidak berkaitan dengan aktivitas magmatik atau vulkanik, bukan juga sebagai tanda-tanda akan terjadinya bencana. Awan lenticularis hanya fenomena atmosfer biasa yang memang sering terjadi di permukaan tinggi dan bisa bertahan selama berjam-jam.
ADVERTISEMENT