Apa yang Terjadi pada Paru-paru Manusia Ketika Terinfeksi Virus Corona?

25 Maret 2020 10:09 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas medis berpakaian hazma merawat pasien di salah satu rumah sakit di Wuhan, China. Foto: China Daily via REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Petugas medis berpakaian hazma merawat pasien di salah satu rumah sakit di Wuhan, China. Foto: China Daily via REUTERS
ADVERTISEMENT
Korban jiwa akibat virus corona SARS-CoV-2 di Indonesia telah mencapai 55 orang per Selasa (24/3). Sementara pasien positif COVID-19 bertambah 107 kasus dari hari sebelumnya, menjadi total 686 orang.
ADVERTISEMENT
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), sekitar 80 persen pasien COVID-19 (penyakit yang disebabkan virus SARS-CoV-2) membutuhkan perawatan intensif, dan sekitar satu dari enam pasien mengalami sakit parah, salah satunya adalah kesulitan bernapas dan menyebabkan pneumonia atau radang paru-paru akut.
Pertanyaannya, bagaimana virus corona bisa berkembang menjadi penyakit yang lebih parah dan menyebabkan pneumonia? Apa hubungannya dengan paru-paru dalam tubuh manusia? Berikut penjelasan lengkapnya.

Bagaimana virus corona memengaruhi tubuh manusia?

Profesor John Wilson, seorang ahli pernapasan yang menjabat sebagai presiden di Royal Australasian College of Physicians mengatakan kepada The Guardian, hampir semua COVID-19 menyebabkan pneumonia.
Orang yang terpapar SARS-CoV-2 dapat ditempatkan ke dalam empat kategori besar. Pertama, mereka yang positif COVID-19 tapi tidak memiliki gejala apapun. Kedua, orang yang mengalami gejala ringan seperti demam, batuk, dan sakit kepala akibat saluran penapasan atas terinfeksi.
Ilustrasi virus Corona. Foto: Shutter Stock
“Orang-orang dengan gejala ringan seperti ini berpotensi menularkan virus, tapi tidak menyadarinya,” ujar Wilson.
ADVERTISEMENT
Kelompok berikutnya adalah orang yang mengalami gejala mirip seperti flu, yang membuat mereka kelelahan dan memutuskan untuk pergi ke rumah sakit. Dan kelompok keempat, orang yang terinfeksi COVID-19 dan mengembangkan penyakit parah disertai pneumonia.
“Di Wuhan, ternyata dari sekian banyak pasien positif virus corona yang mencari bantuan medis, 6 persennya mengalami gejala parah,” katanya.
Menurut WHO, para orang tua dan individu yang memiliki penyakit penyerta seperti darah tinggi, penyakit jantung, paru-paru, dan diabetes, lebih rentan mengalami gejala berat saat terpapar virus corona, bahkan bisa menyebabkan komplikasi.

Bagaimana COVID-19 bisa berkembang menjadi penyakit pneumonia?

Pasien COVID-19 biasanya mengalami batuk dan demam. Ini disebabkan karena telah terjadi infeksi di saluran pernapasan yang mengalirkan udara antara paru-paru dan bagian luar.
ADVERTISEMENT
“Lapisan dalam pernapasan menjadi terluka, menyebabkan peradangan. Pada gilirannya, itu akan mengiritasi saraf di lapisan saluran pernapasan, sehingga bisa memicu terjadinya batuk,” ujar Wilson seperti dikutip The Guardian. “Tetapi jika kondisi semakin buruk, virus akan melewati saluran pernapasan hingga masuk ke area pertukaran gas yang berada di ujung lorong udara.”
“Jika terinfeksi, virus akan menyebabkan peradangan hingga ke dalam kantung udara yang ada di bagian bawah paru-paru. Dan jika kantung udara terjadi peradangan, maka paru-paru akan dipenuhi cairan dan sel inflamasi hingga berakhir dengan pneumonia.”
Paru-paru yang dipenuhi cairan tak mampu mendapatkan cukup oksigen untuk menyalurkannya ke aliran darah. Efeknya, tubuh akan kehilangan kemampuan untuk mengambil oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida.
ADVERTISEMENT

Bagaimana cara mengobati pneumonia SARS-CoV-2?

Professor Christine Jenkins, ketua Lung Foundation Australia dan seorang dokter pernapasan terkemuka di Australia mengatakan, sejauh ini belum ada obat spesifik yang bisa menyembuhkan pneumonia COVID-19.
“Orang-orang telah melakukan uji coba semua jenis obat, kami berharap bisa menemukan berbagai obat kombinasi antivirus yang efektif. Saat ini tidak ada perawatan khusus yang diterapkan untuk merawat pasien COVID-19, selain perawatan suportif,” ujar Prof Jenkins. “Kami hanya bisa memberikan oksigen tambahan dan mempertahankan kadar oksigen yang tinggi sampai paru-paru pasien dapat berfungsi dengan normal lagi ketika mereka pulih.”
Selain itu, pasien yang terkena pneumonia COVID-19 berisiko terkena infeksi sekunder, sehingga mereka biasanya diobati dengan obat antivirus dan antibiotik. “Dalam beberapa situasi bahkan itu tidak cukup. Pneumonia bisa menjadi tidak terkendali dan pasien tidak selamat,” ujarnya.
Gambar CT Scan dari seorang pria berusia 44 tahun yang mengalami demam selama 4 hari akibat virus corona. Foto: Tao Ai et al/RSNA
ADVERTISEMENT

Apakah pneumonia COVID-19 berbeda dengan pneumonia biasa?

Secara umum, kata Jenkins, pneumonia COVID-19 berbeda dengan pneumonia biasa yang sering dijumpai di rumah sakit. Sebagian besar jenis pneumonia yang diketahui adalah pneumonia yang disebabkan oleh bakteri, dan mereka akan efektif jika diobati oleh antibiotik.
Sedangkan pneumonia COVID-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh virus, dan tentu tidak bisa diobati oleh antibiotik. Pneumonia COVID-19 bisa menyebabkan penyakit pernapasan yang sangat parah, dan cenderung memengaruhi semua paru-paru, bukan hanya bagian kecilnya saja.
“Setelah seseorang terinfeksi di paru-parunya, kemudian infeksi itu melibatkan kantung udara, maka respons tubuh yang pertama kali muncul adalah mencoba melawan dan menghancurkan virus, serta membatasi virus untuk berkembang biak,” katanya.
ADVERTISEMENT
Setiap orang memiliki mekanisme respons awal yang berbeda, tergantung pada kondisi tubuh orang tersebut. Orang yang berusia 65 tahun ke atas sangat berisiko terkena pneumonia. Begitu juga dengan orang yang memiliki riwayat penyakit penyerta, seperti jantung, ginjal, diabetes, serta asma. Sama halnya dengan bayi berusia 12 bulan.
“Usia adalah predikat utama risiko kematian akibat pneumonia. Pneumonia akan sangat berbahaya bagi orang lanjut usia, dan pada kenyataannya memang menjadi penyebab utama kematian para lansia,” ujarnya.
“Penting untuk diingat bahwa tak peduli seberapa sehat dan aktifnya kalian, risiko terkena pneumonia akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Ini tak lain karena sistem kekebalan tubuh manusia secara alami akan terus melemah ketika manusia semakin tua, menjadikan tubuh kita lebih sulit melawan infeksi dan penyakit.”
ADVERTISEMENT
****
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!