Bagaimana Cara Astronaut Muslim Berpuasa di Luar Angkasa?

24 Maret 2023 3:01 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Stasiun luar angkasa ISS difoto dari kapsul Dragon SpaceX. Foto: NASA
zoom-in-whitePerbesar
Stasiun luar angkasa ISS difoto dari kapsul Dragon SpaceX. Foto: NASA
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kamu pernah membayangkan bagaimana cara astronaut menjalankan ibadah puasa di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS)? Kalau umat muslim di Bumi berpatokan pada terbit dan tenggelamnya Matahari untuk sahur dan berbuka, terus bagaimana dengan astronaut di luar angkasa?
ADVERTISEMENT
Stasiun Luar Angkasa Internasional mengorbit mengitari Bumi dengan kecepatan sekitar 27.600 kilometer per jam, memberi astronaut kesempatan untuk melihat 16 kali Matahari terbit dan terbenam di setiap harinya. Ini yang dialami oleh astronaut muslim, Sultan Alneyadi, yang berada di ISS sejak 3 Maret 2023.
Alneyadi adalah satu dari sekian astronaut Muslim yang telah melakukan perjalanan ke luar angkasa. Dia akan menjalani misi di ISS selama sekitar lima bulan lamanya, termasuk saat bulan Ramadhan. Alneyadi jadi astronaut pertama Uni Emirat Arab yang menyelesaikan masa tinggal jangka panjang di laboratorium ISS.
Sebagaimana diketahui, dalam menentukan bulan Ramadhan atau hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, para ulama memiliki dua metode yang dilakukan, pertama berdasarkan kenampakan Bulan di langit (rukyat) atau perhitungan astronomi (hisab). Sementara untuk waktu salat, berbuka dan sahur, ini ditentukan berdasarkan pergerakan Matahari di setiap harinya.
Astronaut muslim Uni Emirat Arab, Sultan Alneyadi. Foto: Jim Watson/AFP
Artinya, sahur dilakukan sebelum terbitnya Matahari atau sebelum adzan Subuh berkumandang, sedangkan berbuka dilakukan setelah terbenamnya Matahari atau adzan Magrib berkumandang. Sekarang, bagaimana dengan astronaut yang melihat Matahari terbit dan terbenam sebanyak 16 kali per hari?
ADVERTISEMENT
“Enam bulan adalah durasi yang lama untuk sebuah misi yang merupakan tanggung jawab besar,” kata Alneyadi sebagaimana dikutip CNN.
Alneyadi mengatakan, sebagai seorang astronaut, dirinya adalah musafir, yakni seseorang yang sedang melakukan perjalanan jauh. Dalam hukum Islam, seseorang yang tengah menjalani perjalanan jauh tidak diwajibkan menjalani ibadah puasa Ramadhan. Namun orang itu wajib melakukan puasa qadha atau puasa pengganti di luar bulan Ramadhan.
“Puasa juga tidak wajib jika kamu merasa tidak enak badan. Jadi dalam hal itu —apa pun yang dapat membahayakan misi atau mungkin membahayakan anggota kru— kami benar-benar diizinkan untuk makan makanan yang cukup untuk mencegah kekurangan asupan nutrisi dan hidrasi,” katanya.
Astronaut muslim asal Malaysia, Sheikh Muszaphar Shukor.rat Arab, Sultan Alneyadi. Foto: Natalia Kolesnikova/AFP
Alneyadi juga mengatakan dirinya bisa berpuasa menurut Greenwich Mean Time atau Coordinated Universal Time yang digunakan sebagai zona waktu resmi di stasiun luar angkasa.
ADVERTISEMENT
“Jika kamu memiliki kesempatan, pasti Ramadhan adalah kesempatan yang baik untuk berpuasa, dan itu sebenarnya menyehatkan,” papar Alneyadi.
Astronaut asal Malaysia, Sheikh Muszaphar Shukor, menjadi muslim pertama yang tinggal di ISS pada 2007, dan Dewan Fatwa Nasional Islam Malaysia mengeluarkan pedoman khusus untuk tata cara menjalankan ibadah puasa untuk astronaut muslim yang berada di luar angkasa.
Meski penerbangan bertepatan dengan bulan Ramadhan, Dewan mengatakan puasa mereka bisa ditunda sampai dia kembali ke Bumi, atau astronaut bisa berpuasa sesuai dengan zona waktu tempat dia diluncurkan. Dia juga bisa melakukan salat secara duduk atau menyesuaikan dengan keadaan di ISS. Astronaut juga bisa menentukan arah kiblat sesuai dengan kemampuan yang terbaik (tidak harus presisi jika memang tidak memungkinkan).
ADVERTISEMENT