Begini Cara Jepang Edukasi dan Sebar Informasi Gempa ke Warganya

16 Desember 2017 14:33 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Gempa (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Gempa (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Gempa berkekuatan 6,9 Magnitudo melanda Tasikmalaya hingga daerah-daerah di pesisir selatan laut Jawa pada Jumat (15/12) malam sekitar pukul 23.47 WIB. Gempa tersebut menyebabkan sejumlah rumah serta sekolah mengalami kerusakan. Bahkan dilaporkan terdapat korban meninggal dunia karena tertimpa bangunan.
ADVERTISEMENT
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengatakan pusat gempa berada di 11 Kilometer Barat Daya Kabupaten Tasikmalaya dengan kedalaman 107 Kilometer. Pada saat gempa terjadi, BMKG sempat mengeluarkan peringatan tsunami, namun kemudian peringatan itu dicabut.
Indonesia memang dikenal rentan terhadap bencana gempa bumi, karena letaknya di daerah dengan tingkat aktivitas gempa bumi tinggi. Ada tiga lempeng tektonik yang bertemu di Indonesia yakni, Samudera India – Australia di sebelah selatan, Samudera Pasifik di sebelah Timur dan Eurasia, di mana sebagian besar wilayah Indonesia berada di dalamnya.
Indonesia dan Jepang Sama Rentan Gempa
Sama halnya dengan Indonesia, Jepang juga terkenal sebagai negara yang memiliki tingkat aktivitas gempa bumi tinggi. Negeri Sakura memang sering dijadikan rujukan dalam hal mitigasi bencana alam, terutama gempa bumi dan tsunami.
ADVERTISEMENT
Masih ingat dengan gempa Fukushima yang terjadi pada tahun 2011 lalu? Kala itu, gempa bumi mengguncang dengan kekuatan 9,0 Magnitudo dan menciptakan gelombang tsunami setinggi 10 Meter. Japanese National Police Agency mengonfirmasi 15.269 korban tewas, 5.363 korban luka, dan 8.526 korban hilang di enam prefektur Jepang.
Selain menimbulkan korban jiwa, dampak yang besar adalah rusaknya sistem pendingin di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima, sehingga menciptakan radiasi yang mengontaminasi laut, tanah, dan udara. Pemerintah pun mengeluarkan status darurat, dan ratusan ribu penduduk terpaksa dievakuasi.
Ilustrasi Gempa Bumi (Foto: Shutter Stock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Gempa Bumi (Foto: Shutter Stock)
Jepang Sigap Mitigasi Bencana
Membandingkan penangganan bencana alam khususnya gempa bumi antara Jepang dan Indonesia memang ada beberapa perbedaan. Staf Ahli Kebencanaan Kementerian Energi Sumber Daya Alam (ESDM), Surono, menjelaskan kesadaran masyarakat Indonesia terhadap bahaya bencana alam masih rendah dan kurangnnya edukasi mitigasi bencana di institusi pendidikan.
ADVERTISEMENT
"Memang di Jepang sudah ada kurikulum yang membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan mitigasi bencana, seperti gempa bumi dan tsunami khususnya diajarkan di sekolah dasar dan edukasi mitigasi sejak dini," ungkap Surono kepada kumparan (kumparan.com), Sabtu (16/12).
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa anak-anak sekolah di Jepang itu sudah siap menghadapai situasi gempa bumi, seperti misalnya menggunakan helm pelindung yang telah disediakan oleh sekolah dan berkumpul di titik evakuasi.
Pasca gempa bumi Tasikmalaya (Foto: Antara/Adeng Bustomi)
zoom-in-whitePerbesar
Pasca gempa bumi Tasikmalaya (Foto: Antara/Adeng Bustomi)
Selain itu, pengembangan teknologi siaga bencana di Jepang sudah berjalan baik. Sistem peringatan tsunami yang dioperasikan oleh Badan Meteorologi Jepang (Japan Meteorological Agency/JMA) dapat memantau kegiatan kegempaan dari enam kantor regionalnya. Dari sistem ini JMA mengirimkan peringatan tsunami dalam waktu tiga menit dari gempa bumi terjadi. Ketika gempa datang, data tentang besaran dan lokasi gempa segera disiarkan di stasiun televisi nasional, NHK.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, Surono melihat peringatan dini gempa bumi sudah lebih baik. Contohnya dalam peringatan tsunami yang dikeluarkan pasca gempa Tasikmalaya langsung menyebar ke masyarakat melalui berbagai saluran terutama media sosial.
Beda Jepang dan Indonesia Soal Mitigasi Bencana
Surono menambahkan, jika dibandingkan dengan Jepang, program mitigasi bencana dan kesadaran masyarakat akan bahaya bencana di Indonesia masih kurang. Kelemahan ini membuat jumlah korban bencana sulit diminimalisasi.
Kendati demikian, Surono percaya Indonesia tidak perlu selalu belajar mitigasi bencana kepada Jepang. Hal ini dikarenakan Indonesia memiliki sejarah dan budaya leluhur yang sudah teruji menghadapi bencana.
Menurutnya, Indonesia sejak dulu memang menjadi langganan gempa bumi. Maka dari itu orang-orang dahulu membuat gaya arsitektur bangunan masyarakat setempat, yang umumnya menggunakan rumah panggung. Hal itu yang membuat masyarakat sadar akan bahaya bencana gempa.
Ilustrasi Gempa (Foto: Thinkstockphotos)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Gempa (Foto: Thinkstockphotos)
Pria yang pernah menjabat sebagai Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) ini juga menjelaskan soal pengalaman gempa Indonesia tidak kalah dengan Jepang. Maka dari itu, sudah sewajarnya Indonesia tidak selalu belajar dari Jepang dilihat dari intensitas gempa yang terjadi.
ADVERTISEMENT
"Dari tahun 2000 hingga 2012 ada 12 Gempa yang korbannya diatas 1.000 jiwa terjadi di seluruh dunia. Empat di antaranya berada di Indonesia. Jika dikatakan Jepang lebih pengalaman mengalami gempa tidak jika dilihat dari data tersebut. Indonesia lebih jauh dari itu. Hanya saja apakah kita sadar bencana itu masih kurang yang terjadi kita terlalu lenggah dan tidak sadar di mana kita berada yang rentan gempa itu yang membedakannya dengan Jepang," kata Surono.